Menlu AS Kampanye Anti-Tiongkok di Hadapan Warga NU, Kata-katanya Keras

Kamis, 29 Oktober 2020 – 20:46 WIB
Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Michael Pompeo menjadi pembicara dalam dialog dengan GP Ansor di Jakarta, Kamis (29/10/2020). Foto: ANTARA FOTO/Galih Pradipta/fo

jpnn.com, JAKARTA - Warga Nahdatul Ulama (NU) alias Nahdiyin ternyata termasuk sasaran kampanye anti-Tiongkok Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Mike Pompeo. Hal itu terbukti saat Pompeo bertemu dengan tokoh NU dan kader GP Ansor di Jakarta, Kamis (29/10).

Pada kesempatan itu dia menyinggung perlakuan Tiongkok kepada muslim Uighur di Xinjiang. Anak buah Donald Trump itu bahkan menyebut rezim komunis di Beijing sebagai ancaman bagi seluruh umat beragama.

BACA JUGA: Menlu Amerika Puji Keberanian Indonesia Melawan Tiongkok di Laut China Selatan

"Ancaman terbesar bagi masa depan kebebasan beragama adalah perang Partai Komunis Tiongkok terhadap orang-orang dari umat manapun, Islam, Buddha, Kristen, juga praktisi Falun Gong," kata Pompeo dalam acara yang dipandu oleh Yahya Cholil Staquf, tokoh Nahdlatul Ulama (NU).

Pernyataan Pompeo kali ini bukan yang pertama, mengingat isu muslim Uighur di Xinjiang menjadi salah satu poin dalam konflik kedua negara, yang belakangan memanas dengan sejumlah isu lain.

BACA JUGA: Bus Bertenaga Hidrogen Mulai Beroperasi di Tiongkok, Ramah Lingkungan

Atas tuduhan-tuduhan yang dilancarkan itu, Tiongkok menyatakan AS tidak berhak turut campur dalam urusan internal negara lain.

Tiongkok juga selalu berkilah bahwa kamp yang dibangun di Xinjiang bukan merupakan kamp penahanan, tetapi kamp pelatihan untuk mencegah terorisme dan pengentasan kemiskinan.

BACA JUGA: COVID-19 Kembali Menyerang Kampung Muslim Uighur, Kemenlu Tiongkok Keluarkan Surat

"Namun Anda dan kita semua tahu bahwa tidak ada pembenaran atas pemberantasan terorisme dengan membuat muslim Uighur memakan daging babi pada bulan Ramadan, atau menghancurkan sebuah pemakaman muslim," tutur Pompeo.

"Tidak ada pembenaran atas pengurangan kemiskinan dengan memaksa sterilisasi atau mengambil anak-anak dari orang tua mereka untuk diajar kembali di sekolah asrama yang dijalankan oleh negara," kata dia menambahkan.

Menanggapi bahasan Pompeo tersebut, Yahya Cholil Staquf, yang menjabat sebagai Katib 'Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), mengatakan bahwa informasi mengenai isu muslim di Xinjiang saat ini menjadi kabur, karena terdapat bias di tengah konflik Tiongkok-AS.

"Yang kita butuhkan sekarang adalah akses terhadap informasi yang faktual, dan kami menuntut semua pihak, Amerika maupun Tiongkok, untuk jujur dalam hal ini karena keadaannya saat ini jika mengecam Tiongkok maka dianggap anti-Amerika, juga sebaliknya," ujar Yahya, ditemui usai acara yang sama.

Yahya menyatakan bahwa sikap NU atas isu muslim Uighur pun masih belum final dan organisasi itu masih mendalami kebenarannya dengan menunggu mendapatkan informasi yang tepat agar tidak masuk ke dalam situasi bias tersebut.

"Tetapi jelas, jika memang benar terjadi pelanggaran hak asasi (muslim Uighur di Xinjiang, red), kami tidak akan tinggal diam sebagaimana selama ini kami tidak tinggal diam terhadap nasib rakyat Palestina," katanya. (ant/dil/jpnn)


Redaktur & Reporter : Adil

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler