JAKARTA - Komisi Pemilihan Umum (KPU) periode masa bhakti 2004-2009 dinilai mengambil kewenangan yang dimiliki Majelis Pemusyaratan Rakyat (MPR).
Pasalnya, secara undang-undang KPU hanya digariskan sebagai penyelenggara Pemilu. Namun ketika itu mereka justru menetapkan pemenang Pemilihan Presiden (Pilpres) 2009, yakni pasangan Susilo Bambang Yudhoyono-Boediono.
"Ini sebenarnya keliru. Seharusnya KPU hanya menetapkan perolehan suara. Namun pengumuman pemenang Pilpres dilakukan oleh MPR, sekaligus melantik pasangan terpilih," ujar Pakar Hukum Tata Negara, Margarito Kamis, di Jakarta, Sabtu (16/3).
Karena itu agar hal yang sama tidak kembali terulang, Margarito menyarankan UU Pilpres yang ada perlu segera direvisi. Agar preseden buruk terhadap peraturan tata usaha negara tidak lagi terjadi.
"Kekeliruan selama ini terletak pada konstruksi legalnya, konstruksi di UU-nya yang keliru. Itu sebabnya saya mendorong dalam perubahan UU Pilpres pengumuman pemenang dilakukan oleh MPR bukan KPU," ujarnya.
Alasannya, representatif rakyat ada di MPR. Dimana MPR merupakan gabungan dari DPR dan DPD, sehingga legitimasinya sangat kuat. Sementara KPU bukan merupakan representatif masyarakat.
Saat ditanya apakah pemerintahan SBY-Boediono dapat dikategorikan ilegal? Menurutnya tidak bisa dikatakan demikian. Karena ada pengakuan secara diam-diam oleh lembaga-lembaga representatif masyarakat yang ada.
"Saya pikir itu juga tidak perlu dipersoalkan, karena tidak ada lembaga negara yang mempersoalkannya," ujar Margarito. (gir/jpnn)
Pasalnya, secara undang-undang KPU hanya digariskan sebagai penyelenggara Pemilu. Namun ketika itu mereka justru menetapkan pemenang Pemilihan Presiden (Pilpres) 2009, yakni pasangan Susilo Bambang Yudhoyono-Boediono.
"Ini sebenarnya keliru. Seharusnya KPU hanya menetapkan perolehan suara. Namun pengumuman pemenang Pilpres dilakukan oleh MPR, sekaligus melantik pasangan terpilih," ujar Pakar Hukum Tata Negara, Margarito Kamis, di Jakarta, Sabtu (16/3).
Karena itu agar hal yang sama tidak kembali terulang, Margarito menyarankan UU Pilpres yang ada perlu segera direvisi. Agar preseden buruk terhadap peraturan tata usaha negara tidak lagi terjadi.
"Kekeliruan selama ini terletak pada konstruksi legalnya, konstruksi di UU-nya yang keliru. Itu sebabnya saya mendorong dalam perubahan UU Pilpres pengumuman pemenang dilakukan oleh MPR bukan KPU," ujarnya.
Alasannya, representatif rakyat ada di MPR. Dimana MPR merupakan gabungan dari DPR dan DPD, sehingga legitimasinya sangat kuat. Sementara KPU bukan merupakan representatif masyarakat.
Saat ditanya apakah pemerintahan SBY-Boediono dapat dikategorikan ilegal? Menurutnya tidak bisa dikatakan demikian. Karena ada pengakuan secara diam-diam oleh lembaga-lembaga representatif masyarakat yang ada.
"Saya pikir itu juga tidak perlu dipersoalkan, karena tidak ada lembaga negara yang mempersoalkannya," ujar Margarito. (gir/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Ahok Harapkan Pemilu Bukan Ajang Pemerasan
Redaktur : Tim Redaksi