Hari ini adalah pencoblosan Pilkada yang keempat kalinya untuk Ronny Kuncoro, warga Sawangan, Depok, Jawa Barat. Tapi, ia memutuskan untuk tidak datang ke bilik suara.

Selain khawatir soal kesehatannya di masa pandemi COVID-19, sebagai jurnalis, Ronny juga masih harus bekerja, meskipun tanggal 9 Desember sudah dinyatakan sebagai hari libur nasional.

BACA JUGA: PDIP Langsung Keluarkan Perintah Khusus untuk Bobby dan Gibran

"Saya dan istri nggak nyoblos, ngeri [karena pandemi]," tuturnya.

Ronny tidak yakin dengan mengambil risiko datang ke tempat pemungutan suara akan memperbaiki "pelayanan publik yang buruk".

BACA JUGA: Menang Pilkada Depok Versi Quick Count, Ini Kata Idris-Imam

"Saya kayaknya sudah apatis aja sama Pilkada, terutama Kota Depok, karena sepertinya siapapun yang terpilih enggak akan berpengaruh pada pembangunan atau pembenahan yang signifikan."

"Paling kalau menjelang Pilkada gini baru ada pengecoran jalan di Margonda," kata Ronny.

BACA JUGA: Quick Count Pilkada Lampung Timur: Dawam-Azwar Unggul Mutlak

Photo: Faried Hasan Ketua RT di Tangsel mengaku banyak warganya yang enggan datang ke bilik suara karena COVID-19. (Koleksi Pribadi.)

 

Sementara itu, Faried Hasan, warga Tangerang Selatan dan menjabat sebagai ketua RT di Villa Gunung Lestari, Jombang, Ciputat menilai warga di wilayahnya tidak terlalu antusias dalam Pilkada kali ini, karena angka kasus COVID-19 di Indonesia yang belum juga turun.

"Warga di sekitar perumahan saya sepertinya banyak yang enggak mau ikutan [memilih]. Takut corona," ucap Faried.

"Apalagi ada bilik khusus untuk warga yang suhunya di atas 37,3 derajat. Ngeri. Alat Pelindung Diri (APD) di tiap TPS juga cuma disediakan satu unit saja," ujarnya Nekat Pilkada di masa pandemi Photo: Fasilitas untuk mencuci tangan di TPS 69 GOR Villa Gunung Lestari, Jombang, Ciputat, Tangsel. (Supplied: Faried Hasan.)

 

Kasus penularan virus corona di Indonesia saat ini tercatat sebagai yang terparah di Asia Tenggara dengan lebih dari 586.000 kasus positif dan 18.000 kematian.

Tapi Pilkada 2020 tetap akan digelar dengan 100 juta orang Indonesia memiliki hak memilih dalam pemilihan kepala daerah di Indonesia hari ini.

Para ahli kesehatan di Indonesia sudah memperingatkan Pilkada 2020 akan berpotensi menyebabkan klaster baru virus corona.

"Seratus juta orang Indonesia akan aktif [bergerak] sekaligus," kata ahli epidemiologi Pandu Riono, yang juga memperingatkan dampak pilkada akan tak begitu terlihat mengingat angka tes dan 'tracing' yang relatif rendah di Indonesia.

"Sangat mungkin klaster baru akan muncul," ujar Pandu.

Sebelumnya, sejumlah pakar, pengamat dan beberapa organisasi, seperti Indobarometer dan Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) pernah meminta agar Pilkada 2020 diundur karena rentan melanggar protokol kesehatan.

Irma Hidayana, salah satu pendiri kelompok inisiatif warga Lapor COVID-19, bahkan sudah mengajukan gugatan kepada Pemerintah Indonesia karena menolak menunda Pilkada. Pelanggaran protokol kesehatan selama Pilkada

Menjelang pemungutan suara hari ini, Komisi Pemilihan Umum Jawa Barat dan Jawa Tengah melaporkan ada 1.000 orang lebih petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) yang terinfeksi COVID-19, dengan rincian 800 orang di Jawa Tengah, dan 223 orang di Jawa Barat.

Data dari Lapor COVID-19 juga menyebutkan 76 kandidat dalam pemilu telah tertular COVID-19, sementara empat lainnya meninggal dunia.

Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) menemukan ada lebih dari 200 daerah yang tidak mematuhi protokol COVID-19 saat pendaftaran peserta Pilkada dan protokol kesehatan telah dilanggar lebih dari 2.000 kali selama masa kampanye. Photo: Petugas menyemprotkan cairan disinfektan di Tempat Pemungutan Suara (TPS) 039 untuk pelaksanaan Pilkada Solo 2020 di Dukuhan, Nayu, Banjarsari, Solo, Jawa Tengah, Selasa (08/12/2020).
(Supplied: ANTARA FOTO/Maulana Surya)

 

Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan HAM (Menkopolhukam) Mahfud MD, mengatakan hingga hari terakhir masa kampanye, 5 Desember kemarin, telah terjadi 1.520 kasus pelanggaran, atau sebesar 2,2 persen dari 75.000 kegiatan.

Tapi ia mengatakan pelanggaran yang terjadi masih dalam skala kecil dan tidak menimbulkan klaster baru COVID-19.

Kepada Hellena Souisa dari ABC Indonesia, epidemiolog Universitas Airlangga Dr Windhu Purnomo mengatakan ia menyesalkan pernyataan Mahfud MD ini dan meminta pemerintah untuk tidak memberikan "pernyataan yang menyesatkan".

"Yang selalu diomongkan adalah bahwa masa kampanye ini tidak meningkatkan kasus. Padahal saya tahu persis bahwa banyak daerah yang memang testing-nya diperendah agar kondisi kasusnya tidak menonjol," ujar Dr Windhu.

Calon Wakil Bupati Gunung Kidul, Benyamin Sudarmadi menilai protokol kesehatan yang diterapkan selama masa kampanye dan saat pemungutan suara sudah cukup meminimalisasi risiko.

"Dalam pelaksanaan [pilkada] yang saya lihat dan alami sehari-hari, prosedur COVID-19 sudah berjalan dengan baik," ujar Benyamin

"Saya sangat confident [yakin] Pilkada serentak ini akan sukses dan untuk wilayah Gunung Kidul akan berjalan tertib, sehingga tidak akan terjadi klaster-klaster baru," tutur Benyamin kepada Hellena Souisa dari ABC Indonesia. Pasien isolasi dan demam difasilitasi mencoblos

Komisi Pemilihan Umum bahkan telah mengatur cara memilih bagi pasien COVID-19 untuk mereka yang diisolasi di rumah sakit.

Ketua KPU Arief Budiman menjelaskan suara pasien COVID-19 yang sedang dirawat akan diambil oleh dua petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) yang didampingi pengawas, bila perlu saksi. External Link: Twitter KPU

 

"Ketika mereka menjalankan tugas di rumah sakit, mereka terlindungi dengan penggunaan alat kesehatan," kata Arief di Kantor KPU Pusat, Jakarta, pekan lalu (03/12).

Hal serupa bakal berlaku bagi mereka yang tengah isolasi mandiri.

"Kami bisa mengatur waktu pukul 12.00-13.00 WIB untuk bisa mengirimkan petugas ke rumah-rumah untuk bisa melayani pemilih tersebut," kata Komisioner KPU, Evi Novida Ginting.

Selain itu, di setiap TPS juga disediakan bilik khusus untuk mereka yang suhu tubuhnya lebih dari 37,3 derajat celsius. Risiko datang ke tempat pemungutan suara

Menanggapi adanya TPS keliling di tempat isolasi dan bilik khusus, Dr Windhu menilainya sebagai usaha KPU untuk memfasilitasi mereka yang ingin menggunakan hak pilihnya tetapi dalam kondisi sakit.

"Memang tidak boleh ada orang yang kehilangan hak pilihnya karena sakit. Tetapi saat petugas masuk ke ruang isolasi, ia harus menggunakan APD."

"Yang berbahaya dan berisiko adalah saat mereka melepas hazmatnya. Kasus paling banyak penularan COVID-19 pada tenaga kesehatan terjadi saat membuka hazmat, di ruang ganti."

"Membuka hazmat yang benar ini harus dilatih. Saya tidak tahu apakah ada pelatihan untuk para petugas ini untuk membuka APD sesuai SOP [prosedur operasi standar]. Saya belum pernah dengar ada pelatihan itu," kata Dr Windhu.

Menurutnya, sebaiknya surat suara dititipkan kepada petugas kesehatan yang sudah terlatih dan terbiasa dengan SOP saat buka pakai APD, meskipun mungkin ada prinsip "langsung" dalam Pilkada yang sedikit terlanggar. Photo: Bilik khusus untuk pemilih yang suunya di atas 37,3 derajat celsius di TPS 13 Kelurahan Mariso, Kota Makassar, Rabu 9 Desember 2020. (Supplied: Lurah Mariso, Ine Wahyuni.)

 

Bilik khusus menurut Dr Windhu sebaiknya berada di luar TPS meski tetap memiliki risiko bahaya.

"Katakanlah ada orang yang demam, dan ternyata positif masuk ke bilik itu. Lalu ada orang kedua yang demam tapi negatif masuk setelahnya, tentu ia berisiko tertular," ujar Dr Windhu. Photo: Gibran Rakabuming Raka, anak pertama Presiden Joko Widodo menjadi salah satu kandidat dalam Pilkada di kota Solo. (Antara Foto via Reuters, Mohammad Ayudha)

  Pilkada 2020 diikuti anggota keluarga pejabat dan politisi

Dr Windhu mengingatkan, gejala COVID-19 bukan hanya demam, sehingga sebaiknya mereka yang bergejala tidak datang ke TPS, apalagi sekitar 40 persen kasus positif COVID-19 di Indonesia adalah orang tanpa gejala.

"Sebenarnya ini momentum untuk Pemerintah memberikan mekanisme pemilihan dengan sistem digital. Mau enggak mau harus disiapin, dan ini pelecutnya." kata Ronny Kuncoro.

"Kalau enggak sekarang, kapan lagi kita bisa voting digital. Kalau takut dibajak dan lain-lain, itu kan harusnya sudah mulai dipikirkan sejak awal pandemi," tambahnya.

Benyamin Sudarmadi juga mengusulkan penggunaan teknologi daring dalam pemungutan suara dan berharap pemerintah segera memikirkan mekanisme ini.

"Secara keseluruhan mungkin 80 persen [teknologi internet] sudah terjangkau sampai ke pelosok di daerah ... bagus sekali kalau bisa diadakan e-voting, bisa mengurangi penyebaran COVID-19." Photo: Pemilih yang datang ke TPS dicek suhu tubuhnya. Jika suhunya di atas 37,3 derajat Celsius, ia harus menggunakan bilik khusus. (Supplied: Faried Hasan.)

 

Benyamin berharap, kesadaran masyarakat dalam penanganan pandemi juga diikuti oleh kesadaran pemerintah.

"Saat rakyat sadar, pemerintah jangan terlena. Sebaiknya e-voting ini bisa segera dilakukan untuk meminimalisasi kerumunan massa."

Di luar kekhawatiran faktor kesehatan, banyak kerabat dari politisi Indonesia memperebutkan kursi di Pilkada 2020, yang memicu polemik tentang pertumbuhan politik dinasti yang didominasi oleh elit lama.

Sejumlah pengamat mengatakan keterlibatan anggota keluarga pejabat dan politisi menjadi salah satu alasan mengapa Pilkada 2020 tetap harus digelar, meski angka penularan COVID-19 di Indonesia masih tinggi.

Dibandingkan Pilkada 2015 yang jumlah calon dari dinasti politik sebanyak 52 orang, tahun ini jumlahnya naik menjadi 146 orang.

Termasuk diantaranya Gibran Rakabuming Raka, putra sulung Presiden Joko Widodo, yang menjadi calon walikota di Kota Surakarta, Jawa, posisi yang pernah dipegang oleh ayahnya di tahun 2005 hingga 2012.

Yuk, Simak Juga Video ini!

BACA ARTIKEL LAINNYA... Terlalu Berbahaya, Pasien Covid-19 di Dua Rumah Sakit Kehilangan Hak Pilih

Berita Terkait