jpnn.com - Presiden Filipina Ferdinand Marcos Jr mengatakan Manila akan mengirimkan nota protes berbentuk catatan verbal kepada China sehubungan dengan insiden maritim yang melibatkan angkatan laut kedua negara di Laut China Selatan (LCS) pada Minggu (20/11).
Insiden tersebut terjadi di sekitar Pulau Pag-asa (Thitu) yang diduduki Filipina di Laut Filipina Barat, ketika Penjaga Pantai China (CCG) secara paksa mengambil puing-puing roket yang dicurigai dibawa oleh para pelaut Filipina dalam perahu mereka dan bergerak menuju pantai China.
BACA JUGA: Bandara China Sudah Izinkan Penerbangan ASEAN, Indonesia Belum Kebagian
“Ya, saya pikir itu yang perlu kita lakukan–ketika pertama kali dilaporkan kepada saya oleh Kepala Staf (Angkatan Bersenjata Filipina), saya memintanya untuk segera memanggil atase militer di kedutaan China untuk mendapatkan laporan,” kata Marcos, Selasa.
Sebelum perjumpaan angkatan bersenjata China dan Filipina, penduduk di sekitar pulau tersebut dikejutkan dengan suara ledakan.
BACA JUGA: Prabowo Berkunjung ke China Untuk Menemui Sosok Penting Ini
Catatan verbal adalah catatan diplomatik yang lebih formal daripada aide-memoire dan kurang formal daripada catatan. Dirancang dengan sudut pandang orang ketiga, catatan itu tidak pernah ditandatangani.
Menurut berbagai transkrip obrolan singkatnya dengan wartawan, Marcos mengatakan laporan insiden dari Angkatan Laut Filipina dan pejabat China tidak cocok.
BACA JUGA: Hasil Australia Open 2022: China dan Korea Bawa Pulang Gelar, Indonesia Gagal
“Jadi, kita harus menyelesaikan masalah ini. Tentu saja, saya memiliki kepercayaan penuh pada angkatan laut kita dan jika ini yang mereka katakan terjadi, saya hanya bisa percaya bahwa itulah yang terjadi,” kata dia.
Namun, terlepas dari insiden maritim itu, Macros menyatakan senang untuk melakukan kunjungan resmi ke China pada Januari mendatang.
“Ini adalah hal-hal yang perlu kita selesaikan karena Asia Pasifik sedang memanas,” kata Marcos.
Saat kejadian akhir pekan ini, China menutup jalan dan memotong kabel penarik, serta mengambil puing-puing. Insiden di LCS yang diperebutkan secara luas itu terjadi bersamaan dengan kunjungan Wakil Presiden Amerika Serikat Kamala Harris di Manila.
Manila adalah sekutu tertua Washington di kawasan Asia Tenggara.
Pada hari penutup perjalanannya ke beberapa negara di Asia Tenggara, Harris mengunjungi Kota Puerto Princesa di Provinsi Palawan barat pada Selasa.
Dia menjadi pejabat AS berpangkat tertinggi pertama yang pernah mengunjungi pulau barat Filipina–di mana dia bertemu dengan nelayan dan anggota masyarakat serta penjaga pantai Filipina.
China mengklaim sebagian besar LCS sebagai miliknya, tetapi AS dan sejumlah negara lainnya termasuk Filipina, tidak setuju dengan klaim tersebut.
Filipina bahkan memenangi kasus di Pengadilan Arbitrase Permanen di Den Haag pada 2016, yang membatalkan klaim China atas wilayah perairan strategis itu.
Washington dan sekutunya secara berkala mengerahkan kapal perang dan angkatan udara mereka di LCS dengan gagasan kebebasan navigasi. (ant/dil/jpnn)
Redaktur & Reporter : M. Adil Syarif