Menteri Siti Nurbaya Bertemu 20 Guru Besar dan Dekan Fakultas Kehutanan UGM, Nih Tujuannya

Selasa, 14 November 2023 – 23:54 WIB
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya bertemu 20 Guru Besar dan Dekan Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada (UGM) saat mengawali Expert Meeting Reorientasi Paradigma Pembangunan Kehutanan Indonesia Berkelanjutan di Jakarta, Selasa (14/11/2023). Foto: Humas KLHK

jpnn.com, JAKARTA - Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya melakukan pertemuan bersama 20 Guru Besar dan Dekan Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada (UGM) guna mendapat masukan dari para akademisi mengenai Reorientasi Paradigma Pembangunan Kehutanan Indonesia Berkelanjutan.

"Kami hadir di sini untuk bersama melihat paradigma pembangunan kehutanan dan hal-hal yang mungkin bisa diidentifikasi reorientasinya,” ujar Menteri Siti saat mengawali Expert Meeting Reorientasi Paradigma Pembangunan Kehutanan Indonesia Berkelanjutan di Jakarta, Selasa (14/11/2023).

BACA JUGA: Menteri Siti Nurbaya Mengevaluasi Efektivitas Kerja Urusan Konkurensi LHK di Daerah Otoritas IKN

Menteri Siti mengatakan pertemuan kali ini paling tidak dapat mengawali brainstorming dengan mengangkat referensi-referensi teoritik terlebih dulu.

"Sehingga acara ini bukan acara rapat kerja atau diskusi, tetapi  agenda expert meeting, pembahasan kepakaran subtansial,” katanya.

BACA JUGA: Menteri LHK Siti Nurbaya Meresmikan Rumah Kolaborasi dan Konsultasi Iklim & Karbon

Menteri Siti mengatakan Reorientasi Paradigma Pembangunan Kehutanan Indonesia Berkelanjutan penting untuk diformulasikan saat ini.

Dengan begitu dapat menjadi catatan penting untuk pengelolaan kehutanan kedepan termasuk Rencana Kehutanan Tingkat Nasional (RKTN).

BACA JUGA: Menteri LHK Siti Nurbaya Bicara Soal Turbulensi dan Paradigmatik Pembangunan Kehutanan Indonesia

Pada kesempatan tersebut, Guru Besar Universitas Gadjah Mada Prof. San Afri Awang mengatakan pihaknya mengapresiasi hal-hal yang sudah dilaksanakan oleh KLHK. Banyak hal yang dilakukan, termasuk terobosan-terobosan melalui corrective actions, dan program-program lain dari KLHK selama 9 tahun.

“Untuk hal-hal yang begitu rasanya kita tidak perlu mendiskusikannya, tetapi hal-hal yang memang kita perlu kembangkan ke depan," katanya.

Sebagai pengantar, Profesor Awang berbicara mengenai RKTN dan dokumen-dokumen perencanaan lain, yang dikaitkan dengan konteks geopolitik global pada SDGs.

Prof. Awang menyoroti tujuh poin terkait RKTN, yaitu penyusunan rencana makro penyelenggaraan kehutanan; penyusunan rencana kehutanan tingkat provinsi; penyusunan rencana pengelolaan kehutanan di tingkat KPH; penyusunan rencana pembangunan kehutanan; penyusunan rencana kerja usaha pemanfaatan hutan; koordinasi perencanaan jangka panjang dan menengah antar sektor; serta pengendalian kegiatan pembangunan kehutanan.

"Jadi, konteks pada 7 poin tersebut perlu kita lihat ulang, apakah dia betul-betul sudah sesuai dengan RKTN tersebut, kalau tidak kita harus cari jalan keluar, mengenai kewenangan-kewenangan ini, termasuk dengan desentralisasi yang sudah berjalan," ujarnya.

Pandangan Para Guru Besar

Selanjutnya, masing-masing Guru Besar menyampaikan pandangan terhadap pembangunan kehutanan dan masukan untuk reorientasinya ke depan.

Dari pertemuan tersebut, Menteri Siti menyampaikan sejumlah catatan. Pertama, dalam orientasi green manufacturing, Menteri Siti mengatakan akhirnya hal tersebut menjadi sesuatu yang penting dan ini menjadi pijakan kementerian untuk ke depan.

Sebagai contoh, ketika kita berbicara hutan sosial, sudah ada sekarang Peraturan Presiden tentang Integrated Area Development dengan basis hutan sosial. Kita juga sudah memposisikan Taman Nasional sebagai pusat/sumber pertumbuhan ekonomi wilayah dan menjadi contoh distribusi pendapatan yang tepat, seperti di TN Komodo dan TN Gunung Ciremai.

“Hal-hal seperti ini menurut saya termasuk dari payung besarnya green manufacturing, termasuk bioprospecting, hasil hutan bukan kayu, bambu, dan seterusnya. Itu semua arahnya kalau kita kasih payung besar namanya green manufacturing," ujarnya.

Dengan demikian, maka Menteri Siti menyampaikan poin berikutnya yaitu bahwa perlu dikembangkan pembangunan Center of Excelence yang menjadi sangat relevan.

Centre of excellence itu untuk forest landscape management. Sebagai awal, Menteri Siti mengungkapkan KHDTK UGM dapat menjadi Center of Excelence di Jawa. Sebagai contoh misalnya diberi nama Center of Excelence for Forest Landscape Management.

"Karena kita mempunyai landscape yang berbeda-beda, Center of Excelence perlu dikembangkan di lokasi lain seperti Kalimantan dan Sumatera," katanya.

"Saya juga setuju di Center of Excelence kita akan uji coba bagaimana sampai pada posisi Indonesia era agroforestry. Saya sangat setuju dengan konsep itu. Kita pakai field laboratory nya di setiap Center of Excellence," imbuhnya.

Konservasi dan Preservasi

Selanjutnya, Menteri Siti mengatakan maka posisi hutan secara evolutif dari era Hutan Register zaman Belanda hingga 1970 an. Dan, era Tata Guna Hutan Kesepakatan pada 1976-1990-an dan era Padu Serasi dengan Tata Ruang Wilayah akhir 1990 hingga sekarang dan mungkin bisa dipatok menjadi  pengembangan evolutif di era Forest and Other Land Uses (FOLU).

"Dalam konteks Center of Excelence ini, KLHK juga sudah mengajak bahwa kita tidak lagi pakai istilah kerja-kerja konservasi di luar kawasan konservasi. Kita menggunakan istilah konservasi dan preservasi. Untuk hal ini sedang kita perkuat dasar hukumnya," ujar Menteri Siti.

Menteri Siti juga mendorong pengembangan era Agroforestry Nusantara sebagai ciri kelola Hutan Indonesia.

Dengan pendekatan green manufacturing Menteri LHK meminta untuk dikembangkan dan dikaji tentang Borneo River Basin dengan karakter Kalimantan dan segala  potensi dan gangguan yang ada terhadap ekosistem dan hutan Borneo yang luasnya 23 juta ha dan  di antaranya 16 juta ha berada di wilayah Indonesia di Kalimantan.

Turut hadir pada acara ini Wakil Menteri LHK Alue Dohong, Pejabat Tinggi Madya KLHK, Pejabat Tinggi Pratama KLHK, dan Pejabat Fungsional KLHK.(fri/jpnn)


Redaktur & Reporter : Friederich Batari

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler