Merpati Datangkan 40 Pesawat dari China

Dewan Minta Kerja Sama Dibatalkan

Rabu, 22 Februari 2012 – 12:02 WIB
JAKARTA – PT Merpati Nusantara Airlines bakal mendatangkan 40 pesawat jet baru dari China. Pesawat tersebut dibeli dari Commercial Aircraft Corporation of China (Comac). Menurut Dirut PT Merpati Nusantara Airlines Sardjono Johnny Tjitrokusumo, itu merupakan tindak lanjut dari perjanjian kesepakatan yang dilakukan di sela-sela acara Singapore Airshow.
Dalam waktu dekat, perusahaan berusaha mengadakan mesin simulasi. Tujuannya untuk menekan biaya agar bisa efektif dan efisien.

"Jadi untuk total dana guna pembelian pesawat itu saya rasa lebih dari USD 1,2 miliar, karena kita juga butuh mesin simulasi itu. Kalau asumsi satu pesawat USD 30 juta memang ketemu angka USD 1,2 miliar," terangnya kepada INDOPOS (JPNN Grup) di Jakarta. 

Johnny menegaskan, dari 40 pesawat yang dibeli dari Comac saat ini dalam tahap proses sertifikasi di Federal Aviation Administration (FAA). Sedangkan pengiriman pesawat direncanakan mulai 2013 sebanyak 4 unit, 2014 (4), 2015 (14), 2016 (14), dan 2017 (4 pesawat). "Pengadaan pesawat itu untuk menunjang program transformasi kita pada 2016 sampai tahun 2018, tentunya kita harus bisa efektif dan efisien dalam melaksanakan berbagai program kerja. Salah satunya kita harus mengadakan mesin simulasi. Tidak mungkin kita harus mengeluarkan biaya untuk training atau lainnya terus menerus. Tetapi yang terpenting sekarang adalah PT DI (PT Dirgantara Indonesia) jalan dan Merpati juga jalan. Saat ini kita tunggu commercial offering-nya dulu dari Comac," ujarnya.

Dalam perjanjian kesepakatan antara Merpati dengan Comac, diharapkan konten lokal PT DI bisa mencapai 40 persen. Dalam business plan perusahaan sebelumnya, lanjut Johnny, memang menyatakan akan memprioritaskan keberadaan PT DI pada proses revitalisasi armada pesawat Merpati. Sehingga dengan adanya perjanjian kesepakatan Merpati dengan Comac untuk pembelian sekitar 40 pesawat jet ARJ 21-700, bukannya tanpa dasar.

"Memang waktu itu dalam business plan disebutkan dari 150 seater bertransformasi ke 100 seater dan kita kan juga ada kebutuhan 20 seater. Itu semua kita tanyakan ke PT DI dan mereka bilang tidak punya. Akhirnya kita tanyakan siapa yang punya dan yang berani serta mampu memberikan konten lokal 40 persen dan Comac bersedia. Begitu pula dengan yang 20 seater kita juga tanyakan ke PT DI ada kesanggupan 6 unit untuk C212," kata Johnny.
 
Johnny menjelaskan, pembelian pesawat tersebut sebelumnya Merpati mensyaratkan agar ada industrial corporate agreement antara Comac dan PT DI dalam hal konten lokal yang ditentukan sebesar 40 persen. Angka 40 persen tersebut merupakan angka terbesar yang pernah PT DI dapatkan selama ini. Alasannya, untuk tipe CN-235 saja lokal kontennya hanya berkisar 38 persen.

"Kalau misalnya PT DI tidak sanggup apakah kita harus berhenti di tengah jalan, tidak kan"  Makanya kita tawarkan kepada perusahaan yang mampu memberikan konten lokal sebesar-besarnya. Kalau negara lain beli pesawat saja bisa meminta itu kenapa kita tidak. Nah untuk konten lokal 40 persen itu merupakan angka terbesar yang pernah didapatkan PTDI selama ini. Sedangkan untuk pesawat yang kita beli 6 unit dari PT DI itu tentu sudah bersertifikasi semua," terangnya.

Sementara itu, Wakil Ketua Komisi VI DPR Erik Satrya Wardhana menyatakan, kontrak pembelian pesawat dari China oleh Merpati diharapkan dapat ditinjau ulang. Alasannya, proses pelaksanaan perjanjian kesepakatan dinilai kurang transparan dan Merpati dianggap tidak konsisten terhadap rencana kerjanya. Penjelasan Merpati kepada Komisi VI terkait business plan perusahaan yang mendasari rencana revitalisasi armada pesawat telah dijelaskan bahwa Merpati akan memprioritaskan pesawat buatan PT DI.

"Tetapi pada tahapan selanjutnya justru produk PT DI tidak dimasukkan sebagai salah satu pesawat yang diseleksi untuk dipilih. Jadi ada unsur untuk merekayasa proses pemilihan pesawat yang dibeli oleh Merpati. Produk PT DI sengaja disingkirkan untuk memenangkan produk China. Indikasi penyimpangan ini harus diusut dulu. Jadi sebaiknya kerja sama Merpati dengan China dibatalkan saja, karena merugikan Merpati dan juga terindikasi merugikan negara. Kerja sama dengan PT DI akan jauh lebih menguntungkan," tegasnya. Ketika INDOPOS (JPNN Grup) menghubungi pihak dari PT DI via telepon selular, belum mendapat konfirmasi. (gce)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Pertumbuhan Produksi di Bawah 10 Persen

Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler