Menko Airlangga Sebut Investasi Tak Memiliki Bendera, Indonesia Buka Peluang

Kamis, 16 Mei 2024 – 20:19 WIB
Di hadapan media Jerman, Menko Airlangga sebut investasi tidak memiliki bendera, Indonesia buka peluang. Foto: Kemenko Perekonomian

jpnn.com, JAKARTA - Saat ini, Indonesia berada di peringkat 16 negara dengan ekonomi terbesar di dunia. Dalam 20 tahun, Indonesia bercita-cita menjadi nomor empat.

Indonesia akan terus berupaya agar dapat masuk dalam kelompok negara dengan ekonomi terpenting dunia.

BACA JUGA: Menko Airlangga: Kemungkinan Indonesia Resesi 1,5 Persen

Penguatan hubungan kerja sama ekonomi bilateral dengan berbagai negara akan membantu Indonesia mencapai tujuannya, termasuk dengan Jerman.

“Saya bertemu dengan Menteri Ekonomi Federal Robert Habeck dan berharap dapat memulai bisnis antara Jerman, ekonomi terbesar di Eropa, dan Indonesia, ekonomi terbesar di Asia Tenggara," kata Menteri Koordinator Bidang Perkonomian RI Airlangga Hartarto.

BACA JUGA: Bertemu Menko Airlangga, Wakil Kanselir Jerman Memuji Pertumbuhan Ekonomi Indonesia

Lebih dari itu, kata Airlangga, pihaknya menginginkan akses yang lebih baik terhadap teknologi dan investasi Jerman.

"Akses pasar yang lebih mudah juga penting bagi kami,” tutur Airlangga Hartarto dalam wawancara dengan Handelsblatt di sela-sela kunjungan kerja ke Jerman beberapa waktu lalu.

BACA JUGA: Menko Airlangga Resmi Terima Peta Jalan Aksesi Keanggotaan OECD Indonesia

Dalam kesempatan tersebut, Menko Airlangga menegaskan bahwa Indonesia membuka peluang investasi dari semua pihak.

“Saya rasa investasi tidak memiliki bendera. Kami sangat terbuka untuk semua pihak. Jadi, menurut saya (yang berinvestasi di Indonesia) bukan hanya Tiongkok, tetapi juga ada AS di sisi tembaga (Freeport). Dahulu juga ada Jepang di sisi bauksit," jelas Airlangga.

Oleh karena itu, untuk nikel Indonesia belajar dari sejarah tersebut. Sebelum investasi di nikel, Indonesia mengekspor baja hanya USD2 miliar.

"Itu sekitar 2014. Namun, sekarang jumlahnya mencapai USD 26-30 miliar dalam setahun. Jadi, ini merupakan nilai tambah bagi masyarakat Indonesia,” ungkapnya.

Menko Airlangga menambahkan bahwa di masa depan nikel Indonesia juga akan berbasis energi hijau melalui pabrik peleburan yang dioperasikan dengan tenaga air, pembangkit listrik tenaga gas, atau bahkan pembangkit listrik tenaga surya.

Tentunya akan dilakukan transisi energi di Indonesia. Namun di sisi lain, Indonesia harus tetap kompetitif dengan produk yang dihasilkan, sehingga biaya menjadi hal yang krusial. Meski begitu, Green nickel dan pertambangan berkelanjutan akan terus berproses secara bertahap.

Menko Airlangga tidak menganggap pembatasan perdagangan menjadi rintangan dalam negosiasi perdagangan bebas dengan Uni Eropa.

Menurut Menko Airlangga, Indonesia berhak mengelola hasil alamnya sendiri. Pemberlakukan larangan ekspor bahan mentah yang belum diolah tentunya bertujuan agar Indonesia memiliki daya saing global.

Dengan begitu, Indonesia dapat membawa nilai tambah ke dalam negeri yang membawa keuntungan bagi rakyat Indonesia.

Terkait negosiasi dengan Uni Eropa, Menko Airlangga mengungkapkan bahwa Indonesia ingin diperlakukan secara adil. Hal ini melihat bagaimana Eropa memperlakukan Indonesia secara berbeda, misalnya dengan Vietnam dan Thailand.

Negosiasi IEU CEPA tak kunjung usai dalam 7 tahun terakhir. Padahal Indonesia memiliki peran besar dalam tatanan perekonomian dunia. Indonesia tidak mau menunggu terlalu lama.

“Kami telah membuktikannya selama Indonesia memimpin G20, ada inklusivitas, suara negara-negara selatan juga lebih diperhitungkan. Kami ingin melihat semuanya bersama demi kepentingan semua pihak," tuturnya.

Airlangga mengatakan, meski dunia ini besar di satu sisi, namun dunia ini juga menjadi makin kecil di sisi lain. Hal yang terjadi jauh di Ukraina tetap memberikan dampak terhadap orang-orang di Indonesia. Mereka tidak tidak ada hubungannya dengan apa yang terjadi di Ukraina, namun, mereka harus menanggung akibatnya.

"Itu yang tidak diinginkan Indonesia. Hal yang sama terjadi terhadap Israel dan Hamas, ketika harga minyak naik, orang-orang di jalanan (Indonesia) yang akan menderita. Kami tidak ingin penderitaan ini dirasakan secara global. Sehingga apabila kita bisa membantu mereka, itu akan membantu masyarakat Indonesia juga,” tutur Menko Airlangga.

Optimisme Menko Airlangga terhadap cita-cita Indonesia menjadi negara maju juga disebutkan dalam wawancara tersebut. Saat ini Indonesia menjadi negara dengan perekonomian terbesar ke-16.

Jika di 2045 nanti jumlah penduduknya sekitar 320 juta orang dengan PDB USD30.000 per kapita, berarti Indonesia akan menjadi negara dengan perekonomian sejumlah USD9 triliun.

Di sinilah tugas Pemerintah Indonesia untuk menciptakan banyak lapangan kerja baru agar dapat mewujudkan cita-cita bangsa tersebut.

“Saat ini Jerman memiliki ekonomi sekitar USD4 triliun. Jadi, Anda bisa membandingkan seberapa besar Indonesia di 2045 nanti. Namun, tentunya banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan, di antaranya tentu upaya value added akan dapat menciptakan lapangan kerja bagi masyarakat Indonesia," bebernya.

"Siapa lagi yang akan menyediakan lapangan kerja bagi masyarakat indonesia? Tentu hanya Pemerintah Indonesia yang memikirkan rakyat Indonesia. Itulah alasannya mengapa kami perlu mengambil kebijakan yang berpihak kepada masyarakat Indonesia, sekaligus menempatkan Indonesia dalam jaringan rantai pasok global,” pungkas Menko Airlangga. (jpnn.com)


Redaktur : Djainab Natalia Saroh
Reporter : Djainab Natalia Saroh, Djainab Natalia Saroh

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler