Mending Tim Bentukan Presiden Lakukan ini Daripada Lacak Identitas Bjorka

Rabu, 14 September 2022 – 12:25 WIB
Peretas yang mengatasnamakan diri sebagai Bjorka mengeklaim telah membobol keamanan siber milik Presiden Joko Widodo (Jokowi). Ilustrasi Foto: Antara

jpnn.com - YOGYAKARTA -Pakar Teknologi Informasi Universitas Gadjah Mada (UGM) Ridi Ferdiana menanggapi langkah Presiden Joko Widodo membentuk tim respons darurat, menyusul munculnya kontroversi yang ditimbulkan peretas beridentitas Bjorka.

Ridi menyarankan tim sebaiknya fokus memperkuat keamanan data.

BACA JUGA: Deretan Pejabat yang Datanya Disebar Bjorka, Baca Nomor 1

Tim menurutnya tidak perlu melacak keberadaan Bjorka.

"Bjorka saat ini sudah dipastikan menyebarkan data, tetapi belum tentu 'hacker'-nya yang bersangkutan. Data yang tersebar umum dijual di deep web," ujar Ridi Ferdiana saat dihubungi di Yogyakarta, Rabu (14/9).

BACA JUGA: Dahlan Iskan Mau Menulis soal Bjorka, Begini Jadinya Setelah Menelepon Shinta

Ridi juga menyarankan tim respons darurat sebaiknya fokus menggencarkan edukasi pada masyarakat dan institusi, agar memiliki budaya penyimpanan data secara aman.

Menurut Ridi, sistem perlindungan data tidak selamanya mampu menangkal serangan siber tanpa ada pembaruan seiring pesatnya perkembangan teknologi.

BACA JUGA: Bjorka Shinta

"Sistem perlindungan data di sistem mana pun tidak akan tahan peluru di lekang zaman."

"Artinya, aman kemarin bukan berarti aman hari ini," ucap dosen Departemen Teknik Elektro dan TI Fakultas Teknik UGM ini.

Selain segera mengamankan data, menurut dia, pemerintah perlu segera memberikan prioritas pada ekosistem yang mendukung perilaku dan budaya siber yang aman.

Menurut dia, teror berupa peretasan data bukan hanya perlu diwaspadai oleh pemerintah melainkan juga semua institusi lain termasuk masyarakat dengan tidak mengabaikan keamanan data.

Regulasi yang disusun, kata dia, sebaiknya bukan sekadar bersifat mengancam tetapi juga mengedukasi agar tercipta ekosistem digital yang nyaman untuk berkarya.

"Jangan mengabaikan atau 'denial' (menyangkal) terhadap situasi keamanan data."

"Harus mulai tidak menganggap remeh hal-hal kecil terkait keamanan.

"Sebagai contoh menyebarkan tautan dokumen berupa data pribadi di media sosial, padahal hal tersebut mudah dieksploitasi pelaku-pelaku kejahatan siber," kata dia.

Tim respons darurat dibentuk saat rapat internal yang dipimpin Presiden Joko Widodo di Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (12/9).

Rapat dihadiri Kepala BSSN Hinsa Siburian, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD, serta Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Johnny G. Plate.

Rapat internal digelar selang beberapa hari setelah diduga terjadi kebocoran surat dan dokumen untuk Presiden Jokowi di internet.

Peretas yang mengaku beridentitas Bjorka menyatakan telah meretas korespondensi milik Presiden Jokowi, termasuk surat dari BIN.

Klaim tersebut viral setelah sebuah akun Twitter bernama 'DarkTracer: DarkWeb Criminal Intelligence' mengunggah tangkapan layar dari Bjorka.

Disebut, surat dan dokumen untuk Presiden Indonesia, termasuk surat yang dikirimkan BIN dengan label rahasia, telah bocor. (Antara/jpnn)

Video Terpopuler Hari ini:


Redaktur & Reporter : Kennorton Girsang

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler