Menko Airlangga Paparkan Pentingnya Industri Kelapa Sawit Berkelanjutan di IPOC 2022

Kamis, 03 November 2022 – 21:39 WIB
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto memaparkan pentingnya industri kelapa sawit yang berkelanjutan saat membuka Indonesia Palm Oil Conference (IPOC) 2022 yang digelar secara hybrid di Nusa Dua Bali, Kamis (03/11). Foto: Dokumentasi Humas Kemenko Perekonomian

jpnn.com, NUSA DUA - Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto memaparkan pentingnya industri kelapa sawit yang berkelanjutan saat membuka Indonesia Palm Oil Conference (IPOC) 2022 yang digelar secara hybrid di Nusa Dua Bali, Kamis (03/11).

Mengawali paparannya tersebut, Menko Airlangga menyebutkan saat ini luar areal yang telah tersertifikasi ISPO mencapai 3,6 juta hektare.

BACA JUGA: Hilirisasi Industri Sawit Berkelanjutan Harus Berpedoman pada SDGs

Selain ISPO, juga terdapat Instruksi Presiden Nomor 6 Tahun 2019 tentang Rencana Aksi Nasional Kelapa Sawit Berkelanjutan Tahun 2019-2024, yang akan menjadi peta jalan bagi pemerintah dan pemangku kepentingan terkait yang bertujuan menyeimbangkan pembangunan sosial ekonomi dan pelestarian lingkungan.

“Kelapa sawit berkontribusi dalam menopang pemulihan ekonomi. Tidak hanya pada aspek ekonomi, tetapi juga aspek sosial dan lingkungan masyarakat dengan regulasi yang diterapkan secara efektif,” ujar Menko Airlangga yang hadir membuka IPOC 2022 secara virtual.

BACA JUGA: Menko Airlangga: Industri Kelapa Sawit Sektor Strategis Bagi Perekonomian Masyarakat

Menko Airlangga juga menyampaikan peluang meningkatkan dan memperluas substitusi bahan bakar fosil dan petrokimia di kawasan ASEAN sangat potensial.

Hal ini mengingat keberadaan CPOPC (CPO Producer Countries) yang terdiri dari Indonesia dan Malaysia.

BACA JUGA: Pemerintah Memberlakukan Tarif Baru untuk Jaga Industri Kelapa Sawit

Indonesia sebagai negara eksportir crude oil palm (CPO) terbesar di dunia mampu memproduksi 40 persen dari total minyak nabati secara global.

Komoditas kelapa sawit sendiri jauh lebih unggul dibandingkan komoditas pesaing minyak nabati lainnya karena memiliki produktivitas lebih tinggi dengan menggunakan lahan yang lebih sedikit.

Lebih lanjut pada kesempatan tersebut, Menko Airlangga juga menjelaskan di tengah tantangan global, pemerintah memandangnya sebagai peluang.

Pada sektor energi untuk menjaga daya beli masyarakat, pemerintah berupaya menjaga ketersediaan energi tetap ada dengan harga yang terjangkau bagi masyarakat.

Sementara itu di sektor pangan, pemerintah mendorong petani gurem untuk menanam jagung, kedelai, dan sorgum sebagai tumpangsari selama tiga tahun program replanting kelapa sawit untuk menjaga cashflow.

“Pemerintah juga memprioritaskan ketahanan pangan dengan pengembangan food estate dalam bentuk koperasi untuk memberikan akses bantuan, pembiayaan, dan fasilitas lain yang diberikan oleh pemerintah bekerja sama dengan Badan Usaha Milik Negara dan sektor swasta,” ujar Menko Airlangga.

Dalam kesempatan tersebut, pria yang sekarang juga menjabat sebagai Ketum Partai Golkar itu juga menyampaikan bahwa berbeda dengan negara-negara lain pada 2022–2023, negara-negara ASEAN-5 diproyeksikan tidak akan mengalami resesi tetapi menikmati pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi (booming) disertai dengan tingkat inflasi yang relatif moderat.

Menurutnya, kondisi tersebut memungkinkan peningkatan konsumsi minyak sawit di kawasan ini baik untuk oleofood maupun melalui ekspansi domestik dan untuk substitusi bahan bakar fosil maupun petrokimia yang semakin mahal secara global.

Kenaikan harga minyak mentah pada 2022-2024 menyebabkan produk turunan seperti petrokimia menjadi lebih mahal.

“Upaya substitusi bahan bakar fosil dengan biodiesel sawit, green fuel lainnya, dan petrokimia dengan oleokimia berbasis sawit merupakan strategi yang akan membuat industri sawit lebih layak di tengah krisis," tegasnya.

Hingga tahun 2022, Menko Airlangga menyampaikan Indonesia masih menerapkan B30.

"Saat ini, Harga Indeks Pasar (HIP) Biodiesel lebih rendah daripada HIP solar,” sebutnya.

Untuk mengatasi kenaikan harga minyak goreng yang dipicu oleh kenaikan biaya produksi, Menko Airlangga mengatakan bahwa strategi yang dapat diterapkan yakni dengan mengganti sebagian minyak goreng dengan minyak goreng merah.

Indonesia memiliki prevalensi stunting yang tinggi dengan 7,4 juta anak di bawah 5 tahun (30 persen) mengalami stunting.

Minyak goreng merah dapat menjadi solusi pemenuhan kebutuhan minyak goreng dalam negeri sebagai jenis minyak nabati baru berbasis pengolahan alami yang lebih bergizi sekaligus mengembangkan usaha kelapa sawit rakyat skala menengah.

“Indonesia juga membutuhkan bisnis untuk merangkul triple bottom line, yakni sosial, lingkungan, dan keuangan, termasuk melalui sektor perkebunan khususnya kelapa sawit. Mari para stakeholder bekerja sama dan berkomitmen untuk mencapai tujuan tersebut dan tangguh dalam melalui krisis global ini,” pungkas Menko Airlangga. (mrk/jpnn)


Redaktur : Sutresno Wahyudi
Reporter : Sutresno Wahyudi, Sutresno Wahyudi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler