Menelusuri Jejak Perang Dingin di Checkpoint Charlie, Berlin

Tetap Dijaga Dua "Tentara" yang Selalu Ngajak Foto

Jumat, 29 Maret 2013 – 09:32 WIB
BERSEJARAH: Pos Checkpoint Charlie di Friedrichstadt, Berlin, Jerman. Dulu menyeramkan, kini menyenangkan. (Salsabyl A’dn/jawa pos)
Berlin mungkin bukan kota teramah bagi turis asing. Namun, ibu kota Jerman itu masuk 50 besar kota turisme terbaik di dunia. Salah satu andalannya adalah puing-puing Tembok Berlin. Wartawan Jawa Pos SALSABYL A"DN awal bulan lalu berkesempatan mengunjungi Checkpoint Charlie, salah satu pintu masuk ke sektor Amerika saat Tembok Berlin masih berdiri.

---

PAGI pukul 10.00 di Friedrichstadt, Berlin, Jerman, udara masih terasa sangat dingin. Hari itu (9/3) suhu di luar rumah 1-2 derajat Celsius, membuat kulit seperti membeku. Namun, kondisi tersebut seolah tak berpengaruh pada sejumlah orang yang hilir mudik di persimpangan antara Jalan Zimmerstrasse dan Friedrichstrasse. Tidak sekadar hilir mudik, mereka juga jeprat-jepret pemandangan di kawasan legendaris itu.

Masih terlihat "jejak-jejak" peninggalan Amerika di sudut-sudut jalan tersebut. Ada gambar tentara Amerika yang menghiasi tiang-tiang listrik. Ada juga papan pengumuman berukuran besar dalam empat bahasa: Inggris, Rusia, Prancis, dan Jerman. Bunyinya: Ini adalah perbatasan Amerika, penggunaan senjata saat tak bertugas dilarang, patuhilah peraturan lalu lintas.

Jika berjalan lebih ke dalam, terlihat sebuah pos dengan tumpukan karung di depannya. Di atasnya terdapat sebuah papan bertulisan Allied Checkpoint-US Army Checkpoint (checkpoint sekutu-checkpoint tentara Amerika Serikat). Pos tersebut masih aktif. Ada dua orang berseragam tentara yang berjaga. Hanya, mereka tidak lagi berdinas sebagai anggota militer, melainkan termasuk bagian dari promosi pariwisata Berlin di kawasan bekas titik ketegangan Jerman Barat-Jerman Timur itu.

Dengan membawa bendera Amerika Serikat, dua "tentara" tersebut sibuk menawarkan kepada para turis untuk foto bersama. "Mister, mau foto dengan kami? Hanya dua euro," teriak salah satu "tentara" kepada Jawa Pos yang mendekat.

Dia bernama Ferdinand. Dia mengaku sebagai tentara Prancis yang sedang bertugas menjaga Checkpoint Charlie. Sedangkan temannya mengaku bernama Levy, tentara Amerika Serikat yang juga baru bertugas di sana. Tentu saja itu semua hanya karangan mereka untuk menarik perhatian turis asing.

Dan memang mereka berhasil menarik perhatian wisatawan yang ingin mengabadikan kesempatan berada di tempat bersejarah itu. Bahkan, beberapa turis meminta stempel visa "Checkpoint Charlie" dengan tambahan biaya.

Sulit rasanya membayangkan titik tersebut pernah menjadi salah satu tempat paling mengerikan di dunia. Checkpoint Charlie dibangun pada 1961. Lokasi tersebut merupakan salah satu di antara tujuh pintu masuk perbatasan Jerman Timur dan Jerman Barat yang dibatasi Tembok Berlin. Tembok Berlin dibangun untuk memisahkan wilayah Jerman yang memiliki paham berbeda. Jerman Barat menganut paham liberal, sedangkan Jerman Timur berpaham sosialis.

Kedua Jerman mempunyai pendukung yang sama-sama kuat. Jerman Timur didukung negara komunis Uni Soviet (kini Rusia, Red) dan antek-anteknya. Sementara itu, Jerman Barat mendapat sokongan dari tiga negara sekutu, yakni Prancis, Inggris, dan Amerika Serikat.

Yang membuat Checkpoint C, sebutan Checkpoint Charlie, terkenal daripada yang lain adalah lokasinya yang berbatasan langsung dengan sektor Amerika. Lokasi tersebut menjadi salah satu pusat konfrontasi antara dua kekuatan perang terbesar pada era perang dingin. Pasalnya, Amerika adalah penggerak utama sekutu dalam perang dingin melawan Uni Soviet dan antek-anteknya.

Belum lama didirikan, Checkpoint Charlie sudah memancing ketegangan. Pada 22 Oktober 1961 kedua pihak bersitegang karena diplomat AS diperiksa tentara Jerman Timur saat hendak menonton opera. Lima hari kemudian tank dari kedua pihak bersiap 100 meter dari perbatasan. Untung, ketegangan itu mereda setelah terjadi pembicaraan antara Robert F. Kennedy, pengacara militer AS, dan Georgi Bolshakov, agen rahasia Uni Soviet, KGB.

Setahun berselang, perhatian dunia kembali terarah ke Checkpoint Charlie. Kali ini dipicu kematian Peter Fechter, remaja Jerman Timur. Pada 17 Agustus 1962 remaja tersebut ditembak tentara Soviet saat mencoba kabur ke Jerman Barat melalui Checkpoint Charlie. Tentara AS tak bisa berbuat apa-apa karena si remaja masih berada di daerah kekuasaan Soviet.

Ketegangan terus berlanjut ketika jasad Fechter dibiarkan tergeletak di pagar kawat selama satu jam. Sebab, tentara Soviet takut ditembak tentara sekutu jika mendekat ke perbatasan. Setelah peristiwa itu, orang Amerika yang berdomisili di Jerman menggelar demonstrasi. Mereka memprotes tindakan keji Uni Soviet dan Jerman Timur serta pembiaran yang dilakukan Jerman Barat.

Tembok Berlin dan pos-pos checkpoint akhirnya diruntuhkan pada 1989, menyusul kesepakatan politik kedua pihak. Setahun kemudian, sekitar Oktober 1990, fungsi pintu masuk ke Jerman Barat maupun Jerman Timur dihilangkan menyusul penggabungan pemerintah Jerman. Lalu, sepuluh tahun setelah penghapusan itu, Allied Museum membangun replika pos checkpoint. Replika itulah yang kini menjadi tujuan favorit wisatawan asing bila berada di Berlin.

"Ini hari kedua saya di Jerman. Saya langsung berniat ke sini (Checkpoint Charlie, Red) karena suka sekali sejarah. Pemandangannya seperti membawa saya ke masa perang dingin dulu," ujar Nika, mahasiswi jurusan pariwisata Slovenia.

Namun, suasana tersebut tak dirasakan semua turis. Dimitry Bauschanke misalnya. Turis dari Italia itu merasa aneh dengan suasana Checkpoint Charlie. Pasalnya, tempat yang disangkanya penuh dengan suasana "horor" itu kini telah berubah menjadi kawasan yang ramai. Di kanan-kirinya dibangun pertokoan dan restoran. Di jalan pun lalu lintas hampir tak pernah sepi.

"Rasanya sulit melihat tempat ini sebagai salah satu tempat menakutkan di era perang dingin. Sebab, suasananya sangat ramai serta banyak toko suvenir dan restoran," ucap dia. (*/c11/ari)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Tak Ada Mimbar, Wanita Pakai Jeans

Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler