jpnn.com, JAKARTA - Menteri Pedagangan Muhammad Lutfi mengakui keputusan pemerintah menentukan Harga Eceran Tertinggi (HET) minyak goreng membuat pasokan surut, bahkan langka.
Pasalnya, HET minyak goreng melawan mekanisme pasar, di saat harga minyak sawit mentah atau CPO internasional sangat tinggi.
BACA JUGA: Mendag: Kebijakan HET Minyak Goreng Selesai Hari Ini
Kebijakan domestic price obligation (DPO) di mana harga CPO dipatok Rp 9.300 per kilogram dan RBD olein Rp 10.300 per kilogram, sementara harga internasional tembus lebih dari Rp 15 ribu per kilogram.
Lebih lanjut, Mendag menjelaskan perbedaan antara minyak disediakan dengan harga CPO internasional terjadi disparitas atau perbedaan yang sangat tinggi.
BACA JUGA: PP Hikmahbudhi Dorong DPR Segera Bentuk Pansus Minyak Goreng
Disparitas itu menyebabkan banyaknya kecurangan.
"Ini mesti diberantas mafianya, ada orang-orang yang mengambil keuntungan dari sini kita akan sikat bersama, saya sudah kerjasama dengan Kapolri," tegas Mendag.
BACA JUGA: Mendag: Bukan Menghindar, Saya Akan Datang dengan Setulus Hati
Oleh karena itu, pemerintah menghapus domestic market obligation atau DMO, semua akan menggunakan mekanisme pasar.
Namun, di sisi lain penurunan harga akan dikerjakan melalui subsidi dari BPD PKS, jadi dengan begitu disparitas harga tidak terlalu tinggi dan barang seharusnya sudah melimpah.
"Kemarin kami gak pakai BPD PKS pakainya DMO, karena harganya jauh sekali sehingga menyebabkan penyimpangan-penyimpangan harga," kata Mendag.
Dengan demikian, BPD PKS akan mendapatkan uang dari tambahan bea keluar atau pungutan ekspor.
"Kalau dulu hitungan bea keluar jumlahnya USD 250 sekarang ini di tambah lagi USD 300 jadi USD 675 dengan begitu BPDPKS akan mempunyai uang yang cukup untuk memastikan pemerintah hadir dengan harga Rp 14 ribu," tutup Mendag.(mcr28/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Persiapan Ramadan, Mendag Sidak ke Pasar Senen, Hasilnya Mengejutkan
Redaktur : Elvi Robia
Reporter : Wenti Ayu