Menristekdikti: Uji Kompetensi Tenaga Kesehatan Dikembalikan ke Perguruan Tinggi

Selasa, 26 Maret 2019 – 18:10 WIB
Menristekdikti Mohamad Nasir memastikan uji kompetensi tenaga kesehatan diserahkan kepada perguruan tinggi. Foto: Mesya/JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Menteri Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti) Mohamad Nasir memastikan uji kompetensi tenaga kesehatan (Nakes) lulusan perguruan tinggi harus tetap dilakukan. Namun, uji kompetensinya tidak lagi ditangani panitia ujian kompetensi nasional seperti amanat Permenristekdikti 12/2016.

“Permenristekdikti 12/2016 sudah dicabut. Sekarang masih digodok Permenristekdikti baru yang kira-kita arahnya uji kompetensi diserahkan kepada masing-masing perguruan tinggi bekerja sama dengan lembaga profesi dan lembaga sertifikasi di daerah," terang Menteri Nasir dalam Health Talk di Kantor Kemenristekdikti, Selasa (26/3).

BACA JUGA: Pengumuman Hasil SNMPTN 2019 Hari Ini, Jam 1 Siang

Walaupun uji kompetensi diserahkan pada masing-masing perguruan tinggi di daerah bersama dengan lembaga profesi tapi tetap harus diawasi. Pengawasan dilakukan oleh lembaga sertifikasi profesi karena dia harus mendapat sertifikat kompetensi.

BACA JUGA: Supaya Profesional, Musikus Perlu Ikut Uji Kompetensi

BACA JUGA: Kemenristekdikti Meluncurkan Seleksi Mandiri Masuk PTN-Barat 2019

Nasir menyebutkan, untuk tahun ini, uji kompetensi belum dilakukan perguruan tinggi. Sebab, masih menunggu Permenristekdikti baru. Namun, perguruan tinggi sudah bisa meluluskan mahasiswanya.

"Yang sudah lulus silakan diwisuda. Uji kompetensi nanti kalau sudah diperbaiki aturannya. Kemarin peraturan secara nasional harus kami tarik dan diubah. Uji kompetensi tidak dilakukan secara nasional, tapi di daerah. Namun, menggunakan standar nasional," jelasnya.

BACA JUGA: Inisiasi School of Property Developer, BTN Gandeng Perguruan Tinggi

Sebelumnya, ratusan mahasiswa dan dosen dari berbagai Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan (STIKES) maupun perguruan tinggi yang memiliki program studi (prodi) kesehatan melakukan aksi damai di DPR RI, Senin (18/3).

Aksi yang dimulai sejak pukul 08.00 WIB ini menuntut Peraturan Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2016 tentang Tata Cara Pelaksanaan Uji Kompetensi Mahasiswa Bidang Kesehatan dicabut.

Menurut Sekjen Himpunan Perguruan Tinggi Kesehatan Indonesia (HPTKes Indonesia) Gunarmi, Permenristekdikti itu berdampak luas. Di mana ada 300 ribu sarjana kesehatan (perawat, bidan, nurse) jadi pengangguran karena tidak lulus uji kompentensi yang dilakukan panitia seleksi nasional. Padahal sebelumnya, lulusan sarjana kesehatan bisa bekerja dan buka praktik sendiri.

“Banyak sarjana kesehatan ini sudah ikut tes kompetensi sebanyak 11 kali. Namun, mereka berkali-kali gagal. Padahal setiap kali tes harus mengeluarkan uang Rp 225 ribu untuk lulusan D3 dan Rp 275 ribu untuk S1,” ungkap Gunarmi yang ditemui di sela-sela aksi damai.

Dampak lainnya dari Permenristekdikti 12/2016 adalah akan banyak sarjana yang tidak bisa diwisuda bila gagal dalam tes kompetensi. Tidak hanya bisa buka praktik, ijazah juga tak akan dikantongi.

“Bisa dibayangkan bagaimana beban orang tua mahasiswa yang sudah mengeluarkan dana puluhan juta tapi anaknya tidak bisa diwisuda dan tidak bekerja sesuai keahlian," ujarnya.

Gunarmi mengungkapkan, ada banyak sarjana kesehatan yang terpaksa bekerja jadi sales, pelayan toko maupun restoran. Mereka tidak bisa bekerja sesuai keahliannya di rumah sakit, puskesmas, buka praktik, dan lainnya.(esy/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Darurat SDM Pertanian, Kemenristekdikti Dorong Perguruan Tinggi Regenerasi Petani


Redaktur & Reporter : Mesya Mohamad

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler