Salah satu pekerjaan yang bisa membuka jalan bagi mereka yang ingin mendapatkan status tinggal permanen di Australia adalah bekerja di 'child care' atau tempat perawatan untuk anak-anak di bawah lima tahun.

Seperti yang sedang diupayakan oleh Elizabeth Manullang yang berasal dari Medan, Sumatera Utara.

BACA JUGA: Dunia Hari Ini: Ukraina akan Memenangkan Perang dengan Rusia?

Ketika tiba di Sydney di tahun 2013, Elizabeth pertama kali bekerja di tempat pengasuhan anak-anak setelah mendapatkan diploma selama dua tahun.

Di Australia, mereka yang bekerja di 'child care' pada umumnya dibagi dalam dua kelompok, yaitu mereka yang sudah memiliki kualifikasi sertifikat 3 atau diploma dan mereka yang lulusan S1 untuk jurusan pra-sekolah.

BACA JUGA: Australia Melirik Pasar Produk Halal Dunia dengan Sasaran Ibu-ibu Muslim

"Setelah diploma itu saya sempat mencari pekerjaan namun tidak dapat," katanya kepada wartawan ABC Indonesia Sastra Wijaya.

"Kemudian saya melanjutkan lagi untuk menjadi guru pra-sekolah."

BACA JUGA: Kapal KRI Bima Suci Membuat Warga Indonesia di Sydney Kangen Ibu Pertiwi

Setelah lulus mengantongi ijazah 'pre-primary school', ia bekerja penuh waktu di 'child care' selama setahun dan sekarang sudah mendapatkan sponsor penuh dari tempatnya bekerja, yang kemudian bisa digunakan untuk memenuhi syarat mendaftar penduduk tetap atau 'permanent residency' (PR).

Dalam daftar terbaru untuk tahun 2022 mengenai jenis pekerjaan yang baru saja diterbitkan oleh negara bagian New South Wales, guru pra-sekolah masuk dalam daftar pekerjaan yang masuk keterampilan yang dibutuhkan.

"Visa sponsor saya akan berakhir bulan November. Jadi sekarang saya sedang mengurus agar kualifikasi saya dinilai kembali, apakah sudah memenuhi syarat untuk menjadi PR," katanya.

Elizabeth merasa optimistis akan mendapatkan status tersebut.

"Kalaupun nantinya dua tahun ini masih belum memenuhi syarat, tempat kerja saya sudah menjanjikan akan memberikan sponsor satu tahun lagi, sehingga bisa digunakan tahun berikutnya untuk mendaftar PR."Salah satu pekerjaan yang dibutuhkan

Pekerjaan di bidang pengasuhan anak atau childcare ini sekarang termasuk salah satu lapangan kerja yang banyak dibutuhkan di Australia.

Tapi apa sebenarnya perbedaan antara pengasuh anak-anak dengan guru pra-sekolah?

Djayani Hartono, saat ini sedang bekerja di tempat pengasuhan anak di negara bagian Queensland, sambil juga belajar paruh waktu untuk menjadi guru pra-sekolah tersebut.

Menurutnya kedua jenis pekerjaan itu sebenarnya hampir sama.

"Pada dasarnya kita mengasuh anak-anak itu setiap hari sebagai tugas kita. Tetapi untuk anak-anak yang berusia tiga tahun ke atas ada program belajar yang akan dibuat oleh guru pra-sekolah sesuai dengan kurikulum di negara bagian masing-masing," kata Djayani.

Keterlibatan Djayani dengan pengasuhan dan pengajaran anak-anak berbeda dengan pekerjaan sebelumnya di bidang pertambangan.

Perempuan asal Yogyakarta ini mengatakan pada awalnya dia gamang untuk bekerja mengasuh balita namun sekarang dengan belajar menjadi guru pra-sekolah, dia menemukan banyak pengetahuan yang diharapkannya bisa diterapkan untuk membantu anak-anak di Australia.

"Dahulu saya takut sama anak-anak, takut bagaimana harus merawat bayi, tapi setelah kursus dan sekalian praktik, akhirnya saya sangat menikmati," katanya.

"Sekarang dalam pekerjaan saya, kita tidak hanya berpikir mengenai perkembangan anak dari sisi fisik saja, tapi juga perkembangan sosial."

"Jadi apa yang saya pelajari untuk menjadi guru bisa diterapkan ke anak-anak, terutama pada mereka yang memiliki masalah perilaku."'Banyak yang berhenti karena kelelahan'

Industri tempat pengasuhan anak di Australia sudah berkembang pesat dalam 20 tahun terakhir. 

Pemerintah Australia memberikan subsidi kepada keluarga yang memenuhi syarat untuk bisa menitipkan anak-anak mereka, sehingga kedua orang tua bisa bekerja.

Pada awalnya, fungsi pengasuhan lebih ditekankan pada kesejahteraan fisik saja, namun belakangan anak-anak balita juga dipersiapkan secara pengetahuannya untuk memasuki sekolah dasar.

Julia Bladen asal Jakarta sudah bekerja selama 12 tahun terakhir di sebuah 'child care' di Queensland.

Sebelumnya, Julia pernah bekerja sebagai sekretaris di Indonesia, namun kemudian pindah ke Sydney dan menikah dengan warga Australia.

Setelah anaknya berusia 10 tahun, Julia memutuskan untuk bekerja paruh waktu menjadi asisten di 'child care' setelah mendapatkan Sertifikat 3, kualifikasi terendah untuk bisa bekerja di bidang ini.

Menurutnya, sekarang ini banyak tenaga kerja dibutuhkan untuk bekerja di bidang pengasuhan balita karena pekerja yang memutuskan untuk berhenti atau beralih ke pekerjaan lain.

"Banyak yang berhenti karena kelelahan disebabkan dalam beberapa tahun terakhir banyak peraturan tambahan, mereka harus menulis laporan, jadi sebagian memutuskan untuk keluar dan pindah ke tempat lain," katanya kepada ABC Indonesia.

Sebagian pekerja di bidang 'child care' juga mengeluhkan bayaran yang tidak sesuai dengan tanggung jawab dalam pekerjaan mereka.

7 September lalu, ribuan pekerja 'child care' di seluruh Australia menggelar aksi mogok dan unjuk rasa, menuntut sistem pembayaran yang lebih baik dan peningkatan kondisi kerja mereka.

Pemogokan selama sehari tersebut diperkirakan berdampak pada sekitar 70 ribu keluarga karena tidak dibukanya tempat pengasuhan anak-anak mereka.

Saat ini bayaran pekerja di 'child care' ada yang AU$5 lebih tinggi dari gaji minimum per jam di Australia yaitu $21,85, atau lebih dari Rp220.000.

Menurut Helen Gibbons, direktur pendidikan pra-sekolah dari Serikat Pekerja United Workers Union (UWU) tindakan pemogokan tersebut merupakan protes terbesar yang pernah terjadi di sektor tersebut di Australia.

Ada tiga tuntutan yang diajukan mereka menurut Helen Gibbons.

"Bayar kami sesuai dengan kepantasan yang harus diterima sehingga kami mau tetap bekerja di sektor ini," katanya.

"Kedua hargai pendidikan pra-sekolah sebagai hal yang sama pentingnya dengan pendidikan di sekolah".

"Dan ketiga, pentingkan anak-anak bukanya mencari keuntungan".

Beberapa pekerja 'child care' yang melakukan unjuk rasa juga mengatakan mereka kadang hanya dianggap sebagai pengasuh anak saja, bukannya tenaga kerja yang mendidik anak-anak.

Ada juga kesan pekerjaan di 'child care' dianggap "kurang bergensi", tapi Djayani tidak merasa malu bekerja di bidang ini.

"Saya kira semua pekerjaan itu baik saja, masing-masing orang memiliki bakat dan minat masing-masing, saya tidak memiliki perasaan rendah," katanya.

BACA ARTIKEL LAINNYA... Dunia Hari Ini: Presiden Tiongkok Lakukan Kunjungan Kenegaraan Pertama Kalinya Sejak Pandemi

Berita Terkait