“Kami melihat, terjadinya kasus kertas soal bukanlah semata-mata permasalahan teknis, tetapi juga menyangkut masalah manajemen, birokrasi dan kinerja aparatur kemendikbud. Untuk lakukan segera evaluasi menyeluruh,” kata Hendry Harmen, di Jakarta, Kamis (18/4).
Evaluasi lanjut Hendry, bukan untuk mencari kesalahan, tetapi untuk membuat sistem manajemen penyelenggaraan pendidikan lebih baik lagi.
Selain itu, IA ITB juga memandang perlu dilakukan dialog nasional antara pemerintah, pihak sekolah, praktisi pendidikan, wakil rakyat, pelajar, organisasi pemerhati pendidikan untuk mengaji kembali kebijakan penyelenggaraan UN di tanah air.
Para alumni ITB di DKI Jakarta, menurut Hendry, menemukan fakta bahwa pemerintah gagal dalam menyediakan kertas soal UN. Kegagalan tersebut mulai dari ketersediaan kertas soal yang tidak tepat waktu, kesalahan distribusi, tertukarnya jenis soal, dan kualitas kertasnya yang buruk.
“Karena itu kami menyebut, kisruh dan kegagalan UN serentak di Tanah Air ini sebagai 'Tragedi Kertas Soal’,“ tegas Hendry.
Padahal ujar Hendry, salah satu tugas negara yang tertuang dalam Pembukaan UUD 1945 adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Untuk mencapai tugas tersebut, segenap komponen bangsa telah sepakat untuk memprioritaskan pengembangan pendidikan dengan mengalokasikan 20 persen dana APBN di bidang pendidikan.
Seyogyanya, kata dia, dengan dukungan tersebut kita berharap dunia pendidikan di tanah air semakin maju, menghasilkan manusia-manusia Indonesia yang berkarakter dan tangguh.
Dengan dukungan dana tersebut juga diharapkan manajemen penyelenggaraan pendidikan nasional semakin baik dan bermutu.
“Tetapi dalam beberapa hari ini kita dikagetkan dengan berita-berita seputar kekacauan pelaksanaan Ujian Nasional,” ungkap Hendry. (fas/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Mendikbud: Kalau Tak Ujian, Mau Lulus Pakai Apa?
Redaktur : Tim Redaksi