jpnn.com, JAKARTA - Badan Pusat Statistik (BPS) merilis hasil Perekonomian nasional pada kuartal II 2020 yang dilaporkan tumbuh minus 5,32 persen (yoy).
BPS juga menyebutkan, PDB Indonesia tumbuh minus 4,19 persen dari kuartal I lalu. Kondisi ini sudah diprediksi sebelumnya karena merupakan imbas dari pandemi Covid-19 yang tak hanya menekan perekonomian nasional, tetapi juga global.
BACA JUGA: 5 Berita Terpopuler: Kabar Gembira dari Bu Sri Mulyani, Anies Baswedan Gagal, Pray for Lebanon
Menyikapi hal itu, pemerintah menyiapkan strategi untuk mempertahankan pertumbuhan ekonomi di tengah pandemi Covid-19.
Menteri Koordinator Perekonomian yang juga Ketua Komite Penanganan Covid-19 dan PEN Airlangga Hartarto mengatakan, setelah mengalami kontraksi minus 5,32 persen pada triwulan II 2020, pemerintah bakal menempuh sejumlah strategi agar perekonomian tumbuh positif pada triwulan III dan IV.
BACA JUGA: Ekonomi Jatuh Minus 5,32 Persen, Begini Respons Jokowi
Airlangga menuturkan, strategi utama dalam mempercepat pemulihan ekonomi adalah melalui peningkatan belanja pemerintah, optimalisasi belanja dilakukan dengan implementasi program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN), dan peningkatan daya beli masyarakat, serta dukungan di sektor yang diharapkan dapat mendorong pemulihan ekonomi pada triwulan III dan IV.
"Pemerintah, masyarakat, dan dunia usaha, termasuk BUMN, harus berpartisipasi," kata Airlangga.
Menurutnya, kuartal III tahun ini menjadi penentu perekonomian Indonesia memasuki resesi ataukah tidak.
Apabila pertumbuhan pada Juli , Agustus, dan September kembali minus, secara otomatis perekonomian masuk ke jurang resesi.
"Pemerintah juga membentuk Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional untuk meningkatkan koordinasi, sehingga perencanaan dan eksekusi dari kedua target yaitu kesehatan dan ekonomi, dapat berjalan beriringan atau tercapai sekaligus," ujar Airlangga.
Menurutnya, program penanganan wabah yang serius dan terstruktur akan memulihkan kepercayaan masyarakat dan rumah tangan untuk melakukan aktivitas konsumsi ataupun investasi.
Adapun daya beli masyarakat akan dijaga dengan bantuan sosial dan subsidi. Dunia usaha akan dibanjiri beragam insentif agar permintaan domestik terjaga.
Selain itu, lanjutnya, penanganan aspek kesehatan yang dimaksud meliputi peningkatan pengujian dan pelacakan penyebaran Covid-19, penerapan pro tokol kesehatan yang ketat dan disiplin, serta pengadaan obat.
Hal yang tak kalah penting adalah persiapan produksi dan distribusi vaksin dalam kurun waktu satu tahun ke depan.
Sementara itu, Staf Khusus Presiden Bidang Ekonomi, Arif Budimanta menilai, dampak yang dialami Indonesia masih lebih baik ketimbang negara-negara mitra dagang utama Indonesia.
Misalnya Singapura yang ekonominya tumbuh minus 12,6 persen dan Jepang yang diprediksi kontraksinya sampai 10 persen.
"Ini namanya transisi baik dari sisi pasokan dan permintaan. Dibandingkan dengan negara mitra dagang utama itu, seperti Korea Selatan, kita masih relatif walaupun terkontraksi relatif lebih minimum dibandingkan yang dihadapi negara mitra dagang utama," kata Arif.
Arif menjelaskan, Indonesia tidak mengalami penurunan yang lebih dalam dari negara lain karena sudah mengantisipasinya dengan berbagai kebijakan berupa stimulis ekonomi dan bantuan sosial. Menurutnya, bansos memang menjadi jaring pengaman yang disiapkan pemerintah untuk menjaga daya beli masyarakat.
"Karena sudah disiapkan program counter cyclical pertama yang dari awal diberikan pemerintah. Bantuan sosial, program padat karya. Ini concern Presiden menjadi sangat signifikkan karena dari demand side itu bisa terus menggerakkan perekonomian," ujarnya.
Di sisi lain, lanjutnya, pemerintah juga akan mengoptimalkan belanja pemerintah untuk mengoptimalkan pertumbuhan.
Arif menilai belanja pemerintah ini diharapkan bisa memperbaiki daya beli dan menumbuhkan sisi permintaan (demand) yang berujung pada pulihnya sisi suplai.
Arif mengingatkan, kontraksi ekonomi tak hanya dialami Indonesia tetapi juga banyak negara lain di dunia. Seluruh dunia, lanjutnya, menganggap lemahnya ekonomi saat ini sebagai masalah bersama. (flo/jpnn)
Redaktur & Reporter : Natalia