Rumah di Jalan Cendana 6"8, Jakarta, sangat identik dengan Soeharto, presiden kedua Indonesia. Bagaimana suasana open house Idul Fitri di rumah itu setelah Pak Harto wafat?
SUGENG SULAKSONO, Jakarta
SUASANA di rumah besar nan asri di Jalan Cendana, Menteng, Jakarta Pusat, pagi itu (19/8) lumayan ramai. Beberapa tamu datang silih berganti. Ya, di rumah mantan Presiden Soeharto tersebut memang sedang berlangsung acara open house, tradisi setiap Hari Raya Idul Fitri.
"Setahu saya, acaranya mulai jam setengah sepuluh," kata salah seorang warga. Meski begitu, gelombang kedatangan tamu sudah dimulai pukul 08.30. Seiring dengan semakin tingginya posisi matahari, deretan mobil terparkir di sepanjang Jalan Cendana itu semakin panjang.
Saat pintu utama rumah dibuka, satu per satu tamu masuk. Di balik pintu, tuan rumah menyambut dengan senyum. Mulai Probosutedjo, adik kandung Soeharto, yang tampak sehat dengan jas cokelat dan kemeja putih bergaris.
Di samping Probosutedjo berderet secara berurutan anak-anak Soeharto hasil pernikahan dengan Siti Hartinah atau yang akrab disapa Ibu Tien. Yakni, Siti Hardiyanti Hastuti (Tutut) bersama sang suami, Indra Rukmana. Kemudian, Sigit Harjojudanto bersama istri, Siti Hediati Hariyadi (Titiek), dan Siti Hutami Endang Adiningsih (Mamiek).
Tidak tampak Bambang Trihatmodjo sampai berakhirnya acara sekitar pukul 12.30. Meski begitu, Halimah Agustina Kamil, istri pertama Bambang, ada di sepanjang acara meski tidak termasuk dalam barisan menyambut tamu. Halimah putranya, Panji Adhikumoro Trihatmodjo.
Sekitar pukul 11.00 Hutomo Mandala Putra alias Tommy muncul. Anak kelima Soeharto itu datang dari rumah pribadi yang berada persis di samping kediaman Cendana sehingga memiliki akses khusus.
Tamu penting yang hadir, antara lain, adalah Wiranto, Prabowo Subianto yang tak lain adalah mantan suami Titiek, serta Agum Gumelar dan istri. "Tidak sembarangan orang bisa masuk ke sini. Saya saja sejak seminggu sebelumnya bicara dulu dengan petugas," kata Mustang, guru SMA di Makassar, Sulawesi Selatan, yang ikut open house.
Mustang datang bersama istri dan dua anaknya. Bukan tanpa alasan kalau dia ngotot mengikuti open house di rumah keluarga Cendana. Dia ingin anaknya mengetahui sejarah Soeharto dan keluarganya. "Anak saya perlu tahu sehingga tidak sekadar dari cerita. Perlu dilihat lebih dekat karena beliau (Soeharto, Red) ini tokoh seribu banding satu," ucapnya.
Tuan rumah menyiapkan aneka makanan untuk para tamu. Ada sambal goreng hati, telur pindang, bakso tebet, nasi kebuli, sushi shashimi, lontong cap gomeh, soto betawi, dan mi bebek. Mayoritas makanan disajikan dari katering asal Kelapa Gading, Jakarta Utara. Lantunan lagu rohani dari suara emas Opick membuat suasana begitu nyaman.
"Dibandingkan dengan rumah pejabat lain, nggak tahu kenapa, saya merasa seperti di rumah kalau di Cendana," kata Dimas, salah seorang cucu Jenderal Ahmad Yani, yang datang bersama ibunya, Amelia Yani.
Bedanya, kata Dimas, kadar "kesakralan" rumah tersebut sedikit berkurang setelah meninggalnya Soeharto. "Waktu masih ada beliau itu, terasa sungkan banget. Segannya itu sangat terasa," ucapnya.
Open house kali ini bisa jadi yang terakhir. Sebab, rumah tersebut akan menjadi museum. Kini sebuah patung Soeharto sedang dibuat dan akan dipajang saat museum diresmikan.
Gagasan menjadikan rumah keluarga besar Soeharto sebagai museum muncul dari Probosutedjo. Dia sudah meminta izin kepada Titiek sebagai salah seorang ahli waris. "Dia setuju, keluarga sudah setuju," ucap Probosutedjo.
Dengan menjadikan rumah itu sebagai museum, Probosutedjo berharap agar suara miring bahwa ada bungker di bawah rumah tersebut bakal terbantahkan. "Tuduhan itu tidak benar," tandasnya. (*/c10/ca)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Menelusuri Sisa-Sisa Kejayaan Lan Fang, Republik Pertama di Indonesia (2)
Redaktur : Tim Redaksi