Betangas merupakan tradisi mandi uap dengan menggunakan rempah-rempah di kalangan masyarakat Melayu. Seorang peserta pertukaran pemuda Indonesia - Australia, Marsita Riandini mencoba mandi betangas, dan membagi pengalamannya.

Betangas merupakan bagian dari proses tradisi pernikahan yang dilalui oleh calon mempelai, baik itu calon mempelai perempuan maupun calon mempelai lelaki. Tradisi ini bukan sekadar ritual, tetapi ada manfaat yang bisa digali dari penerapannya, yakni mengurangi bau badan.

BACA JUGA: Bocah 6 Tahun Ini Digigit Ular Piton 3 Meter Saat Terlelap di Kamarnya


Peserta Pertukaran Pemuda Indonesia-Australia (PPIA) mencoba mandi betangas ketika mereka berada di desa Lumbang, kabupaten Sambas. (Foto: PPIA)

Kenapa calon pengantin perlu betangas? Sebab dipercaya dapat menghilangkan bau badan. Karena setiap harinya orang akan berkeringat yang menyebabkan bau badan muncul. Tetapi diharapkan usai dari betangas, keringat yang muncul malah menjadi wangi, atau paling tidak baunya tidak begitu kuat. Apalagi pengantin nantinya akan bersanding untuk menjadi raja dan ratu sehari.

BACA JUGA: Teleskop Seharga Rp 80 Juta di Obyek Wisata Adelaide Ini Dicuri

Sampai saat ini, betangas masih dilestarikan, terutama di wilayah yang didominasi masyarakat Melayu. Seperti di Pontianak, Kabupaten Mempawah, dan Kabupaten Sambas. Tata caranya pun hampir sama.

Belum lama ini, saya juga menyaksikan ada keluarga saya yang sedang betangas. Di Pontianak, tak hanya orang Melayu yang melaksanakannya. Orang Bugis pun juga turut melestarikan budaya ini.

BACA JUGA: Susahnya Mencabut Gigi Singa Afrika di Kebun Binatang Perth

Betangas dilakukan tiga hari sebelum hari H atau hari pernikahan. Umumnya betangas dipandu oleh orang tertua (yang dianggap pandai dan biasanya umurnya memang sudah cukup tua). Di kota saat ini sudah sulit menemukan orang yang bisa menangas. Bahkan banyak pula yang beralih ke “Betangas modern” bisa itu sauna, atau pun ratus.

Tentu saja keduanya berbeda. Betangas lebih tradisional. Menggunakan tikar pandan yang dibuat melengkung. Ada rempah-rempah pilihan yang disiapkan, terdiri dari akar jawe, pucok ganti, mesuik, kelabat, daun nilam, daun pandan, dan serai wangi. Bahan-bahan ini bisa dijumpai di Indonesia. Tetapi biasanya lain wilayah, lain pula penyebutan nama bahan tersebut. Sekalipun itu masih dalam satu kawasan provinsi.


Rempah-rempah yang digunakan untuk mandi betangas. (Foto: PPIA)

Semua bahan itu direbus dalam wadah. Biasanya menggunakan periuk (wadah berbentuk bulat, pada zaman dahulu periuk digunakan untuk menanak nasi). Rebus sampai mendidih. Jangan lupa bagian atasnya tutup dengan daun pisang beberapa lapis dengan rapat.

Kenapa harus rapat tutupnya? Agar uap air tidak banyak yang keluar. Uap itulah yang nantinya berfungsi untuk menghilangkan bau keringat.

Proses laksananya, calon pengantin duduk di atas kude-kude (di Jawa disebut dengklek). Kude-kude merupakan alas duduk yang terbuat dari papan yang di bagian ujungnya diberi kayu. Di hadapannya diletakkan periuk rebusan rempah-rempah tadi. Kemudian tikar pandan yang sudah digulung diarahkan ke calon pengantin sampai dia masuk ke dalamnya. Bagian atasnya ditutup dengan beberapa lapis kain. Kain ini berperan penting agar hasil betangas menjadi lebih maksimal.

Tugas calon pengantin membuka sedikit saja bagian daun pisang penutup rempah-rempah tadi. Uap dari dalam periuk pun keluar. Aroma wangi pun menyeruak hingga keluar tikar pandan. Calon pengantin kemudian mengaduknya menggunakan saji kayu (sendok yang dibuat dari kayu) secara perlahan sampai uap dalam periuk habis. Kalau menggunakan sendok besi, pasti akan membuat tangan menjadi panas saat memegangnya.

Uap tersebut dipercaya baik untuk tubuh. Itulah kenapa harus menggunakan kain berlapis-lapis untuk menutupi tikar yang digulung. Tujuannya agar uapnya lebih banyak menempel di badan dan keringatpun menjadi lebih wangi.

Selain membuat tubuh menjadi wangi. Tradisi ini juga berfungsi membuang sue (sial). Masih dengan tujuan tersebut, pakaian yang kenakan selama bertangas sebaiknya satu baju dan satu celana saja. Atau kalau perempuan biasanya cukup satu kain yang dikembankan. Pakaian itu nantinya tidak boleh lagi dikenakan, bisa dibuang ke atap rumah, bisa pula dibuang begitu saja.

Usai bertangas calon pengantin di bedak dengan bedak tradisional. Bahan pembuatnya menggunakan pucok ganti mesuik sama pucok daun pandan. “Bahan-bahan itu digiling sama pulot (beras ketan). Sebelumnya pulot direndam sampai halus. Setelah tercampur dibulat-bulatkan lalu dijemor. Ketika ingin membedakannya di kasih air sedikit agar cair. Bedakkan ke seluruh tubuh,” kata Bu Fatimah, tukang tangas yang kerap digunakan jasanya oleh banyak pengantin di Pontianak.

Tentu saja proses membuatnya tak sembarang. Ada bacaannya. Salah satunya dalam bentuk pantun.

Pak Ribu-ribu sepanjang jalan

Dipetik si jari manis.

Beribu-ribu orang yang datang

Hanya aku yang paling manis...

Esok paginya calon pengantin dimandikan dengan bacaan khusus.

Inilah tradisi mandi betangas. Seandainya mau badannya wangi jangan lupa mencoba mandi betangas kalau misalnya sedang berada di Kalimantan Barat.

* Tulisan ini adalah pendapat pribadi, dikutip dari website AIYA. Marsita Riandini merupakan peserta Pertukaran Pemuda Indonesia-Australia.

BACA ARTIKEL LAINNYA... Tiba dari Amerika Selatan, Pria Queensland Dinyatakan Positif Terinfeksi Virus Zika

Berita Terkait