jpnn.com - Oleh: Abdul Rabbi Syahrir, Bendahara Umum PB HMI
Badai yang menghantam Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) belum sepenuhnya berlalu. Hari demi hari, kasak-kusuk seputar kasus pembunuhan Nofriansyah Yoshua Hutabarat (Brigadir J) yang melibatkan mantan Kadiv Propam Irjen Ferdy Sambo terus menghiasi pemberitaan media massa dan medsos.
BACA JUGA: Konon Uang yang Diberikan Ferdy Sambo kepada Bripka Ricky Rizal Bukan Terkait Brigadir J, tetapi
Sungguh ironis. Di tengah slogan “Polri Presisi” (prediktif, responsibilitas, transparansi berkeadilan) yang menggema pada masa Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo, institusi ini seketika tercoreng lantaran kasus Ferdy Sambo terbongkar.
Lebih sial lagi ikut menyeret sejumlah pejabat Polri, hingga kemudian memantik resistensi publik. Alhasil, Propam hingga Kompolnas menuai sorotan di tengah wacana Polri yang diharapkan demokratis.
BACA JUGA: Aksi Kriminal Brigadir BHT Terekam CCTV, Tuh Orangnya, Memalukan
Menurut Sidratahta (2014), perilaku Polri tidak begitu banyak berubah dalam hal karakteristik kepemimpinan, ketika budaya militer masih mewarnai tindakan-tindakan kepolisian. Hal ini diakui Polri bahwa reformasi budaya memerlukan waktu yang lama untuk menjadikan Polri bagian dari sipil berseragam (civilian police).
Dalam konteks penumbuhan suasana demokratis dalam internal Polri, mengutip Wahju Prijo Djatmiko, dapat dicapai dengan baik dengan dilaksanakannya fungsi pengawasan internal (Irwasum, Propam, dan para kepala kesatuan) dan eksternal (Kompolnas) yang sungguh-sungguh agar setiap insan Polri tak melakukan penyimpangan dari ketentuan yang diamanatkan dalam mengemban tugas profesi mulianya (Kompas, 4 Juli 2019).
BACA JUGA: Karangan Bunga Terlihat di Rumah Ferdy Sambo, Baca Tuh Ucapannya, Jangan Gentar
Seberapa besar merosotnya kepercayaan masyarakat terhadap Polri? Mampukah institusi kepolisian mengembalikan kepercayaan masyarakat? Apakah langkah-langkah teranyar Kapolri beserta jajarannya sudah tepat dalam konteks penyelesaian kasus Ferdy Sambo?
Dalam survei termutakhir Lembaga Survei Indonesia (LSI) yang dilaksanakan pada 13-21 Agustus 2022, Polri tergolong lembaga penegak hukum dengan tingkat kepercayaan publik terendah.
Di sisi lain, survei LSI menunjukkan masyarakat masih menaruh kepercayaan kepada Polri untuk menuntaskan kasus pembunuhan Brigadir J.
Kalau kita menengok hasil survei Indikator Politik Indonesia (IPI) yang dilakukan pada tanggal 11-17 Agustus 2022, ditemukan bahwa kepercayaan publik terhadap Polri menurun.
Opini publik tentu saja dinamis dan fluktuatif mengenai persepsi publik terhadap kasus Sambo. Namun satu hal yang pasti: berkat desakan dan kontrol publik, Polri ikut terdorong untuk berbenah!
Maka, menarik jajak pendapat dari lembaga Arus Survei Indonesia (ASI) dengan periode survei pada 18 – 23 Agustus 2022. Riset ASI melaporkan bahwa sebanyak 70,4% responden mengatakan puas (gabungan antara cukup puas 56,7% & sangat puas 13,7%) terhadap kinerja Kapolri Jenderal Listyo Sigit dalam mengurai misteri penembakan Brigadir Brigadir J.
Hasil poling ASI memotret optimisme bahwa langkah-langkah Kapolri sudah berada di track yang benar. Sikap Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo yang akan menindak tegas kepada pejabat-pejabat Polri yang terlibat judi online dan sebagainya, juga dinilai positif oleh publik. Angkanya sebanyak 71,2% responden (gabungan cukup tegas 54,9% & sangat tegas 16,3%).
Kompleksitas kasus Sambo itulah awal dari degradasi citra Polri. Lebih rumit lagi tatkala keputusan Polri yang tidak menahan istri Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, padahal statusnya telah menjadi tersangka pembunuhan Brigadir J. Ihwal itu akan menjadi catatan buram soal perlakuan yang diskriminatif. Konsekuensinya, reputasi institusi kepolisian dipertaruhkan.
Walhasil, stigma selama ini, penegakan hukum yang tumpul ke atas runcing ke bawah akan terus mengemuka. Maka, penanganan kasus mesti transparan, dan tanpa basa-basi. Bila pejabat tinggi tidak diperlakukan adil di mata hukum (equality before the law), masyarakat Indonesia akan sulit memaafkan kelakuan Polri yang menyimpang dari spirit Presisi.
Karena itulah, Jenderal Listyo Sigit yang selama ini dikenal responsif dan dialogis agar sekiranya menangkap pesan yang bergulir di tengah-tengah masyarakat.
Merujuk hasil survei ASI perihal pulihnya kepercayaan publik terhadap institusi Polri, memang melenakan. Untuk itu, tantangan Polri hari ini, yaitu menjaga konsistensi agar tidak bertepuk sebelah tangan. Polri perlu bekerja keras melipatgandakan ikhtiar di bidang pelayanan publik dan penegakan hukum.
Kalau kita membaca secara objektif, tentu banyak sekali gebrakan dan terobosan Kapolri yang terbilang menonjol. Diantaranya menyangkut penanggulangan terorisme dan narkoba, sebagaimana tergambar dalam keberhasilan Polri membongkar jaringan teroris transnasional, serta menguak jaringan narkoba internasional.
Kendati begitu, ada sejumlah persoalan yang mendulang reaksi bernada minor dari masyarakat. Dengan kata lain, pemberantasan terorisme dan narkoba tidaklah cukup. Kejahatan lain tak kalah pentingnya.
Di titik tertentu, Listyo Sigit Prabowo telah menorehkan prestasi, dan kinerja yang positif, misalnya pemberlakuan tilang elektronik, inovasi pelayanan SIM daring, membongkar mafia tanah, dan mengungkap kasus pinjaman online illegal.
Lebih dari itu, penangkapan buron Interpol asal Rusia di Bali, pengungkapan uang asing palsu di Banyuwangi, hingga penetapan tersangka pelaku penistaan agama Josep Paul Zhang maupun penindakan tegas terhadap Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) di Papua menambah daftar panjang kecemerlangan prestasi Polri di bawah komando Listyo Sigit.
Selain itu, Polri pada masa kepemimpinan Listyo Sigit banyak menggunakan pendekatan restorative justice atau keadilan restorative, termasuk penghormatan terhadap hak asasi manusia (HAM). Data sepanjang 2021 hingga Maret 2022, Polri telah berhasil menyelesaikan 15.039 perkara dengan restorative justice.
Keseimbangan Kapolri dalam menjaga ketegasan sekaligus gaya humanis di lapangan sejauh ini cukup memadai. Konsistensi sikap seperti itu diperlukan sembari menghadirkan transformasi Polri yang reformis secara struktural, kultural, dan instrumental.
Untuk mengembalikan kepercayaan publik di masa mendatang, maka kembalilah ke khitah: Polri Presisi. Tuntaskan kasus Ferdy Sambo secara tegas, terbuka, dan apa adanya sesuai arahan Presiden Jokowi. (*)
Yuk, Simak Juga Video ini!
BACA ARTIKEL LAINNYA... Jawaban Kapolri soal Motif Pembunuhan Brigadir J, Oh Begitu, Bikin Bergeleng
Redaktur & Reporter : Rah Mahatma Sakti