jpnn.com - MENTERI Dalam Negeri Tjahjo Kumolo mengatakan, dalam pelaksanaan desentralisasi penataan daerah bertujuan untuk mewujudkan efektivitas peneyelenggaraan pemerintahan daerah, mempercepat peningkatan kesejahteraan masyarakat, mempercepat peningkatan kualitas pelayanan publik, meningkatkan kualitas tata kelola pemerintahan, meningkatkan daya saing nasional dan daerah.
”Dan memelihara keunikan adat istiadat, tradisi dan budaya daerah,” papar Menteri Dalam Negeri (Mendari) Tjahjo Kumolo pada Rapat Kerja dengan Komite I DPD RI, di Jakarta, belum lama ini.
BACA JUGA: Demo di Sidang Perdana Uji UU Pilkada: Tolak APBD buat Kampanye
Mendagri menjelaskan, penataan daerah bisa berupa pembentukan daerah dan penyesuaian daerah. Pembentukan daerah pada dasarnya dimaksudkan untuk meningkatkan pelayanan publik guna mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat. ”Di samping sebagai sarana pendidikan politik di tingkat lokal,” tambah Mendagri.
Meskipun demikian, kata Mendagri, pembentukan daerah harus mempertimbangkan berbagai faktor seperti kemampuan ekonomi, potensi daerah, luas wilayah, kependudukan, dan pertimbangan dari aspek sosial politik, sosial budaya, pertahanan, dan keamanan. ”Serta pertimbangan dan syarat lain yang memungkinkan daerah dapat menyelenggarakan dan mewujudkan tujuan dibentuknya daerah,” urai Mendagri.
BACA JUGA: Sebelum Bubarkan KPK, Lihat Dulu Survei Ini
Lebih lanjut Mendagri memaparkan, sejak Tahun 1999 hingga 2009 telah dibentuk 205 Daerah Otonom Baru (DOB), meningkat 63% dalam kurun waktu 10 tahun. Kemudian, pada tahun 2012-2014 bertambah lagi 18 DOB (usul inisiatif DPR RI), sehingga daerah otonom saat ini berjumlah 542 terdiri atas 34 provinsi, 415 kabupaten dan 93 kota. ”Sejak tahun 2009, Pemerintah telah menerapkan kebijakan moratorium terhadap pembentukan Daerah Otonom Baru (DOB),” ujar Mendagri.
Selain itu, papar Mendagri, pemerintah juga telah melakukan evaluasi DOB dengan membagi menjadi 2 (dua) jenis evaluasi yakni: evaluasi terhadap DOB yang berusia 0 s/d 3 tahun dan evaluasi terhadap DOB yang berusia lebih dari 5 tahun.
BACA JUGA: Kompleks Parlemen Siapkan Peraturan Pengamanan Baru
Untuk DOB yang berusia 0 s/d 3 tahun maupun yang bersifat lanjutan yang berusia 4 s/d 5 tahun, utamanya dinilai dari aspek perkembangan penyelenggaraan pemerintahan, yaitu: aspek pembentukan organisasi perangkat daerah, pengisian personil, pengisian keanggotaan DPRD, penyelenggaraan urusan wajib dan pilihan, pembiayaan, pengalihan aset, peralatan dan dokumen, pelaksanaan penetapan batas wilayah, penyediaan sarana dan prasarana pemerintahan, penyiapan rencana umum tata ruang wilayah. ”Dan pemindahan ibukota bagi daerah yang ibukotanya dipindahkan,” ujar Mendagri.
Mendagri menambahkan, berdasarkan penilaian 10 aspek baik pada 15 DOB maupun 57 DOB yang berusia 3 sampai dengan 5 tahun secara umum menunjukkan adanya kemajuan dan peningkatan.
Namun, kata Mendagri, masih terdapat provinsi dan kabupaten induk yang belum menyelesaikan kewajibannya, yakni pengalihan personil, pengalihan aset dan dokumen serta dana hibah kepada DOB.
Permasalahan lainnya, ungkap Mendagri, yaitu belum terselesaikannya penetapan batas wilayah di lapangan antara DOB dengan kabupaten induk serta dengan kabupaten/provinsi di sekitarnya, dan Perda tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW).
Terakhir, ujar Mendagri, masih terdapat permasalahan mengenai penetapan/pemindahan/perubahan di 7 DOB, yaitu Kabupaten Buton Utara, Kabupaten Maybrat, Kabupaten Tambraw, Kabupaten Bolaang Mongondow Selatan, Kabupaten Bandung Barat, Kabupaten Sabu Raijua, dan Kabupaten Deiyai. ”Khusus pengisian kepala daerah definitif pada 15 DOB akan dilakukan melalui Pilkada Serentak pada tahun 2015,” tandas Mendagri.
Sementara itu, tambah Mendagri, evaluasi terhadap DOB yang berusia lebih dari 5 tahun lebih difokuskan pada aspek tata kelola pemerintahan yang baik, pelayanan publik, daya saing daerah, dan kesejahteraan rakyat.
Berdasarkan hasil evaluasi, Mendagri menyimpulkan bahwa tingkat kesejahteraan rakyat dan kinerja tata pemerintahan yang baik pada umumnya perlu ditingkatkan. ”Kinerja DOHP dalam memberikan layanan publik masih jauh dari harapan ideal. Dan kinerja daya saing DOHP belum memenuhi harapan,” jelas Mendagri.
Lebih lanjut, Mendagri menambahkan, pada tahun 2013 terdapat 2 kali usulan DOB. Pertama, 65 RUU DOB merupakan usul inisiatif DPR-RI, yang terdiri dari usulan pembentukan 8 provinsi, 50 kabupaten, dan 7 kota. Usulan 65 RUU DOB telah dibahas dalam Raker DPR RI dengan Pemerintah dan DPD RI.
Pemerintah telah melakukan kajian dan verifikasi terhadap 65 usulan pembentukan DOB berdasarkan Peraturan Pemerintah No 78 Tahun 2007 tentang Tata Cara Pembentukan, Penghapusan dan Penggabungan Daerah.
”Pada sidang paripurna DPR RI tanggal 29 September 2014, DPR RI menyatakan menunda pengambilan keputusan terhadap 65 usulan DOB dan diserahkan pengambilan keputusannya kepada Pemerintahan dan DPR RI periode 2014-2019,” papar Mendagri.
Dengan mempertimbangkan hasil evaluasi terhadap DOB hasil pemekaran, di mana kebanyakan daerah otonom baru tidak sepenuhnya bisa langsung menyelenggarakan fungsi-fungsi pemerintahan dan pembangunannya secara baik, bahkan beberapa di antaranya masih menyisakan permasalahan yang belum terselesaikan, Mendagri menyatakan, terhadap usulan 65 RUU tentang Pembentukan DOB, alternatif kebijakan yang dapat ditempuh yakni: pembahasan dapat dilakukan apabila semua persyaratan administrasi dan prosedur pembentukan daerah disesuaikan dengan ketentuan UU No. 23 Tahun 2014.
Namun demikian, kata Mendagri, perlu dilakukan kajian dan pembahasan yang lebih mendalam terkait kapasitas daerah dan melalui proses yang lebih selektif disesuaikan dengan kemampuan keuangan negara untuk menentukan daerah mana saja yang dapat dibentuk menjadi daerah persiapan.
Pembahasan untuk mengambil keputusan tergantung kesepakatan antara DPR-RI dengan Pemerintah dan DPD-RI terkait dengan penentuan daerah mana saja yang akan ditetapkan menjadi daerah persiapan sesuai ketentuan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014.
Kedua, 22 RUU DOB merupakan usul inisiatif DPR RI, terdiri dari usulan pembentukan 1 provinsi, 19 kabupaten, dan 2 kota. Mengingat usulan tersebut belum pernah secara khusus dibahas dalam Rapat Kerja DPR-RI dengan pemerintah dan DPD-RI, ujar Mendagri, maka pembahasannya dapat dilakukan apabila persyaratan dan prosedur disesuaikan dengan ketentuan UU No. 23 Tahun 2014 dan dilaksanakan setelah pembahasan 65 RUU tentang Pembentukan DOB diselesaikan.
”Namun demikian Pemerintah dapat memprioritaskan pembentukan DOB tertentu yang terdapat pada usulan 22 RUU DOB apabila termasuk kepentingan strategis nasional,” ujar Mendagri.
Adapun kebijakan penataan daerah berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 adalah sebagai berikut: a) Penataan daerah terdiri atas pembentukan daerah dan penyesuaian daerah; b) Pembentukan daerah berupa pemekaran daerah dan penggabungan daerah. Pembentukan daerah mencakup pembentukan daerah provinsi dan pembentukan daerah kabupaten/kota; c) Pemekaran daerah dilakukan melalui tahapan daerah persiapan provinsi atau daerah persiapan kabupaten/kota selama 3 tahun; d) Pembentukan daerah persiapan harus memenuhi persyaratan: (1) persyaratan dasar yang meliputi persyaratan dasar kewilayahan dan persyaratan dasar kapasitas daerah dan (2) persyaratan administrasi; e) Pembentukan daerah dan penyesuaian daerah dapat dilakukan berdasarkan pertimbangan kepentingan strategis nasional; dan f) Pemekaran daerah baru harus mengacu desain besar strategi penataan daerah.
Desain besar penataan daerah disusun oleh Pemerintah dan ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. (Puspen Kemendagri/sam/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Survei: Gara-gara Jurus Kepret, Rizal Ramli Disukai Publik
Redaktur : Tim Redaksi