TARAKAN - Walikota Tarakan H Udin Hianggio akan melaporkan wartawan salah satu koran bulanan dengan sangkaan pencemaran nama baik kepada pihak kepolisian. "Saya hanya ingin menegakkan kebenaran. Dan mudah-mudahan ini menjadi pelajaran buat wartawan yang tidak profesional karena tidak memenuhi kaidah etika jurnalistik," ujarnya.
Menurut Haji Udin, tulisan yang diterbitkan media tersebut hanyalah opini, bahkan terkesan lebih hebat dari seorang hakim karena sudah memvonis dirinya sebagai koruptor. Terkait nama beberapa kepala dinas yang namanya dicatut dalam koran tersebut dan dituliskan memberikan sejumlah uang kepada walikota, menurut Haji Udin tidak perlu dilakukan klarifikasi.
"Mereka (kepala dinas) sudah tahu, pernahkah saya meminta setoran dari kepada kepala dinas untuk walikota," ungkapnya.
Sementara itu, Ketua NCW (National Corruption Watch) Koordinator Wilayah Kalimantan Timur, Taufiq Qurrahman juga akan menurunkan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) NCW untuk menelusuri pemberitaan tersebut. Menurutnya, pemberitaan yang menyudutkan Walikota Tarakan itu dapat dikatakan sebagai upaya pembunuhan karakter seseorang oleh oknum wartawan.
Bahkan dari bukti yang dimiliki walikota, wartawan yang dimaksud dapat digiring ke kasus perdata karena terdapat unsur pemerasan. "Kami sudah koordinasi ke Dewan Pers, dan kami juga akan koordinasikan dengan Deputi Dikyanas (Pendidikan Dan Pelayanan Masyarakat) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Jakarta terkait pencatutan nama KPK dalam media. Kami akan usut sampai ke akar-akarnya," ungkap Taufiq.
Pun demikian, NCW tetap akan melihat dari berbagai sisi. Termasuk jika apa yang ditulis di koran bulanan tersebut adalah benar maka NCW akan siap untuk menindaklanjutinya.
Terpisah, Ketua Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Kaltara, H Rahmat Rolau sangat menyesalkan tulisan-tulisan seperti itu dimuat dalam koran. Padahal belum jelas bukti dan dasarnya. "Kalau kasus korupsi, orang KPK saja sangat sulit membuktikannya, termasuk di pengadilan pun sulit membuktikannya. Kalau kita bicara hukum dan kasus korupsi, kita bicara materi. Karena hukum bukan asal ngomong namun perlu alat bukti," ungkap Rahmat.
Menurutnya, meskipun sudah memiliki alat bukti, tetap harus ada uji materi di pengadilan. Saat terbukti, setelahnya baru bisa dikatakan seseorang koruptor. "Kalau berita yang benar harus ada data dan narasumber yang dapat dipercaya. Sementara ini tidak, bahkan nyaris tidak punya sumber. Secara kaidah jurnalistik tidak terpenuhi dan menyalahi kaidah jurnalistik," kata Rahmat.
Namun berdasarkan undang-undang pers, walikota sejatinya masih memiliki hak jawab untuk mengklarifikasi. Jika hak jawab tersebut diabaikan koran yang bersangkutan maka bisa melalui jalur hukum. "Kalau wartawan tersebut merasa ada kekeliruan pada pemberitaan tersebut maka harus ada koreksi dari media yang menerbitkan," pungkasnya.(ddq/ndy)
Menurut Haji Udin, tulisan yang diterbitkan media tersebut hanyalah opini, bahkan terkesan lebih hebat dari seorang hakim karena sudah memvonis dirinya sebagai koruptor. Terkait nama beberapa kepala dinas yang namanya dicatut dalam koran tersebut dan dituliskan memberikan sejumlah uang kepada walikota, menurut Haji Udin tidak perlu dilakukan klarifikasi.
"Mereka (kepala dinas) sudah tahu, pernahkah saya meminta setoran dari kepada kepala dinas untuk walikota," ungkapnya.
Sementara itu, Ketua NCW (National Corruption Watch) Koordinator Wilayah Kalimantan Timur, Taufiq Qurrahman juga akan menurunkan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) NCW untuk menelusuri pemberitaan tersebut. Menurutnya, pemberitaan yang menyudutkan Walikota Tarakan itu dapat dikatakan sebagai upaya pembunuhan karakter seseorang oleh oknum wartawan.
Bahkan dari bukti yang dimiliki walikota, wartawan yang dimaksud dapat digiring ke kasus perdata karena terdapat unsur pemerasan. "Kami sudah koordinasi ke Dewan Pers, dan kami juga akan koordinasikan dengan Deputi Dikyanas (Pendidikan Dan Pelayanan Masyarakat) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Jakarta terkait pencatutan nama KPK dalam media. Kami akan usut sampai ke akar-akarnya," ungkap Taufiq.
Pun demikian, NCW tetap akan melihat dari berbagai sisi. Termasuk jika apa yang ditulis di koran bulanan tersebut adalah benar maka NCW akan siap untuk menindaklanjutinya.
Terpisah, Ketua Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Kaltara, H Rahmat Rolau sangat menyesalkan tulisan-tulisan seperti itu dimuat dalam koran. Padahal belum jelas bukti dan dasarnya. "Kalau kasus korupsi, orang KPK saja sangat sulit membuktikannya, termasuk di pengadilan pun sulit membuktikannya. Kalau kita bicara hukum dan kasus korupsi, kita bicara materi. Karena hukum bukan asal ngomong namun perlu alat bukti," ungkap Rahmat.
Menurutnya, meskipun sudah memiliki alat bukti, tetap harus ada uji materi di pengadilan. Saat terbukti, setelahnya baru bisa dikatakan seseorang koruptor. "Kalau berita yang benar harus ada data dan narasumber yang dapat dipercaya. Sementara ini tidak, bahkan nyaris tidak punya sumber. Secara kaidah jurnalistik tidak terpenuhi dan menyalahi kaidah jurnalistik," kata Rahmat.
Namun berdasarkan undang-undang pers, walikota sejatinya masih memiliki hak jawab untuk mengklarifikasi. Jika hak jawab tersebut diabaikan koran yang bersangkutan maka bisa melalui jalur hukum. "Kalau wartawan tersebut merasa ada kekeliruan pada pemberitaan tersebut maka harus ada koreksi dari media yang menerbitkan," pungkasnya.(ddq/ndy)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Panti Rehabilitasi Narkoba Segera Dibangun
Redaktur : Tim Redaksi