Menelan Ludah di Tongkat Bambu Lantai 30 dan 60

Jumat, 25 Mei 2012 – 10:28 WIB

Namanya Menara 101, atau cukup disebut 101, seluruh orang Taiwan sudah familiar! Itulah Gedung Taipei World Financial Center yang tingginya 101 lantai, 508 meter atau 1,667 kaki, dan sudah menjadi ikon Negeri 1001 Warna ini. Jika Anda desainer, arsitek, pemerhati gedung, tidak rugi menjelajahi gedung yang bentuknya mirip tongkat bambu itu.
 
Kecil, ramping, menjulang ke atas, di belantara gedung penyangga langit di Distrik Xinyi, Taipei. Setiap delapan lantai ada sabuknya, naik delapan lantai lagi, ada sabuk lagi, dan seterusnya, seperti pohon bambu yang memiliki sendi-sendi. Mirip juga bangunan pagoda di Jepang, atau menara di kuil-kuil Tiongkok yang menjulang dan tetap beraturan. Kalau Anda ke Taipei belum berkunjung ke gedung tertinggi di dunia dari 2004-2010 itu, ibarat makan rawon tanpa tempe goreng dan telur asin! Nggak seru!

jpnn.com - Bicara tinggi-tinggian, memang rekor 101 itu sudah terpecahkan oleh Burj Al-Khalifa, Dubai, UEA, yang berada satu kompleks dengan Mall of Dubai. Mal yang juga terbesar di dunia, yang di dalamnya ada Sea World dan dancing water lebih besar dari asalnya, Las Vegas, AS. Burj Al-Khalifa itu sendiri gagah berdiri 828 meter, atau 2.717 kaki, dan 162 lantai di tahun 2010. Dubai memang sedang “gila-gilaan” merebut sensasi rekor-rekor terhebat di dunia.

:TERKAIT Tapi, manajemen 101 Tower tidak kalah unik dalam menemukan angle baru, yang membuat gedung itu tetap eksis. Bahkan, di akhir 2010, tercatat jumlah pengunjungnya tembus 10.000.000 orang dari seluruh penjuru dunia. Wow, 101 tetap saja “seksi” dan memikat dunia pariwisata. Apa istimewanya? Sehingga rugi besar jika tak sempat menapaki bangunan yang didesain oleh C.Y. Lee & Partners, dan dibangun konstruksinya oleh KTRT Joint Venture and Samsung C&T tersebut.

Pertama, sepuluh bulan silam, tepatnya di bulan Juli 2011, LEED atau Leadership in Energy and Environmental Design Platinum memberi penghargaan 101 sebagai “The World Tallest Green Building.” LEED adalah lembaga yang memberi sertifikat gedung-gedung tertinggi di dunia, termasuk 101 Tower sebagai tallest in the world tahun 2004.

Green Building, adalah gengsi baru yang menjadi simbol bangunan modern berfalsafah ramah lingkungan. Sejak isu global warming, salju kutub utara meleleh, permukaan air laut meninggi, cuaca semakin tidak menentu, perhatian dunia mengerucut pada green concept. Semua sisi kehidupan harus memperhitungkan aspek kelestarian lingkungan. Presiden Taiwan Ma termasuk yang concern dan peduli dengan isu climate change itu.

Semua gedung di Taiwan harus menuju green building. Bukan berarti harus berwarna hijau atau dominasi warna hijau, tetapi tata bangunan dan kebutuhan energinya wajib menghitung aspek lingkungan hidup. Implementasinya, seperti hemat energi, hemat listrik, hemat air, pemilahan sampah sampai 4 macam, recycle water treatment, landscape atau taman-taman pohon hidup. Di berbagai sudut bangunan, di airport, di gedung yang sedang dibangun, di sepanjang pedestrian, selalu ditemukan dinding berhias berbunga. Dinding dengan kemiringan 90 derajat pun, dilapisi bunga hijau sebagai anti oksidan, dan menyulap menjadi area taman.

Tower 101 termasuk sukses dalam menggunakan 20-30 persen air dengan cara diolah ulang, menjadi air bersih dan dipakai kembali. Tidak semua air yang sudah terpakai dibuang menjadi air kotor. Tentu, proses ini menjadi lebih mahal, tetapi kebijakan ini sudah diimplementasikan secara merata di Taiwan.

Kedua, Tower 101 juga menjadi showroom produk kerajinan ukir khas Taiwan, coral gestones namanya. Carving di bahan coral yang amat mahal dan bergengsi. Harganya ada yang tembus ratusan juta rupiah. Karya seni pahatan dari karang laut, dengan tingkat kesulitan super tinggi, detail, kecil-kecil, yang modelnya mirip dengan artefak di zaman Dinasti Ming Tiongkok, dan salah satu kolektornya adalah istri pendiri Taiwan, Chiang Kai Shek yang dipamerkan di National Museum of Taiwan. Seni pahat yang “bercerita” itu sudah menjadi ikon China sejak ratusan tahun yang silam. Sayang, tidak boleh membawa kamera di museum yang termasuk 8 terbesar di dunia itu.

Ketiga, teknologi dan sejarah Tower 101 itu juga masih relevan dijadikan objek sensasi bagi turis. Misalnya, soal lift supercepat, dalam 27 detik sudah melesat sampai ke lantai 98. Posisi lift di dalam gedung itu juga ditampilkan dan dipresentasikan oleh seolah perempuan cantik, melalui layar LED yang menempel di dinding dalam ruang lift, sambil bercerita, sekaligus mengamuflase bagi mereka yang “takut” ketinggian.

Di lantai 30 dan lantai 60, sekitar detik ke-9 dan detik ke-18, telinga mulai bereaksi. Seperti saat naik pesawat menjelang landing, turun dari ketinggian 10.000 kaki, melewati perbedaan tekanan udara yang ekstrem. Harus menelan ludah, agar telinga kembali normal, tidak “buntu” oleh sesuatu yang mengganjal dari dalam.

Pada saat turun lift, sensasi berbeda lagi. Turun sedikit lebih lama, sampai 54 detik, sampai ke lantai 5. Saya tidak tahu, mengapa turun kok lebih lambat? Logika awam saya, harusnya lebih cepat? Ya, tapi itu benar-benar logika awam, karena saya tidak tahu apa dampaknya kalau dipercepat? Sensasi inilah yang bagi saya, cukup menghibur.

Keempat, sisi menarik lain dari gedung 101 itu, adalah pendulum raksasa anti gempa berbentuk bola yang digantung di satu puncak lantai atas. Bola berwarna kuning yang digantung sebagai pendulum itulah yang selalu menjadi objek foto pengunjung. Dari posisi turun lift di atas, harus turun satu lantai, untuk menyaksikan pendulum itu lebih dekat. Bola berton-ton beratnya itu berfungsi sebagai stabilisator saat terjadi gempa, maupun tiupan keras angin taifun, semacam tornado-nya Taiwan.

Negeri Taiwan itu sendiri berada di pulau Formosa, sebuah nama yang dibawa Portugis untuk menyebut “pulau cantik” dengan istilah Ilha Fomosa di utara Manila, di selatan Jepang dan sebelah timur Hongkong. Pulau ini berada di pasifik, dan termasuk jalur bahaya gempa bumi dan angin tornado (taifun). Karena itu, Pemerintahan Ma Ying-Jeou ketat melakukan peraturan pembatasan tinggi apartemen atau gedung pencakar langit.

Kelima, hal menarik lain, berada di gedung itu sudah seperti overlook Taipei, melihat dari atas. Anda bisa meminta mesin recorder, menjelaskan apa yang anda temukan di sisi nomor berapa? Tinggal pencet tombolnya, dia akan menjelaskan detail dari bangunan satu ke yang lain? Distrik apa, gedung apa saja, tamah apa, jalan apa, ada apa saja di sana? Barangnya mirip handphone, dan tidak harus membayar alias free. Mungkin sudah include sebagai fasilitas orang yang untuk sampai di puncak gedung itu harus membayar tiket 450 NT atau sekitar Rp 400 ribuan.

Memang tidak seperti gedung Eureka Skydeck, di Melbourne, Australia sana, yang menawarkan satu sesi menaikkan adrenaline dengan membayar tambahan 25 AUS Dolar. Yakni masuk ke satu ruangan, atas bawah, kiri kanan ruangan itu terbuat dari kaca bening, lalu dari ketinggian kotak yang kita berada di dalamnya itu ditarik keluar gedung separuhnya. Tentu, kita yang berada di dalam dibuat griming-griming. Karena kita di atas lantai kaca bening, yang bisa melihat langsung ke bawah. Wow.

Saya lihat, Burj Al-Khalifa Dubai juga tidak membuat sensasi seperti itu, kecuali hanya mempertontonkan ada ATM (automatic teller machine) emas, untuk membeli emas, berwarna emas, dan berterbuat dari bahan emas. (bersambung).
BACA ARTIKEL LAINNYA... Presiden Sipil yang Pede, Paspampres Serem yang Gaul

Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler