Migor Sawit Wajib SNI

Kamis, 02 Agustus 2012 – 10:03 WIB
JAKARTA - Konsumen di tanah air kian mendapatkan perlindungan terhadap kualitas minyak goreng yang dikonsumsi. Kementerian Perindustrian (Kemenperin) saat ini tengah menggodok regulasi teknis Badan Standardisasi Nasional (BSN) untuk SNI wajib minyak goreng kelapa sawit.

Direktur Jenderal Industri Agro Benny Wahyudi mengatakan, regulasi teknis tersebut diperuntukkan sebagai pelaksanaan SNI nomor 7709:2012, yang dikeluarkan oleh BSN pada 2012, setelah melalui proses penelitian selama tujuh tahun. Sejauh ini, ungkap Benny, peraturan SNI dari BSN tersebut memang masih belum mewajibkan para pelaku usaha minyak goreng sawit untuk menerapkan SNI. Jadi, peraturan SNI yang ada saat ini masih bersifat sukarela. "Karena itu dengan peraturan teknis Menteri Perindustrian, SNI semua minyak goreng kelapa sawit akan wajib," ungkap Benny saat sosialisasi SNI 7709:2012, di kantor Kemenperin, Rabu (1/8).

Akan tetapi, langkah untuk mewajibkan SNI ini membutuhkan langkah yang cukup panjang. Menurutnya, persiapan untuk SNI wajib bisa membutuhkan waktu hingga dua tahun. Rantai proses yang panjang ini lantaran SNI wajib yang nantinya diberlakukan baik untuk produk lokal maupun hasil dari importasi, harus dinotifikasi ke Organisasi Perdagangan Dunia (World Trade Organization/WTO). Notifikasi ke WTO dan pengimplementasiannya di dalam negeri, tutur Benny, kira-kira memerlukan waktu hingga sembilan bulan.

Namun demikian, ia optimistis kebijakan untuk mewajibkan SNI bagi produk minyak goreng sawit ini bakal aktif melindungi para konsumen. Pasalnya, selama ini konsumsi minyak goreng di tanah air cukup tinggi. Rerata konsumsi minyak goreng sawit di Indonesia setiap tahunnya bisa mencapai 5,5 juta ton, atau 24 persen dari total produksi minyak goreng sawit per tahun sebesar 23 juta ton. "Sisa produksi memang masih untuk ekspor. Namun, konsumsi yang juga terhitung besar di dalam negeri, mewajibkan kami untuk melindungi konsumsen," terangnya.

Di tempat yang sama, Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan (Kemendag) Gunaryo mengatakan, di dalam poin SNI tersebut juga terdapat kewajiban pelaku usaha minyak goreng untuk tak lagi menjual minyak goreng curah. Ditargetkan pada 2015, konsumen di Indonesia telah menggunakan minyak goreng dalam kemasan. "Konsumsi minyak goreng curah sekarang masih sangat tinggi. Angkanya menyentuh 63 persen dari total konsumsi minyak goreng nasional pada 2010 sebesar 3,2 juta ton," ungkap Gunaryo.

Lantaran itu, untuk membiasakan masyarakat tak mengonsumsi minyak goreng curah, maka Kemendag menggandeng perusahaan minyak goreng sawit untuk membuat Minyakita. "Kami genjot performa penjualan Minyakita oleh 24 produsen minyak goreng yang ikut dalam program tersebut," terangnya. Supaya bergairah, Gunaryo memaparkan, pihaknya memberikan insentif terhadap 24 produsen Minyakita berupa Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah (PPN DTP). Akan tetapi, Minyakita saat ini baru dipasarkan dalam situasi tertentu, misalnya pada saat operasi pasar maupun pasar murah.

Di sisi lain, BSN juga mewajibkan perusahaan minyak goreng sawit untuk menerapkan fortifikasi (penambahan) vitamin A dalam produknya. Fortifikasi vitamin A sendiri telah menjadi standar dari WHO. Saat ini, fortifikasi dalam minyak goreng dimulai di dua provinsi yakni Jawa Barat dan Jawa Timur. (gal)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Suzuki Gaet Konsumen Perempuan

Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler