Mendikbud Tidak Ingin Sekolah jadi Satu-satunya Sumber Belajar

Rabu, 02 Agustus 2017 – 08:16 WIB
Siswa dijemput orang tuanya. Ilustrasi Foto: dok.JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menggeber sosialisasi program penguatan pendidikan karakter (PPK). Khususnya terkait dengan sekolah lima hari dalam sepekan.

Mendikbud Muhadjir Effendy menegaskan sistem ini tidak dipaksakan untuk seluruh sekolah.

BACA JUGA: Ini Alasan Pemerintah Gencar Gelar Uji Kemahiran Berbahasa Indonesia

Muhadjir mengatakan mendapat amanah dari Presiden Joko Widodo untuk menguatkan pendidikan karakter. Tidak main-main, untuk SD dan SMP porsi pendidikan karakternya 70 persen.

"Ini lumayan signifikan perubahannya. Sehingga keluar gagasan sekolah cukup lima hari saja," kata Muhadjir di Universitas Muhammadiyah Palembang (UMP) kemarin (1/8).

BACA JUGA: Pelajar Indonesia Raih Emas di Kompetisi Matematika Dunia

Dengan sekolah lima hari, maka anak memiliki waktu berkumpul dengan keluarga lebih banyak. Dia menjelaskan keluarga itu adalah salah satu wahana belajar. Muhadjir tidak ingin sekolah menjadi satu-satunya sumber belajar.

Ketika Sabtu dihapus, Muhadjir mengatakan tidak benar sekolah menjadi pulang sore hari. "Hanya bertambah 1 jam 20 menit setiap harinya," kata dia.

BACA JUGA: Adu Debat Dunia di Bali, Dihibur Tarian Barong dan Kecak

Setelah itu siswa boleh pulang kemudian ikut madrasah diniyah. Atau ikut ekstra kurikuler di sekolah.

Muhadjir menegaskan ketika anak pulang ke sekolah, itu juga penting. Dia mencontohkan Wapres Jusuf Kalla menjadi saudagar karena saat kecil dulu sering ikut ayahnya menjaga toko.

Muhadjir juga mengakui, dia menjadi guru karena saat kecil sering ikut ayahnya saat mengajar di sekolah. "Padahal saat kecil saya cita-citanya ingin jadi tentara," kata Mihadjir.

Dia menampik bahwa sekolah lima hari membuat anak yang semula membantu orang tua di rumah, tidak bisa membantu lagi. Karena waktunya habis di sekolah.

Terkait ada orangtua yang tidak bisa mendampingi anaknya sepulang sekolah, sekolah dipersilahkan membuat ekstrakurikuler.

Bahkan Muhadjir juga menganjurkan supaya pesantren tidak seminggu full santrinya di sekolah. "Saya sempat usulkan ke pesantren-pesantren Muhammadiyah juga," katanya.

Supaya pesantren membuka kesempatan dua hari kepada santri untuk bertemu keluarganya. Caranya santri diperbolehkan pulang atau orangtua yang datang ke pondok.

Muhadjir menegaskan keluarga tetap berhak mendidik anaknya. Tidak boleh memasrahkan sepenuhnya pendidikan ke sekolah. "Sekolah itu sifatnya membantu. Pendidikan di keluarga tetap penting," katanya.

Terpisah, Staf Ahli Kemendikbud Bidang Pendidikan Karakter, Arie Budiman mengungkapkan, bahwa ruh utama dari gerakan pendidikan karakter adalah membentuk siswa menjadi 5 karakter utama. Yakni relijius, nasionalis, mandiri, gotong royong, dan integritas.

Kelima karakter tersebut, kata Arief merupakan kristalisasi dari berbagai nilai yang ada pada diri bangsa indonesia.

Dasar kajiannya adalah Pancasila, kearifan lokal bangsa indonesia, serta tantangan yang akan dihadapi oleh generasi selanjutnya. “Tapi itu tidak kaku, masih banyak turunan dari kelima karakter tersebut,” katanya.

Baik Intra Kurikuler, Kokurikuler, Ekstra Kurikuler akan diarahkan sedemikian rupa untuk membentuk 5 karakter.

Sekolah, kata Arie boleh berinovasi untuk mewujudkannya lewat berbagai sumber, bahkan sumber di luar sekolah. “Misalnya mendidik disiplin, muaranya mengerucut pada integritas,” katanya.

Selain 5 karakter, peserta didik juga harus memiliki cara berpikir kritis dan kreatif (critical thinking), skill komunikasi yang baik serta kemampuan berkolaborasi. (wan/tau)

 

BACA ARTIKEL LAINNYA... Mendikbud Janji Tindak Lanjuti Temuan ORI soal PPDB 2017


Redaktur & Reporter : Soetomo

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler