BANGKOK - Kisruh politik di Thailand belum menemukan arah menuju titik akhir. Meski begitu, situasi keamanan di Negeri Gajah Putih tersebut masih stabil. Setelah menangkap ratusan pejabat dan politis, pihak junta militer terkesan mulai mengendurkan tekanan. Hal itu ditunjukkan dengan keputusan pimpinan militer melepaskan mantan Perdana Menteri (PM) Yingluck Sinawatra, Minggu (25/5).
Kabar pembebasan Yingluck dilontarkan sebuah sumber yang sangat dekat dan bisa dipercaya dari kubu militer. Sebuah sumber dari pihak Yingluck juga membenarkan kabar tersebut.
Yingluck adalah satu di antara ratusan politisi dan pejabat yang dimintai keterangan oleh pihak militer pada Jumat (23/5) lalu. Tidak sekadar diperiksa, mereka juga langsung ditahan. Pihak militer yang mengambilalih kekuasaan Thailand pada Kamis (22/5) pekan lalu, tampaknya, ingin memastikan bahwa tidak ada perlawanan. Karena itu, mereka menangkapi ratusan pejabat dan politisi yang dianggap berpotensi "mengganggu".
Pembebasan Yingluck bukan tanpa pertimbangan. Sumber CNN di lingkungan militer mengatakan, adik perempuan mantan PM Thaksin Sinawatra tersebut dianggap sebagai tokoh yang berpengaruh. Karena itu, pihak militer meminta Yingluck bekerjasama. Yingluck diminta membantu menciptakan suasana damai dengan tidak bergabung dengan para demonstrans atau gerakan politik lainnya.
Begitu Yingluck menyepakati tawaran kerjasama tersebut, pihak militer pun melepaskan perempuan 46 tahun itu. Sebagai kompensasi, Yingluck diberi kebebesan untuk berkomunikasi dengan siapapun. Dia juga bisa leluasa bepergian kemanapun.
Namun, kubu Yingluck berpendapat lain. Orang dekat mantan pemimpin pemerintahan Thailand itu mengatakan, tidak mungkin militer membiarkan Yingluck bebas seratus persen. Dia bahkan tidak tahu kapan dan di mana sesungguhnya Yingluck dibebaskan. "Saya kira tidak mungkin dia diberi kebebasan sebesar itu," katanya.
Pihak militer berjanji membebaskan seluruh pejabat dan politisi yang sempat ditahan. Jumlah mereka sekitar 150 orang. Termasuk kerteker PM Niwattumrong dan Sondhi Limthongkul. Sondhi adalah salah satu musuh politik Yingluck. Dia memimpin gerakan "kaus kuning" pada 2009.
"Kami ingin memberi mereka waktu bersantai dan berpikir untuk menyelesaikan masalah ini," demikian pernyataan resmi dari juru bicara militer. Mereka berharap para pejabat dan politisi di Thailand menyamakan visi tentang negara. Tidak lagi terpisah-pisah menurut kelompok masing-masing.
Sementara itu, gelombang protes terhadap kudeta militer terus berlangsung. Di Bangkok, beberapa gerakan massa turun ke jalan menyurakan penolakan terhadap aksi militer yang merebut kekuasaan. Meski begitu, aksi tersebut masih berjalan normal dan tidak mengganggu keamanan. Protes yang lebih besar menurut rencana bakal terjadi hari ini.
Pihak militer memang mengambil langkah represif di awal masa kudeta. Di antaranya adalah mengebiri pemberitaan media. Siaran dari beberapa kantor berita internasional diblok. Namun, belakangan sikap militer melunak. Akhir pekan lalu pihak junta militer mengizinkan stasiun-stasiun televisi besar untuk kembali beroperasi. (CNN/ca)
BACA JUGA: Thailand setelah Kudeta, Industri Mengeluh, Pariwisata Merosot
BACA ARTIKEL LAINNYA... Malaysia Tarik Cokelat Cadbury Mengandung DNA Babi
Redaktur : Tim Redaksi