Mendikbud Ingin KIP tak Hanya untuk Anak Miskin

Sabtu, 30 Juli 2016 – 00:55 WIB
Siswa SD. Foto: Doni K/dok.JPNN.com

jpnn.com - JAKARTA – Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendy menargetkan urusan program kartu Indonesia pintar (KIP) beres tiga bulan mendatang. Ganjalan utama adalah masalah hukum peruntukan uang di KIP.

Informasi dari Kemendikbud menyebutkan ada 12 juta KIP belum bisa dicairkan sampai sekarang. Sebab ada masalah sumber data. Yakni antara data anak miskin yang dipunyai Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) dan data pokok pendidikan (Dapodik) milik Kemendikbud.

BACA JUGA: Ternyata SMA/SMK Negeri pun Krisis Siswa Baru

Muhadjir menjanjikan akan mengebut pembuatan payung hukum dan sinkronisasi data tersebut. Dia menjelaskan payung hukum itu diantaranya adalah untuk kejelasan pemanfaatan uang di dalam KIP itu. 

’’Distribusi kartunya itu tidak utama. Yang utama adalah penggunaan uangnya,’’ katanya usai salat Jumat di kantor Kemendikbud kemarin.

BACA JUGA: 9 Ribu Guru Honorer Bakal Diseleksi

Mantan rektor Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) itu menjelaskan pemanfaatan uang KIP itu adalah pokoknya habis atau harus dibelanjakan untuk keperluan sekolah. 

Masalah ini yang harus dituntaskan Kemendikbud dan kementerian terkait lain. Supaya penyaluran dan pemanfaatan dana di KIP tidak berujung masalah hukum.

BACA JUGA: Sebelum Timba Ilmu, Penerima Beasiswa LPDP Hibur 300 Anak

Sementara untuk sumber data Muhadjir menuturkan perlu sinkronisasi. Dia mengatakan data yang di Kemendikbud adalah anak miskin yang bersekolah. Sementara data di TNP2K adalah data anak miskin di seluruh Indonesia.

Ke depan Muhadjir ingin kartu itu tidak hanya untuk anak miskin. Tetapi semua anak. Berbekal kartu itu, anak bisa belajar menabung sejak usia dini. Bagi anak miskin, saldo KIP diisi negara. Sementara bagi siswa mampu dan kaya, saldo KIP diisi orangtua masing-masing.

Dengan kartu itu bisa mencegah potensi penguapan uang pendidikan. Mulai dari uang belanja buku, uang bayar SPP, dan uang-uang pendidikan lainnya. Muhadjir meyakini transaksi nontunai bisa menekan potensi penguapan.

Pengamat pendidikan Indra Charismiadji menduga pertimbangan utama Presiden Joko Widodo memberhentikan Anies Baswedan adalah masalah penyaluran KIP itu.

Gerakan-gerakan yang selama ini popular di masa Anies Baswedan baginya baik. Tetapi aneka gerakan itu tidak menyerap anggaran Kemendikbud. Sementara ukuran kinerja pemerintah adalah serapan anggaran.

Dia mengatakan sebagai janji politik, penyaluran dan penggunaan KIP sama sekali tidak terdengar gaungnya. Indra berharap secepatnya urusan KIP ini bisa terealisasi dengan baik. ’’Perkara satu dua kartu salah sasaran itu biasa. Yang penting terus dievaluasi,’’ jelas dia. 

Indra sudah mengamati semangat Jokowi terkait KIP ini sejak jadi gubernur DKI Jakarta. Saat menjadi Gubernur, Jokowi memiliki program Kartu Jakarta Pintar (KJP). Saat itu di dinas pendidikan Jakarta tidak ada anggaran khusus untuk KJP. 

Namun dengan kebijakan birokrasi yang cepat, akhirnya Jokowi sebagai Gubernur tetap bisa menyalurkan KJP dengan baik. (wan)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Mendikbud Baru Diharapkan Belajar dari Kegagalan Anies


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler