MAKASSAR - Menteri Dalam Negeri, Gamawan Fauzi, menyayangkan tingginya angka pelanggaran yang dilakukan oleh legislator di Indonesia. Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) mencatat, sekitar 3000 legislator memiliki masalah hukum.
Gamawan mengungkapkan, dari 3000-an anggota dewan seluruh Indonesia yang berkasus hukum tersebut, 38 persen di antaranya karena tersandung dugaan korupsi. Selain itu, sejumlah kepala daerah juga bermasalah sama, seperti kepala daerah di Subang, Lampung, Bekasi, Bengkulu, Padang Lawak, serta beberapa lainnya.
"Inilah yang ingin kita selalu perbaiki dalam otonomi daerah ini. Sebanyak 3000 anggota dewan bermasalah hukum. Di Kemendagri, semua ada datanya, bahkan warna benderanya (partai, red)," ujar Gamawan saat bertandang ke Harian FAJAR (JPNN Group), Selasa (24/4).
Persoalan otoda, lanjut Gamawan, memang harus terus diperbaiki dan disempurnakan. Menurutnya, pemberlakuan otoda praktis membawa implikasi yang cukup signifikan. Terjadi perubahan yang sangat tajam, utamanya dalam relasi pemerintahan antara pusat dengan daerah. Demikian halnya pola penyelenggaraan demokrasi di daerah, mengalami perubahan, misalnya dalam pemilihan kepala daerah dulunya dilakukan melalui perwakilan, namun kini secara langsung oleh rakyat.
"Daerah sudah diberikan kewenangan besar untuk melaksanakan pemerintahan. Tetapi pertanyaannya, apakah itu membawa dampak peningkatan kesejahteraan bagi masyarakat," imbuh mantan Gubernur Sumatera Barat ini.
Sebagai mantan kepala daerah,lanjutnya, ia bahkan telah merasakan kepemimpinan lima presiden di Indonesia, yakni mulai dari Presiden Suharto, BJ Habibie, Gusdur, Megawati, dan SBY. Di setiap pemerintahan itu, sistem yang dijalankan relatif berbeda, utamanya ketika dibandingkan antara Orde Baru dengan Reformasi.
Ia mengungkapkan, dibandingkan pada masa kini, otonomi daerah pada masa Orde Baru sangat sulit untuk diwujudkan. Oleh karena itu, ketika memasuki reformasi, perubahan pun terjadi. Karena otonomi daerah ini masih harus terus diupayakan untuk menyejahterakan rakyat, urai Gamawan, maka pembinaan ke daerah-daerah juga mesti terus diupayakan oleh Kemendagri. "Kita terus melakukan pembinaan dan pemberdayaan di daerah," katanya.
Otonomi daerah, lanjut Gamawan, juga jangan diartikan persamaan semua fasilitas yang dimiliki unsur muspida daerah, terutama antara Ketua DPRD kabupaten/kota dengan bupati dan walikota atau Ketua DPRD dengan gubernur. Jangan sampai, kata dia, jika gubernur atau bupati memiliki mobil dinas tipe tertentu, lalu Ketua DPRD juga menginginkan tipe yang sama. Hal ini, tandasnya, bukan persoalan yang substansial dalam otonomi daerah. "Perlu ada check and balance," katanya.
Gamawan juga sempat menjawab pertanyaan wartawan terkait posisi mantan Wali Kota Parepare yang juga berkasus hukum. Hanya saja menurutnya, Kemendagri belum menerima salinan keputusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap (incraht). Makanya, kata dia, hal ini baru mau dipertanyakan ke MA. Langkah bersurat ke MA akan dilakukan Kemendagri. "Kalau sudah berkekuatan hukum tetap baru kita buatkan SK pemberhentian. Saya tidak bisa buat SK berdasarkan berita," katanya.
Terkait dengan posisi siapa yang akan menjabat Sekretaris Kota Makassar pengganti Anis Kama, Gamawan mengaku hal itu masih dalam proses. Ia mengatakan, baperjakat masih melakukan evaluasi. Hasil penialaian baperjakat inilah yang selanjutnya akan menjadi acuan dalam penentuan siapa yang akan menjadi Sekkot Makassar.
Sebelum memulai pembahasannya, Gamawan juga memuji FAJAR Grup. Menurutnya, perkembangan media di Sulsel, jauh lebih pesat dibandingkan daerah-daerah lain di Tanah Air. Khusus di Sulsel, katanya, Harian FAJAR merupakan media yang paling berpengaruh dan berkembang. "Kemajuan koran dan media FAJAR jauh lebih meningkat dibanding daerah lain," katanya.
Sementara itu Direktur Utama PT Media Fajar, H Syamsu Nur, menjelaskan bahwa jaringan Fajar bernaung di bawah bendera Jawa Pos Gorup. Fajar Grup juga memiliki beberapa media yang tersebar di beberapa kabupaten/kota dan provinsi di Indonesia. Ia juga membeberkan bahwa selama tiga tahun terakhir ini, melalui The Fajar Institute of Pro Otonomi (FIPO) memberikan award kepada pemerintah daerah di Sulsel yakni kabupaten/kota yang dianggap berhasil.
Hanya saja, kata dia, semangat otonomi daerah menjadi berkurang saat menjelang pemilukada. Inovasi-inovasi daerah menjadi berkurang. Apalagi jika bupati dan wakil bupatinya ikut dalam pemilukada tersebut.
Kunjungan Gamawan ini selain diterima Direktur Utama PT Media Fajar, H Syamsu Nur, juga hadir Pempimpin Redaksi Harian FAJAR, Sukriansyah S Latief, Komisaris PT Media Fajar, Syaifuddin Makka, Direktur Pemasaran PT Media Fajar, Sahel Abdullah, Direktur The Fajar Institute of Pro Otonomi (FIPO), Basri, serta beberapa petinggi redaksi lainnnya. Gamawan juga didampingi oleh Sekprov Sulsel, Andi Muallim dan Dirjen Kesbangpol dan Kapuspen Kemendagri, Tanri Bali Lamo dan Reydonnyar Moenek. (zuk)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Inafis Dicurigai jadi Lahan Bisnis Polisi
Redaktur : Tim Redaksi