Mendikbud: Jangan Takut Masuk RSBI

Senin, 11 Juni 2012 – 05:50 WIB

JAKARTA - Sebentar lagi musim pendaftaran sekolah dimulai. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) menganalisa jika sekolah berlabel RSBI (rintisan sekolah berstandar internasional) tetap jadi rebutan. Tapi muncul kecenderungan, siswa miskin berprestasi masih takut masuk RSBI karena berbandrol mahal.
 
Ketakutan ini lumrah. Wali siswa dari keluarga pas-pasan banyak yang takut tidak sanggup membiayai anaknya jika sekolah di RSBI. Di satu sisi, mereka ingin mendapatkan pendidikan berkualitas karena anak mereka berprestasi.
 
Rata-rata, uang masuk RSBI mulai dari jenjang SD, SMP, hingga SMA sederajat bervariasi. Mulai di bawah Rp 10 juta hingga belasan juta rupiah per siswa. Belum lagi jika ada RSBI nakal yang membuka sistem tawar-menawar. Mereka meloloskan siswa tertentu asalkan bisa membayar lebih tinggi ketimbang siswa lain.
 
Menanggapi potensi ketakutan wali siswa tadi, Mendikbud Mohammad Nuh saat dihubungi, Minggu (10/6) mengaku kecewa. Menurutnya, masyarakat dari kalangan ekonomi sedang hingga bawah tidak perlu takut untuk mendaftarkan anak mereka ke RSBI. "Apalagi jika anak mereka mampu secara akademik atau berprestasi, silahkan masuk RSBI" kata menteri asal Surabaya itu.
 
Nuh menerima kabar jika ada organisasi guru di Jakarta yang mengeluarkan hasil survei, bahwa semakin banyak orangtua siswa yang takut mendaftarkan anaknya masuk sekolah RSBI gara-gara biayanya selangit.  Mantan rektor ITS itu mengingatkan, alokasi bangku 20 persen dari seluruh pagu di sebuah sekolah RSBI masih diperuntukkan untuk siswa miskin berprestasi.
 
Menurut Nuh, kebijakan pengalokasian bangku 20 persen untuk siswa miskin berprestasi itu masih tetap dijalankan. Bahkan tahun ini diperketat. Sebab, evaluasi tahun lalu banyak sekolah RSBI yang ogah-ogahan mengalokasikan 20 persen kuota siswa baru mereka untuk siswa miskin berprestasi. Alasannya mereka klasik, yaitu kesulitan mencari siswa miskin berprestasi.
 
Dengan tegas mantan Menkominfo itu menuturkan, tahun ajaran baru nanti tidak boleh lagi ada laporan kuota kursi siswa miskin berprestasi di RSBI yang tidak terpakai. Apalagi jika alasannya masih soal kesulitan mencari siswa miskin berprestasi. "Apaya sulis mencari yang miskin, pintar, dan berminat masuk RSBI," katanya. Jangan sampai muncul dugaan kursi untuk siswa miskin itu diambil oleh anak dari keluarga berduit.
 
Untuk urusan mencari siswa miskin berprestasi sehingga bisa menutup alokasi 20 persen itu, Nuh memiliki beragam cara. Diantara yang paling efektif adalah menggunakan model keberlanjutan. Maksudnya, guru-guru di sekolah bisa menyalurkan siswa mereka yang miski ke jenjang pendidikan lebih lanjut.
 
Dia mencontohkan, guru di SD sudah memiliki daftar nama-nama siswa mereka yang berprestasi tapi miskin. Nah, melalui jaringan MGMP (Musyawarah Guru Mata Pelajara) atau jaringan organisasi guru lainnya, guru ini tentu memiliki relasi guru lain yang mengajar di sekolah berlabel RSBI. Melalui relasi ini, guru SD tadi boleh menitipkan siswanya yang miskin itu masuk SMP RSBI.
 
"Begitu pula untuk jenjang SMP," katanya. Nuh mencontohkan, ada guru di SMPN 6 Surabaya yang sudah memiliki daftar siswa-siswa mereka yang kurang mampu tapi berprestasi. Siswa-siswa yang sudah masuk daftar tadi, boleh disalurkan langsung ke SMAN berlabel RSBI.
 
Nuh mengingatkan, cara titip-titipan ini harus dijalankan dengan benar. Guru yang menitipkan siswa miskin mereka, tidak boleh memungut biaya ke pada orangtua. Selain itu, ketika menitipkan guru juga tidak boleh mengancam-ancam sekolah RSBI yang menjadi rujukan.
 
Cara berikutnya adalah, masyarakat secara umum seperti LSM atau bahkan media boleh mendata sekolah-sekolah RSBI yang masih minim menyerap siswa miskin berperstasi. Setelah mendapatkan data tersebut, mereka boleh ikut membantu mencarikan siswa miskin berpretasi untuk dimasukkan ke dalam RSBI.
 
"Dari pada selama ini LSM cuma teriak-teriak atau mengkritit, lebih baik seperti ini," katanya. Dia juga meminta sekolah RSBI tidak menutup diri jika ada LSM atau masyarakat lain yang menitipkan siswa miskin berprestasi.
 
Cara ini boleh dilakukan asalkan kuota siswa misikin berprestasi di sebuah RSBI benar-benar masih lowong. Dan pihak sekolah juga berhak untuk menjalankan tes akademik bagi siswa miskin berprestasi yang diusulkan masyarakat.
 
Dengan model ini, sekolah berlabel RSBI tidak sendirian mencari siswa berprestasi tetapi miskin. Tetapi dengan memanfaatkan jaringan organisasi atau perkumpulan guru-guru, bisa mempermudah berburu siswa miskin berprestasi. Melalu cara ini, dia berharap pada tahun ajaran 2012-2013 kuota siswa miskin di sekolah berlabel RSBI bisa terserap optimal dan tepat sasaran. (wan)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Lembaga Akreditasi PT Dibentuk di Sejumlah Daerah


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler