jpnn.com - JAKARTA - Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Anies Baswedan menunda pelaksanaan Kurikulum 2013 (K-13) lalu beralih ke Kurikulum 2006 (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan/KTSP) mendapat respons beragam. Banyak daerah yang ngeyel tetap menjalankan K-13.
Dari tanggapan yang beragam itu, Mendikbud Anies Baswedan mengirimkan surat penghentian implementasi K-13 kali kedua. Bedanya jika pada surat pertama dulu ditujukan ke kepala sekolah, sedangkan surat kedua ini ditujukan ke kepala dinas pendidikan kabupaten/kota.
BACA JUGA: Dipertegas Sejak Tes SNM PTN, Mau jadi Dokter atau Dosen
Harapannya, dinas pendidikan kabupaten dan kota bisa mengkoordinasikan jajaran sekolah di wilayahnya masing-masing. Supaya sekolah-sekolah bisa menuruti keputusan penghentian K-13. Jajaran Kemendikbud akan mengevaluasi "keampuhan" surat kedua itu.
Direktur Pembinaan SMP Ditjen Pendidikan Menengah (Dikmen) Kemendikbud Didik Suhardi menuturkan, memang benar banyak sekolah di daerah-daerah yang tetap menjalankan K-13. Sekolah-sekolah itu ogah kembali menerapkan KTSP dengan beberapa alasan.
BACA JUGA: Panitia Siap Publikasikan Kisi-Kisi Soal Tes Masuk PTN
"Umumnya mereka menetapkan melanjutkan K-13 karena merasa sudah siap," jelas Didik di kompleks DPR, Rabu (21/1). Dia mengatakan salah satu kesiapan dari sekolah adalah buku-buku pembelajaran berbasis K-13 sudah sampai di sekolah.
Didik menjelaskan, sah-sah saja sekolah yang sudah siap untuk tetap menjalankan K-13. Tetapi tidak bisa serta merta memutuskan di internal sekolah sendiri-sendiri.
BACA JUGA: Unas, Soal Sulit Jumlahnya 10 Persen
Sekolah yang tetap menjalankan K-13 harus mendapatkan izin dari Kemendikbud. Setahu Didik, sampai saat ini Mendikbud Anies Baswedan belum mengeluarkan surat persetujuan sekolah di luar sasaran untuk menerapkan K-13.
Seperti diketahui, pemerintah menetapkan sasaran implementasi K-13 hanya di 6.221 unit sekolah. Sementara sekolah lainnya, kembali menjalankan KTSP. Aturan ini berlaku pada Januari ini, tepatnya saat dimulainya semester genap tahun pelajaran 2014/2015.
Didik menjelaskan, di lapangan banyak sekali faktor yang membuat sekolah tetap melanjutkan implementasi K-13. Di antaranya adalah sudah adanya buku pelajaran K-13 di sekolah-sekolah.
Jika buku itu tidak digunakan, kepala sekolah bisa diperiksa aparat penegak hukum terkait pemborosan anggaran negara. "Kepala sekolah tentu takut jika sampai diperiksa kejaksaan," ungkap Didik.
Dengan ketakutan itu, pihak kepala sekolah memilih cara aman. Yakni tetap menggunakan buku-buku K-13 yang sudah telanjur dipesan dan sampai di sekolah.
Namun, jika ada keputusan dari dinas pendidikan kabupaten/kota bahwa semua sekolah harus kembali ke KTSP, kepala sekolah tidak perlu takut untuk mengikutinya. Sebab, keputusan kembali ke KTSP dan menyimpan buku-buku K-13 sudah ada rujukan kebijakan dari dinas pendidikan setempat. (wan/end)
BACA ARTIKEL LAINNYA... PTN Senang tak Dilibatkan di Kepanitiaan Unas
Redaktur : Tim Redaksi