JAKARTA-Rendahnya produksi minyak di Indonesia disebabkan eksplorasi atau pengeboran blok yang sudah tua. Akibatnya, produksi minyak rendah tidak sebanding dengan konsumsi masyarakat yang menggunakan bahan bakar minyak (BBM). Sehingga, pemerintah mengeluarkan kebijakan melarang kendaraan pribadi tidak menggunakan premium.
’’Produksi minyak nasional yang sangat rendah pada 2011 hanya sekitar 905.000 barel per hari. Januari 2012 turun menjadi 880.000 barel per hari,’’ ucap pengamat perminyakan Dr Kurtubi saat rapat dengar pendapat bersama Komite IV DPD RI, Jakarta, Senin (27/2).
Padahal, lanjut dia, tahun 1999 masih sekitar 1,5 juta bbls per hari. Sedangkan pada 2004 masih sekitar 1,3 juta barel per hari. ’’Secara geologis sumber daya minyak di perut bumi relatif masih sangat besar, sekitar 50-80 miliar barel,’’ ungkap Kurtubi.
Ditambah dengan kapasitas kilang BBM yang stagnan selama lebih dari 15 tahun berkisar 1.050.000 barel per hari. Sedangkan kapasitas kilang yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan BBM dalam negeri saat ini sekitar 1.500.000 barel per hari. Akibatnya, Indonesia harus mengimpor minyak mentah dan BBM dalam jumlah besar dengan harga mahal. ’’Sehingga kenaikan harga minyak dunia berdampak pada semakin beratnya tekanan pada APBN,’’ ujar Kurtubi.
Kurtubi menilai, volume produksi minyak sangat rendah dan konsumsi dalam negeri yang terus naik telah mendorong bangsa ini harus mengimpor minyak dalam jumlah sangat besar. ’’Tentunya dengan harga relatif sangat tinggi juga,’’ bebernya.
Kecenderungan harga minyak yang tinggi, sambung dia, disebabkan faktor fundamental. Terjadi pertumbuhan konsumsi, terutama akibat faktor geopolitik di Timur Tengah yang merupakan kawasan cadangan dan produksi minyak terbesar di dunia. ’’Apabila Selat Hormuz sampai ditutup, harga minyak bisa melejit ke level USD 150 per bbls bahkan bisa sampai USD 200,’’ tegas Kurtubi.
Salah kelola juga pemicu penyebab rendahnya produksi minyak. Anjloknya investasi eksplorasi pengeboran di blok baru menyebabkan langkanya penemuan cadangan atau lapangan minyak baru. ’’Sehingga, produksi hanya mengandalkan lapangan-lapangan sudah tua,’’ imbuhnya.
Sedangkan menurut pantauan Global Petroleum Survey 2011, kondisi investasi sektor hulu migas di Indonesia termaksud salah satu yang terburuk di dunia. Bahkan untuk kawasan ASIAN keadaan sistem investasi migas di Indonesia paling buruk. ’’Lebih buruk dari semua negara tetangga,’’ kata Kurtubi.
Sementara itu, subsidi BBM terus menggerus APBN di tengah ketidakmampuan untuk membangun infrastruktur ekonomi yang memadai. ’’Yang muncul sejauh ini wacana demi wacana di seputar rencana pembatasan atau penjatahan BBM bersubsidi dengan berbagai skenario,’’ jawab Kurtubi. (fdi)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Didanai Jepang, Listrik Sumsel Terangi Jawa
Redaktur : Tim Redaksi