jpnn.com, JAKARTA - Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (Mentan SYL) mengatakan tren ekspor sarang burung walet (SBW) menunjukkan peningkatan signifikan dalam lima tahun terakhir.
Rumah dari burung walet atau Collocalia sp. ini dipercaya memiliki khasiat bagi kesehatan dan banyak dihasilkan di pulau Jawa, Kalimantan, hingga Sulawesi.
BACA JUGA: Sarang Burung Walet Putih Bersih, Setelah Diteliti Bikin Kaget
"Ini adalah anugerah dari Tuhan untuk kita, tanpa perawatan khusus walet memberikan sumbangan devisa negara dan pendapatan bagi petani, " kata SYL di Jakarta (15/1).
Mentan SYL bersyukur bahwa komoditas asal sub sektor peternakan ini juga mendapat dukungan dari Menteri Perdagangan M. Lutfi.
BACA JUGA: Bea Cukai Melepas Ekspor Sarang Burung Walet dan Olahan Singkong
Dukungan terhadap komoditas SBW disampaikan saat meluncurkan Platform Dagang Digital Indonesian Store (IDNStore) di Jakarta, Kamis (14/1).
Menteri Lutfi menyebutkan keyakinannya akan tercapainya pertumbuhan yang ditargetkan RPJMN (rencana pembangunan jangka menengah nasional) dan komoditas ekspor SBW menjadi andalan, bahkan sebagai "harta karun".
BACA JUGA: Mentan Syahrul Yasin Limpo Sudah Persiapkan Langkah Antisipasi Iklim Ekstrem
Sebagai informasi, data pada sistem perkarantinaan, IQFAST Badan Karantina Pertanian (Barantan) tercatat bahwa selama masa pagebluk Covid-19, jumlah ekspor SBW sebanyak 1.155 ton dengan nilai Rp 28,9 triliun atau meningkat 2,13 persen dari pencapaian di 2019 yang hanya 1.131,2 ton Rp 28,3 triliun saja.
"Selain sinar matahari, tanah subur dan banyak lagi yang diberikan Sang Mahapenguasa kepada bangsa ini harus kita jaga, harus kita kelola," ajak Mentan.
SBW dapat hidup baik dengan ekosistem yang terjaga, mulai dari hutan, laut dan sungai sebagai penghasil pakan walet alami.
Saat ini, SBW yang diperdagangkan merupakan komoditas binaan dari Direktorat Jendral Peternakan dan Kesehatan Hewan (PKH) Kementan untuk produktivitasnya.
Sementara untuk pendampingan eksportasi mulai dari harmonisasi aturan dan persyaratan teknis sanitasi negara tujuan dan bimbingan teknis sanitari dan keamanan pangan, food safety-nya dilakukan oleh Barantan.
Menurut Mentan SYL, melalui Barantan pihaknya telah melakukan pendampingan terhadap 23 eksportir SBW RI sehingga berhasil teregistrasi oleh otoritas karantina pertanian Cina, GACC (General Administration of Customs of the People's Republic of China).
Tercatat sebanyak 262 ton atau 23 persen dari total ekspor SBW RI dibeli oleh Tiongkok. Sebagai pengekspor SBW terbesar didunia, para pelaku usaha RI banyak menyasar pasar Tiongkok karena harga jual yang lebih tinggi dibandingkan negara tujuan lain, yakni antara Rp 25 juta hingga Rp 40 juta per kilogram.
Namun dengan harga yang lebih tinggi ini, secara khusus Tiongkok juga mempersyaratkan ketentuan registasi bagi tempat pemroses sarang walet disamping pemenuhan persyaratan teknis tentunya.
Sementara itu, diketahui bahwa tempat pemrosesan sarang walet juga memerlukan tenaga kerja yang cukup besar atau padat karya, sehingga mampu memberikan dampak ekonomi berupa peluang pekerjaan bagi masyarakat sekitarnya.
"Saat ini 13 pelaku usaha tempat pemrosesan sarang burung walet lainnya tengah kami dampingi untuk penetrasi pasar Tiongkok, semoga bisa sama-sama kita dukung agar tahun ini selesai," sebut SYL.
Sarang Walet RI Laris Di Mancanegara
Kepala Barantan Ali Jamil yang turutnl menyampaikan bahwa selain Tiongkok, ada 23 negara tujuan ekspor lain bagi SBW RI antara lain Australia, USA, Kanada, Hong Kong, Singapore, Afrika Selatan dan lainnya.
"Setiap negara tujuan memiliki protokol ekspor masing-masing dan kami selaku otoritas karantina mengawal persyaratan teknisnya," kata Jamil.
Dia juga menyebut pihaknya telah memiliki laboratorium pengujian yang diakui negara mitra dagang.
Selain percepatan layanan, pihaknya juga juga terus melakukan inovasi teknologi perkarantinaan untuk memfasilitasi pertanian di perdagangan internasional.
Jamil menambahkan partisipasi dan dukungan dinas pertanian, peternak dan masyarakat, dalam menjaga keberlangsungan komoditas SBW sangat diperlukan.
Salah satunya terhadap ancaman penyakit flu burung atau avian influenza (AI). Indonesia pernah mengalaminya di 2005 dan diperlukan upaya yang panjang untuk mengendalikannya.
"Bersama kita jaga, laporkan jika melalulintaskan unggas khususnya kepada petugas karantina agar SBW tetap dapat berkontribusi pada pemulihan ekonomi nasional," pungkas Jamil. (*/jpnn)
Jangan Sampai Ketinggalan Video Pilihan Redaksi ini:
Redaktur & Reporter : Boy