Menelusuri Jejak Sejarah Perkembangan Islam di Negeri Komunis Tiongkok (2-habis)

Perusahaan Muslim Listing di Bursa Saham

Sabtu, 29 September 2012 – 00:09 WIB
PATUH SYARIAH: Food court halal di pabrik Sha Pencheng. Foto : Rukin Firda/JAWA POS

Seiring perjalanan waktu, masyarakat muslim Tiongkok yang sebelumnya terkesan tertinggal mulai bangkit. Tidak sedikit di antara mereka yang menjadi pengusaha sukses. Bukan saja di tingkat domestik, namun juga internasional. Berikut lanjutan laporan wartawan Jawa Pos RUKIN FIRDA yang baru balik dari Negeri Naga itu.

= = = = = = = =

JIANG Tou adalah desa di Distrik Jing Tai, Kota Quanzhou. Desa seluas 6 kilometer persegi itu berpenduduk tetap 5.432 jiwa. Seluruhnya bermarga Ting yang merupakan salah satu warga etnis Hui yang beragama Islam.
 
Desa yang semula lengang itu beberapa tahun belakangan mulai sesak oleh pendatang yang saat ini sudah mencapai 45.000 orang. Para pendatang tersebut bekerja di belasan perusahaan milik warga Jiang Tou.
 
Tiga di antara belasan perusahaan tersebut sudah go public di bursa saham Taiwan dan Shanghai. "Saat ini dua perusahaan lain sedang diajukan untuk masuk bursa saham," papar Kepala Desa Jiang Tou Ting Zhi Biao.
 
Tiga perusahaan itu adalah perusahaan sepatu 361 dan Dinxing serta perusahaan bahan sepatu Sansida. Nama 361 mengandung filosofi yang sangat dalam.
 
Sebuah lingkaran yang sempurna memiliki sudut 360. Nama 361 bermakna satu derajat lebih tinggi dari sempurna.
 
Menurut Zhi Biao, awalnya perusahaan-perusahaan tersebut adalah perusahaan keluarga warga Jiang Tou. Perkembangan perusahaan-perusahaan tersebut berdampak positif pada perekonomian warga asli Jiang Tou. "Banyak yang membuka tempat kos bagi karyawan pendatang dan berjualan barang-barang kebutuhan mereka," jelas Zhi Biao.
 
Zhi Biao menuturkan bahwa pemerintah desanya sedang membangun pasar. Sasarannya adalah para pendatang yang menjadi karyawan perusahaan-perusahaan di Jiang Tou. "Kehadiran para pendatang itu mendorong perekonomian desa ini," tambahnya.
 
Desa tersebut terlihat makmur. Bangunan balai desanya saja mirip dengan kantor perusahaan berlantai dua. Kesejahteraan warga desa pun terjamin.
 
Dari hasil kontribusi perusahaan-perusahaan di sana, pemerintah Desa Jiang Tou mampu memberikan asuransi kesehatan kepada warganya sebesar 80 persen. "Selain itu, untuk warga lansia (lanjut usia) yang sudah tidak mampu bekerja, kami memberikan santunan sebesar CNY 500"600 (sekitar Rp 750.000"900.000) setiap bulan," urai Zhi Biao.

"Demi meningkatkan pendidikan warganya, pada 2007 pemerintah Desa Jiang Tou membangun sekolah dasar yang mampu menampung 2.100 siswa. Sektor SDM pendidikannya pun mendapatkan perhatian berupa insentif sebesar CNY 600 setiap bulan di luar gaji yang mereka terima.
 
Sukses pengusaha-pengusaha di desa yang seratus persen penduduknya beragama Islam tersebut menjadi kebanggaan tersendiri. Termasuk bagi Distrik Jing Tai yang secara keseluruhan terdiri atas 25 desa. Tujuh di antara jumlah tersebut mayoritas dihuni etnis Hui yang beragama Islam.
 
Contoh sukses pengusaha muslim Tiongkok yang spektakuler bisa dilihat pada Sha Pencheng. Lelaki yang suka mengenakan baju dan celana putih itu adalah presiden komisaris kelompok perusahaan Sanbaoshuangxi yang bermarkas di Xi"an, ibu kota Provinsi Shaanxi.
 
Berawal dari perusahaan keluarga yang memproduksi obat-obatan penambah vitalitas, kini sudah berkembang menjadi belasan perusahaan yang tidak saja berada di Tiongkok, namun juga di luar Tiongkok. Bidang usahanya pun tidak lagi hanya obat-obatan vitalitas, tapi juga properti dan makanan.
 
Pencheng yang bernama muslim Abu Bakar itu memilih untuk memproduksi makanan halal. "Pangsa pasarnya besar. Kini semakin banyak konsumen, termasuk nonmuslim, yang makin menggemari makanan halal," paparnya.
 
Di awal perbincangan dengan Jawa Pos, pengusaha murah senyum itu menuturkan resep keberhasilannya mengelola perusahaan. "Jangan hanya pasrah pada takdir. Allah suka pada orang yang bekerja keras," tambah pengusaha yang sudah beberapa kali menunaikan ibadah haji tersebut."
 
Dalam mengoperasikan perusahaan, Pencheng selalu berusaha untuk menerapkan syariat Islam. Saat bekerja sama dengan perusahaan lain, misalnya, dia tetap mengedepankan ajaran Islam.
 
Kalau dia merasa bahwa yang dilakukan partner usahanya melanggar ajaran Islam, tidak segan-segan dia memutuskan hubungan kerja sama. "Sampai saat ini, sikap tegas saya itu tidak menjadi masalah. Perusahaan saya tetap berjalan dengan baik," kata bapak dua anak dan dua cucu tersebut.
 
Dalam mengelola perusahaan properti, Pencheng juga pantang meminjam uang dari bank secara kredit. Dasarnya, ajaran Islam yang mengharamkan bunga kredit.
 
Meski begitu, dia tetap bisa menjalankan perusahaan propertinya. Saat ini dia sedang membangun kawasan perumahan seluas 2.000 meter persegi.
 
Separo karyawan di perusahaannya adalah muslim. Untuk menjamin para karyawannya tersebut bisa menjalankan ibadah dengan baik, dia membangun dua musala di pabrik. "Setiap bulan sekali kami mengadakan pengajian," tambahnya.
 
Pada bulan Ramadan dia juga menyesuaikan jam kerja karyawannya dengan waktu puasa. Dia pun menyiapkan makanan untuk berbuka secara gratis.
 
Pencheng mengirimkan makanan sebagai takjil ke masjid-masjid di Xi"an. Saat Lebaran dia mengharuskan karyawannya yang muslim membayar zakat.
 
Saat menunaikan ibadah haji pada 1996, dia mengajak delapan orang karyawannya yang berprestasi. Sekembalinya berhaji, mereka mendapat sambutan luar biasa.
 
Seluruh anggota keluarganya sudah menunaikan ibadah haji. Termasuk dua anaknya yang kini tinggal di Australia. Salah seorang anak perempuannya dinikahi lelaki asal Aljazair. Anak mereka bahkan lahir di Arab Saudi. "Cucu saya itu diberi nama Saudi," ujarnya bangga.
 
Tidak hanya kepada karyawan, Pencheng juga menaruh perhatian kepada anak-anak keluarga muslim. Sejak 1991 dia memberikan beasiswa kepada pelajar muslim yang meneruskan pendidikan ke S-1 dan S-2.
 
Obsesi terbesarnya saat ini adalah mengembangkan jaringan supermarket halal. Untuk mewujudkan obsesinya itu, Abu Bakar membangun supermarket empat lantai di Xian.
 
Selain untuk menggelar produk-produk makanan halal, dua lantai dia gunakan untuk memamerkan jenis-jenis makanan halal dari seluruh dunia. Dia berharap ada perusahaan-perusahaan di luar Tiongkok yang bersedia bekerja sama untuk mengembangkan jaringan supermarket halal tersebut.
 
Supermarket halal miliknya yang ada Xian dijadwalkan sudah beroperasi akhir tahun ini. Saat ini di dekat lokasi bangunan tersebut sudah berdiri food court dengan menu makanan halal. "Yang datang ke sini tidak hanya dari kalangan muslim, namun juga nonmuslim," ucapnya.
 
Pencheng sangat peduli pada status halal makanan. Meski saat ini sudah banyak beredar makanan dengan label halal, bagi dia, label halal saja tidak cukup. "Bisa saja bahan makanan sudah diberi label halal, namun proses pembuatannya tidak halal," tuturnya.
 
Apalagi, jika tidak ada jaminan bahwa produsen makanan tersebut adalah muslim yang paham betul tentang kehalalan produk makanan. Dia kerap cemas apakah peralatan masak yang digunakan mengelola bahan makanan halal tersebut benar-benar halal.
 
"Kalau peralatan tersebut juga digunakan untuk memasak makanan yang tidak halal, bahan makanan halal yang dimasak dengan peralatan itu pun bisa jadi tidak halal," tegasnya.
 
Rasa cemas dan kekhawatiran itulah yang mendorongnya untuk membuat jaringan supermarket halal. Menurut dia, pangsa pasar makanan halal masih cukup luas. "Tidak hanya muslim, nonmuslim kini makin menggemari makanan halal," tambahnya. (*/habis/c10/ttg)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Ketika Museum Madame Tussauds Bangkok jadi Rumah Baru Bung Karno


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler