JAKARTA - Peneliti senior Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Syamsuddin Haris, menilai Indonesia sebagai ngara yang menganut sistem presidensial sudah salah kaprah dalam menerapkan Pemilihan Umum (Pemilu). Sebab, lazimnya negeri penganut sistem presidensial menggelar pemilihan presiden (Pilpres) lebih dulu dibanding pemilu legislatif.
"Di negara-negara yang menganut sistem presidential, itu yang dilakukan, yaitu Pilpres terlebih dahulu. Tapi di Indonesia malah dibalik, Ini salah kaprah," ujarnya di Jakarta, Rabu (6/3).
Menurutnya, karena di Indonesia Pileg lebih dulu maka dalam proses Pilpres terjadi saling sandera. "Jadi dimaksudkan agar pilpres tidak didikte pileg. Tapi kalau kita menganut sistem parlementer, memang legislatif dulu yang dipilih. Karena eksekutif (perdana menteri) dipilih sama legislatif," katanya.
Selain itu, lanjutnya, dengan menerapkan presidential threshold (ambang batas bagi parpol yang bisa mengusung capres, red) maka pelaksanaan sistem presidensial di Indonesia jadi aneh. Sebab, karena hasil pileg menjadi syarat dalam menentukan pihak-pihak yang berhak mengusung calon presiden.
"Ini kan aneh, katanya kita menganut sistem presidential, tapi didikte legislatif. Ini anomali presidential,“ tegasnya.
Karenanya Syamsuddin memertanyakan kredibilitas para legislator pembuat undang-undang Pemilu. Bisa jadi, katanya, pelaksanaan pemilu legislatif digelar terlebih dulu karena ketidaktahuan pembuat UU atau justru karena memang ada agenda lain di balik itu.
Sebab jika pembuat UU memang punya niat baik, maka paling tidak Pemilu dapat dilakukan secara serentak. "Jika ini dilakukan, pasti akan dapat lebih menghemat biaya. Karena pelaksanaanya tentu lebih efisien dan tentunya juga menghemat waktu," katanya.(gir/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Ruhut Sarankan Kubu Anas Tutup Mulut
Redaktur : Tim Redaksi