Mikroskop Super Sabet Nobel Kimia

Kamis, 09 Oktober 2014 – 07:17 WIB
Foto: AP

jpnn.com - STOCKHOLM – Setelah Nobel Fisika, Royal Swedish Academy of Sciences mengumumkan pemenang Nobel Kimia kemarin (8/10). Kali ini giliran dua ilmuwan asal Amerika Serikat (AS) dan seorang ilmuwan asal Jerman yang menyabet penghargaan bergengsi tersebut. Trio ilmuwan itu menjadi nobelis berkat miskroskop.

Stefan Hell bersama Eric Betzig dan William Moerner memaksimalkan fungsi lensa mikroskop. Melalui riset terpisah, tiga pria tersebut sukses meningkatkan kinerja optik mikroskop hingga ke tingkat nano.

BACA JUGA: LED Antar Trio Jepang Raih Nobel Fisika

Dengan demikian, ilmuwan bisa menggunakan mikroskop untuk mengamati objek yang berukuran sangat kecil. Misalnya, molekul-molekul jaringan. Sebelumnya, kemampuan lensa mikroskop terbatas. ’’Kini ilmuwan di seluruh dunia telah menggunakan pengamatan tingkat nano untuk menyelidiki penyakit atau obat-obatan,’’ ungkap komite nobel dalam pernyataan resminya.

Semua itu, lanjut komite nobel, berkat penemuan Hell dan dua rekannya sesama ilmuwan. Menurut komite yang berbasis di Swedia tersebut, dunia ilmu pengetahuan dan kesehatan berutang budi pada trio ilmuwan tersebut.

BACA JUGA: WNI Dimutilasi Oleh Pacarnya, Setelah Itu Potongan Tubuh Direbus

Peningkatan resolusi optik mikroskop itu bermula dari riset Hell. Sekitar 1990, pria 51 tahun tersebut berusaha mengamati molekul fluorescent lewat mikroskop. Saat itu dia menggunakan bantuan sinar laser yang diarahkan ke molekul fluorescent untuk memecahkannya menjadi ukuran lebih kecil. Dia lantas menyaring pecahan-pecahan tersebut dan mendapatkan objek berukuran 20 nanometer.

’’Kekanak-kanakan memang. Tetapi, saya sangat senang melihat gambar beresolusi tinggi melalui mikroskop setelah percobaan itu,’’ ungkap Hell.

BACA JUGA: Kebun Binatang Keliru Jodohkan Sepasang Hiena

Direktur Max Planck Institute for Biophysical Chemistry di Kota Goettingen, Jerman, itu berhasil mematahkan asumsi rekan-rekannya sesama ilmuwan yang menganggap peningkatan resolusi optik mikroskop sebagai hal mustahil.

Di tempat terpisah, Betzig dan Moerner menyempurnakan temuan Hell itu. Mereka lantas menerapkan fungsi maksimal mikroskop tersebut di bidang kesehatan. Hell menggunakan mikroskop untuk menyelidiki fungsi sel syaraf demi menunjang risetnya tentang sinaps otak.

Sementara itu, Beitzig dan Moerner masing-masing mengamati pembelahan sel embrio dan protein di tubuh penderita Sindrom Huntington. ’’Sekarang, secara teori, tidak ada lagi struktur yang ukurannya terlalu kecil untuk diselidiki,’’ tegas komite nobel.

Peningkatan fungsi lensa mikroskop telah membuka jalan bagi berbagai riset penting bidang kesehatan maupun biologi. Karena itu, Hell, Beitzig, dan Moerner berhak atas hadiah uang tunai 8 juta kronor atau sekitar Rp 13,5 miliar. (AP/AFP/hep/c15/ami)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Pertama, Ebola Menular di Luar Afrika


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler