Merasa Punya Bukti Baru, Bahasyim Ajukan PK

Rabu, 04 Juli 2012 – 21:28 WIB

JAKARTA--Terpidana kasus korupsi dan pencucian uang Bahasyim Assifie mengajukan peninjauan kembali (PK).

Dalam PK tersebut, Bahasyim memberikan novum (bukti baru) berupa surat, akta otentik, dokumen akuntan publik, serta kompilasi asal-usul bisnis dan keuangan.

Menurut kuasa hukum Bahasyim, Bambang Siswanto,  data-data neraca keuangan yang diberikan sebagai novum adalah hasil dari akumulasi usaha dan investasi yang telah dirintis Bahasyim sejak puluhan tahun.

"Dengan adanya novum ini maka tidak terdapat indikator tindak pidana korupsi dan tindak pidana pencucian uang," kata Bambang saat membacakan berkas permohonan PK kliennya, di Jakarta, Rabu (4/7).

Dalam permohonan PK-nya, pihak Bahasyim juga menegaskan bahwa uang Rp 1 miliar yang diberikan oleh Kartini Mulyadi bukanlah suap atau korupsi.  Uang tersebut diklaim sebagai bentuk pinjaman modal atau investasi usaha ke PT Tri Dharma Perkasa.

"Uang Rp 1 miliar telah diterima kembali secara langsung oleh Kartini berupa sertifikat tanah," jelasnya.

Bambang juga memaparkan bahwa kliennya pernah bekerja sebagai karyawan swasta sejak tahun 1969 sampai 1980 dan kemudian menjadi pegawai pajak. Beberapa usaha yang pernah dijalani Bahasyim diantaranya instalasi plumping atau pipa, kontraktor, jual beli valas, jual beli mobil, jual beli alat tulis kantor, rekanan penawaran, jual beli bahan bangunan, jual beli permata, jasa fotografi, jual beli tanah dan rumah. Ia juga memiliki perusahaan keluarga bernama PT Tri Dharma Perkara.

"Dari usaha yang dirintis, memperoleh aset keuntungan dan saldo sebesar Rp 60,2 miliar" katanya. Total aset Bahasyim dari usahanya di bidang swasta ini hampir setara dengan total hartanya yang akan disita kejaksaan yaitu Rp 60,824 miliar.

Melalui novum baru ini, Bahasyim berharap PK-nya dikabulkan dan pengadilan dapat membatalkan putusan Mahkamah Agung (MA) yang memvonisnya 12 tahun penjara.

Seperti yang diketahui, Bahasyim adalah terpidana kasus pencucian uang sebesar Rp 64 miliar. Ia terjerat kasus pencucian uang saat laporan hasil analisis Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan menemukan transaksi mencurigakan dalam enam rekening milik istri dan dua anaknya, yang mencapai Rp 963 miliar.

Selain itu, mantan pegawai Direktorat Jenderal Pajak tersebut juga melakukan korupsi saat menjabat Kepala Kantor Pemeriksaan dan Penyidikan Jakarta Tujuh. Ia juga didakwa menerima uang sebesar Rp 1 miliar dari wajib pajak. (flo/jpnn)               
BACA ARTIKEL LAINNYA... Anas Mengaku tak Ditanya Soal Peran Menpora


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler