Mendagri Ingin Bisa Copot Kepala Daerah

Bila Terbukti Berbuat Amoral, Asusila, dan Tercela

Sabtu, 08 Desember 2012 – 07:08 WIB
JAKARTA - Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) mengusulkan kepada presiden agar diberi kewenangan memecat langsung kepada daerah bermasalah. Khususnya yang terbukti melakukan tindakan asusila, amoral, dan perbuatan tercela. Usul tersebut masuk draf  revisi UU No 34 Tahun 2004 tentang Pemda.

Sesuai dengan UU No 34, saat ini kewenangan memberhentikan kepala daerah bermasalah sepenuhnya berada di tangan DPRD. Kapuspen Kemendagri Reydonnyzar Moenek mengatakan, era desentralisasi membuat pemerintah pusat sering kehilangan kontrol terhadap pemda.

Mendagri sebagai wakil pemerintah pusat tidak memiliki kewenangan, instrumen, dan perangkat untuk menertibkan kepala daerah yang telah terbukti bersalah.

"Kalau dimungkinkan, mengapa tidak. Ini proses untuk mendisiplinkan sekaligus menata kembali otonomi daerah. Jangan karena dipilih langsung merasa bisa berbuat sesuka hati. Ada derajat akuntabilitas dan aspek keadilan masyarakat yang harus dijaga," kata Reydonnyzar setelah diskusi Bila Pejabat Publik Melanggar Hukum dan Etika di gedung parlemen kemarin (7/12).

Agar tafsir tidak melebar, Reydonnyzar mengatakan bahwa nanti dirumuskan aturan tentang batasan tindakan asusila, amoral, dan perubatan tercela. "Pemerintah wajib menjaga etik dan norma pejabat dalam pemerintahan," tegasnya.

Reydonnyzar mencontohkan persoalan yang muncul antara Bupati Garut Aceng H.M. Fikri dan Fani Oktora. Mendagri tidak bisa berbuat banyak selain menunggu proses yang berjalan di DPRD. Mendagri hanya bisa meminta komitmen moral dari fraksi-fraksi di DPRD Garut selaku perpanjangan tangan parpol. "Mendagri sendiri tentu bilang apa perangkat saya untuk menghukum yang bersangkutan (Aceng, Red)?" kata pria kelahiran Padang, 14 November 1960, itu.

Dalam persoalan Aceng dengan Fani, keduanya memang sudah menempuh islah. Tapi, Kemendagri berpendirian islah dan permintaan maaf Aceng itu tidak membuat proses politik dan hukum terhadap dia selesai. Secara politik, Kemendagri tetap memandang ada potensi pelanggaran UU No 32/2004, PP No 6/2005 tentang Pemilihan, Pengesahan Pengangkatan, dan Pemberhentian Kepala Daerah, serta UU No 1/1974 tentang Perkawinan.

Aceng yang melakukan nikah siri dengan Fani dianggap melanggar hukum karena tidak mencatatkan pernikahannya. Padahal, seorang kepala daerah seharusnya menaati hukum. "Dapatkah yang bersangkutan (Aceng) dianggap melanggar sumpah dan janji jabatan, kami kembalikan kepada DPRD," ungkapnya.

Sebelum islah, Fani melaporkan Aceng ke Mabes Polri. Tapi, perkara yang dilaporkan hanya terkait pencemaran nama baik, perbuatan tidak menyenangkan, dan penipuan. Bila laporan itu dicabut oleh pihak pelapor, kasus tersebut akan dianggap selesai.

Direktur Eksekutif Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) Robert Endi Jaweng menegaskan, kasus Fani tergolong kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). Hal itu diatur dalam UU No 23/2004 tentang Penghapusan KDRT. "Jadi sifatnya bukan delik aduan. Polisi yang harus aktif. Ini perintah hukum," katanya.

Secara terpisah, anggota Komisi II DPR Arif Wibowo menolak usul Kemendagri. Selain berpotensi terjadi bias tafsir, nuansa yang muncul sangat kental dengan resentralisasi. "Berlebihan karena bisa menimbulkan bias politik. Pemerintah seharusnya mengurusi ranah publik, bukan privat," kata politikus PDIP itu.

Dia menambahkan, ukuran tindakan asusila, amoral, dan perubatan tercela sangat luas. "Misalnya, satu waktu bupati atau wali kota datang ke tempat karaoke. Di situ cuma menyanyi saja, apakah itu tindakan tercela. Sulit memberikan ukurannya," ujar Arif.

Setiap kasus yang muncul, lanjut Arif, harus melalui proses di pengadilan. Dalam konteks demokrasi dengan pilkada langsung, DPRD sebagai wakil rakyat juga harus diberi wewenang untuk memutuskan. "Apakah suatu tindakan dianggap DPRD tercela atau tidak," katanya. "Kepala daerah itu juga bisa dihukum masyarakat dengan tidak dipilih lagi," imbuh Arif. (pri/c4/agm)


BACA ARTIKEL LAINNYA... Prestasi Olahraga Jeblok, Menpora Baru Harus Siapkan Strategi

Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler