jpnn.com - SUARA musik dangdut bersahutan dari sebuah rumah musik di Jalan Dupak Bangunsari Kamis malam (19/6). Ingar-bingar para pengunjung terlihat dari jalan karena rumah tersebut terbuka lebar. Botol minuman keras berjejer di atas meja. Para pengunjung asyik menyanyi dengan ditemani pelayan perempuan yang berpakaian serbaketat.
Di depan mereka terdapat layar besar yang menampilkan rekaman musik dangdut beserta teks lagunya. Tanpa kesulitan, pengunjung laki-laki menyanyikan lagu tersebut. Gelak tawa mewarnai aktivitas malam itu. Mereka pun menenggak minuman yang tersaji di depannya.
BACA JUGA: Pemugaran Candi Terkendala Batu
Semakin malam, suasana di gang tersebut bertambah ramai. Banyak anak mudanongkrong di warung yang berdempetan dengan rumah musik itu. Pelayan perempuan pun duduk-duduk di warung sembari mengisap rokok. Tiba-tiba keluar seorang perempuan dan laki-laki dari dalam rumah kayu bekas wisma. Perempuan bertubuh tambun tersebut lantas menghampiri beberapa laki-laki di pinggirnya. ”Ayo Mas, waktunya show,” ucap perempuan berbaju kotak-kotak itu. Seorang laki-laki lantas masuk ke rumah bercat hijau tersebut bersama perempuan yang mengajaknya. Tidak ada yang melihat apa yang dilakukan keduanya. Namun, semua orang di rumah musik tersebut sudah mengetahui perbuatan mereka.
Pelanggan rumah musik itu cukup banyak. Setiap malam rata-rata ada 15–20 tamu yang datang. Kondisi serupa tampak di rumah musik lainnya. Pengunjung menghabiskan malam di ruang gelap yang hanya diterangi lampu kerlap-kerlip itu. Mereka duduk di meja terpisah dengan ditemani pelayan rumah musik.
BACA JUGA: Razia Kafe Mesum, Petugas Dihajar, Mobil Dirusak
Sementara itu, seorang perempuan stand-by di depan. Saat ada tamu yang datang, dia menyambutnya. ”Mau minum apa Mas?” ucap Sundari, salah seorang pelayan. Minuman dingin lantas dia keluarkan dari lemari es di depan rumah musik tersebut.
Perempuan asal Tuban itu lantas menjelaskan bahwa tamu boleh karaoke dan bisa ditemani pelayan jika membeli empat botol bir. Tanpa membeli empat botol minuman, pengunjung tidak diperbolehkan menyanyi. Tapi, kata Sundari, jika tidak ingin minum, dia menawarkan jasa pijat. ”Kalau capek, bisa pijat. Murah kok,” kata dia. Saat ditanya, pijat apa? Dia menjawab, pelayan yang juga terapis bisa memijat apa saja sesuai keinginan tamu. ”Jempolnya juga bisa dipijit pakai handbody,” ucapnya, lantas terkekeh. Bagian tubuh yang dipijat sesuai keinginan pengunjung. Termasuk pemijatan plus di organ vital tubuh pengunjung.
BACA JUGA: Jalur KA-Jalan Renggang Kerap Makan Korban
Hanya pijat yang bisa mereka berikan. Untuk ML (making love/bersetubuh), mereka tidak berani. Sebab, tempat itu tidak diperbolehkan lagi digunakan untuk bisnis esek-esek. ”Di sini tidak pernah dirazia, tapi kami tetap tidak berani,” kata Sundari.
Camat Krembangan Sumarno tidak menampik banyaknya rumah musik di Bangunsari dan Tambakasri. Hingga sekarang rumah musik itu masih tumbuh subur.
Menurut dia, di Bangunsari terdapat sekitar tujuh rumah musik, sedangkan di Tambakasri 9 rumah musik. Namun, saat dicek di lapangan, jumlahnya jauh lebih banyak daripada data di kecamatan.
Berdasar pantauan Jawa Pos, di Bangunsari saja terdapat 10 rumah musik. Semuanya masih aktif. Sementara itu, di Tambakasri terdapat 11 rumah musik. Yang bekerja di rumah musik tersebut adalah para bekas PSK dan mucikari. Mereka belum bisa lepas dari dunia malam karena tidak ada pekerjaan lain yang bisa mereka lakukan.
Namun, tidak semua mantan PSK dan mucikari bekerja di rumah musik. Banyak juga yang betul-betul lepas dan membuka usaha sendiri. M. Arif An, tokoh masyarakat Krembangan yang juga ketua LKMK Dupak, menyatakan, di Tambakasri terdapat 44 mantan PSK dan mucikari yang sekarang masih menetap di wilayah tersebut. Di Bangunsari terdapat 27 mantan PSK dan mucikari.
Sebagian mereka mendapat pembinaan dan bantuan modal dari PD Muhammadiyah Surabaya. Dari usaha tersebut, mereka bisa menjalani kehidupan dengan tenang. Salah seorang mantan PSK yang sekarang eksis membuka usaha adalah Titin Ningsih. Mantan PSK Tambakasri itu sekarang membuka usaha laundry.
Menurut Titin, setiap hari dia bisa mendapat uang Rp 50 ribu sampai Rp 200 ribu. Dia bersyukur bisa beralih profesi dan mempunyai usaha yang halal. ”Yang terpenting bukan sedikit atau banyaknya uang, tapi yang halal lebih penting,” ucapnya.
Titin mengaku baru mempunyai satu mesin cuci. Dia berharap bisa menambah mesin cuci sehingga usahanya lebih berkembang. Untuk itu, dia bekerja keras untuk mengembangkan usahanya tersebut. ”Saya juga akan mengajak ibu-ibu yang lain untuk membuka usaha,” katanya. (lum/dor/c6/ai)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Kerjakan Atap Galvalum, Kakak Adik Tewas Kesetrum
Redaktur : Tim Redaksi