jpnn.com, JAKARTA - Pemerintah bersama Komite Nasional Keuangan Syariah (KNEKS) memiliki sejumlah program prioritas untuk pengembangan ekosistem ekonomi syariah.
Salah satunya menguatkan rantai nilai halal Indonesia.
BACA JUGA: Jakarta Berpotensi sebagai Tujuan Wisata Halal Dunia
Mengacu pada Masterplan Ekonomi Syariah Indonesia 2019-2024, penguatan rantai nilai halal atau halal value chain (HVC) merupakan bagian dari strategi utama dalam mewujudkan Indonesia yang mandiri, makmur, dan madani dengan menjadi Pusat Ekonomi Syariah Terkemuka Dunia.
Direktur Bisnis dan Kewirausahaan KNEKS, Putu Rahwidhiyasa mengatakan, pihaknya menginterpretasikan masterplan ekonomi dan keuangan syariah 2019-2024 ke dalam 13 program prioritas dan 17 program reguler.
BACA JUGA: Lewat Cara Ini Gubernur Ganjar Jamin Kesejahteraan Guru Honorer di Jateng
"Alhamdulillah dari 13 program prioritas telah netes istilahnya itu 10 program prioritas,” ujar Putu dalam seminar bertajuk Menuju Pusat Industri Halal Dunia: Prospek dan Tantangan Ekonomi dan Keuangan Syariah, Kamis (24/11).
Salah satu program prioritas yang telah dilakukan KNEKS untuk mendukung penguatan halal value chain di Indonesia, adalah mengembangakn sertifikasi produk halal.
BACA JUGA: Santri Dukung Ganjar Jabar Bantu Para Korban Gempa di Cianjur
Perusahaan tersertifikasi halal didominasi oleh sektor makanan sebesar 90% lebih dibanding sektor lainnya.
Di samping itu, perusahaan tersertifikasi halal pada sektor farmasi dan sektor kosmetik terus mengalami peningkatan setiap tahunnya.
“Terdapat empat fokus prioritas sertifikasi halal yang kita sebut zona kuliner halal aman dan sehat salah satunya di Rasuna Garden food Street Jakarta,” ungkap Putu.
Kemudian, KNEKS bersama Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) mendorong digitalisasi pariwisata ramah muslim melalui event Islamic digital di 2022 dan penerbitan panduan pariwisata ramah muslim di lima destinasi favorit.
“Saat ini ada tiga kawasan industri halal yang telah beroperasi yang pertama di Cikande Banten kedua di Sidoarjo Jawa Timur di Riau dan beberapa Kawasan Industri halal lainnya sedang mengajukan permohonan menjadi Kawasan Industri halal,” ucapnya.
Direktur Retail Banking Bank Syariah Indonesia (BSI), Ngatari mengatakan, Indonesia saat ini telah mewakili 11,34% dari pengeluaran ekonomi halal global dengan makanan menempatkan posisi terbesar belanja Indonesia yaitu sebesar USD135 miliar.
Menurutnya, dengan peluang yang ada, BSI mampu mengejar market capital menjadi peringkat 10 dari peringkat 14 dunia pada 2025.
“Kita ada potensi di 46% penduduk Indonesia yang preferensi syariah, Jadi ada 20,6% preferensi halal syariah dan 25,6% dari universalist preferensi fungsional dan sosial,” ujar Ngatari.
Meski begitu, ia menunjukan data bahwa market perbankan syariah Indonesia masih terpantau rendah yakni baru sebesar 6,8% per Juli 2022, untuk pembiayaan sebesar 7,42%, serta dari sisi dana pihak ketiga (DPK) sebesar 7,43%.
Tak hanya itu, jaringan bank syariah di Indonesia saat ini baru mencapai 10% dari jaringan bank konvensional, yang artinya bank syariah baru memiliki sekitar 2.664 jaringan dari bank konvensional yang sebanyak 28.342 jaringan. Sehingga hal tersebut mendorong rendahnya literasi keuangan syariah.
“Jika dibandingkan dengan negara tetangga seperti Malaysia market sharenya sudah 30,1%, Indonesia itu baru 6,74%, padahal penduduk islamnya banyak kita. Marilah kita membantu meningkatkan market share perbankan sharia di Indonesia,” katanya.
Chief Financial Officer Prudential Syariah Paul Kartono mengungkapkan, Indonesia sebagai negara yang memiliki penduduk muslim terbesar masih terbilang kecil dari segi aset keuangan syariah.
Ada beberapa tantangan dalam mengembangkan ekonomi dan keuangan syariah di Tanah Air.
“Kalau kita bandingkan dengan Malaysia saja Malaysia itu jumlah penduduk muslimnya seperlima dari Indonesia mereka 40 juta, kita ada 250 juta tetapi aset keuangan syariahnya mereka lebih besar,” terang Paul.
Menurutnya, tantangan yang masih harus dihadapi oleh Indonesia untuk mengembangkan keuangan syariah yakni terkait dengan literasi sistem keuangan syariah yang berbeda dengan sistem keuangan konvensional.
Pasalnya, para praktisi dari sistem keuangan syariah masih membandingkan untuk menawarkan produknya dengan konvensional tapi tidak menjelaskan secara keseluruhan mengenai sistem syariah.
“Kalau kita melakukan literasi syariah secara langsung itu dampaknya akan lebih baik,” jelasnya.(chi/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Apresiasi Industri Jasa Keuangan, The Finance Gelar Top 20 Financial Institution Awards 2022
Redaktur & Reporter : Yessy Artada