jpnn.com - Keceriaan suasana Lebaran ternyata tak bisa dirasakan warga Desa Jeruksari di Kecamatan Tirto, Kabupaten Pekalongan. Sejak 2010 silam, banjir rob selalu menggenangi rumah warga, termasuk saat Idulfitri.
TINWAROTUL FATONAH, Kajen
BACA JUGA: Wow! Alat Deteksi Kanker Serviks Temuan Pakar DNA LIPI
WARGA Desa Jeruksari ternyata sudah beberapa tahun ini tak bertakbiran keliling kampung atau pun berilaturahmi ke tetangga saat Idulfitri. Rob menjadi masalah yang selalu datang.
“Dulu sewaktu belum rob, kami masih sering toprekan keliling atau membangunkan warga untuk sahur selama Ramadan. Sekarang sudah tidak ada lagi yang seperti itu. Kadang, kalau ingat suka sedih karena sudah tidak bisa melakukan tradisi tersebut,” kata Daud, warga setempat.
BACA JUGA: Kiprah Bripka Setiyadi Hidayat, Hebat!
Hal serupa dialami warga Jeruksari lainnya, Zaenal. Ia terpaksa merayakan Lebaran di dalam rumahnya yang terkepung air.
Kegiatan Lebaran yang bisa ia dan keluarganya lakukan adalah salat Idulfitri bersama. Selanjutnya, Zaenal dan keluarganya hanya bisa menghabiskan waktu di rumah sembari menyantap makanan seadanya. Bahkan ketupat dan opor ayam yang identik dengan Lebaran pun tak bisa mereka nikmati.
BACA JUGA: 25 Tahun Silam Dicium di Depan Gerbang Sekolah
“Sudah tidak sempat memikirkan Lebaran. Tiap hari yang saya pikirkan, bagaimana air tidak masuk ke dalam rumah. Saya juga khawatir kalau tiba-tiba ada ular masuk rumah,” ungkapnya.
Rob juga merenggut keceriaan anak-anak di desa itu. Diana, gadis kecil yang masih duduk di bangku kelas 3 SD, harus mendekam di dalam rumah karena tidak bisa ke mana-mana. Untuk sekadar bermain dengan teman sebayanya pun tidak bisa.
Ketinggian air yang mencapai lutut orang dewasa tidak memungkinkan anak-anak melewatinya. Belum lagi ancaman ular yang bisa sewaktu-waktu menggigitnya saat melintasi genangan air. Akhirnya, ke mana-mana ia harus digendong oleh ayah atau saudaranya.
Desa Jeruksari di Kecamatan Tirto yang dihuni sekitar 200 kepala keluarga itu memang menjadi salah satu wilayah Kabupaten Pekalongan yang paling parah tergenang rob. Letaknya yang berbatasan dengan Kota Pekalongan membuat desa itu seolah terabaikan.
Angga, warga setempat mengatakan, kampungnya memang sudah beberapa kali mendapatkan bantuan berupa mi instan dari relawan. Hanya saja, bantuan dari Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Pekalongan justru belum sampai. “Selama ini kami berusaha sendiri untuk bertahan,” jelasnya.
Warga sebenarnya sangat ingin pindah ke lokasi lain agar hidup nyaman. Namun, mereka tidak tahu harus pindah ke mana. Faktor ekonomi yang membuat mereka tidak bisa mengontrak atau membeli rumah di daerah lain.
Karena itulah mereka memilih bertahan di rumah dan tidak mengungsi. “Di rumah sama di pengungsian sama-sama dingin. Selagi rumah masih bisa kami tinggali, meski harus di atas air begini tak apa-apa. Ketimbang di pengungsian,” ungkapnya.
Kini, mereka berencana membuat alternatif lain untuk bisa bertahan hidup. Di antaranya membuat jembatan agar warga tidak perlu melewati genangan air. Tetapi mereka masih memikirkan bahan apa yang bisa tahan lama di atas air.
Selain itu, ada pula ide tentang membuat perahu. Hanya saja, rencana-rencana itu tentu membutuhkan dana yang tidak sedikit.
“Mudah-mudahan pemerintah bisa membantu mewujudkannya. Kalau dari dana swadaya saja, tidak cukup,” harapnya.
Bupati Pekalongan Asip Kholobi mengatakan, bencana rob sudah dalam kategori darurat. Wilayah yang tergenang pun tidak hanya di Pekalongan, tapi juga kabupaten lain di pesisir Pantura Jawa.
Menurutnya, harus ada solusi jangka panjang untuk mengatasi rob. “Bukan hanya penanganan jangka pendek. Penanganan jangka panjang juga harus dipikirkan,” tandasnya.
Sekitar September nanti, imbuhnya, akan ada profesor dan mahasiswa dari Universitas Erasmus Rotterdam Belanda datang ke Pekalongan untuk melakukan studi tentang rob. “Mereka akan melakukan kajian rob dan bagaimana pengatasinya,” jelasnya. (*/ida/radarsemarang/jpg/ara/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Ini Dia, Ahli Reparasi Tas dan Koper Paling Berjasa untuk Pemudik
Redaktur : Tim Redaksi