KAIRO - Aksi represif militer Mesir menghadapi protes pendukung mantan Presiden Muhammad Mursi terus menelan korban. Sedikitnya 42 tewas ketika militer menembaki massa pendukung Mursi yang tergabung dalam Ikhwanul Muslimin.
Ikhwanul Muslimin sendiri melakukan aksi pendudukan di dekat barak tentara, tempat Mursi diyakini ditahan sejak 3 Juli lalu. Mursi konon ditahan di Presidential Guard Club, di Kota Nasr, distrik ibu kota. Pendukungnya, sebagian dari mereka adalah simpatisan Ikhwanul Muslimin, melakukan aksi pendudukan di sana. Mereka menyebut tentara telah melakukan kudeta dan menuntut pemimpin mereka dikembalikan ke kursi presiden.
Partai Kebebasan dan Keadilan (FJP), sayap politik gerakan Ikhwanul Muslimin, yang meraih hampir separo kursi parlemen dalam pemilu demokratis pertama di Mesir akhir 2011 dan awal 2012, menyerukan kepada rakyat Mesir untuk melakukan perlawanan sebagai balasan terhadap kudeta. Mereka menyatakan, rakyat harus melawan mereka yang telah mencuri revolusi rakyat dengan tank. FJP juga mendesak adanya intervensi internasional untuk menghentikan pembantaian oleh pihak militer dan mencegah agar Mesir tidak menjadi "Syria baru".
Setelah aksi kekerasan yang terjadi kemarin pagi (8/7), partai Salafis garis keras, Nour, yang sebelumnya mendukung pelengseran Mursi, menyatakan mundur dari perundingan untuk memiliki perdana menteri interim. Mereka menggambarkan penembakan terhadap pendukung Ikhwanul Muslimin tersebut sebagai sebuah "pembantaian".
Mundurnya Partai Nour dari negosiasi proses transisi politik menjadi langkah mundur dalam upaya penunjukan perdana menteri baru. Juru bicara partai, Nadder Bakkar menyatakan, keputusan mundur tersebut diambil sebagai respons atas tindakan represif militer yang melampaui batas.
Kementerian Kesehatan menyatakan, sedikitnya 42 orang tewas terbunuh, termasuk seorang anggota militer. Sementara Ikhwanul Muslimin menyebut korban tewas mencapai 53 orang, termasuk di dalamnya anak-anak. Sekitar 300 orang dilaporkan terluka.
Namun, ada perbedaan keterangan tentang bagaimana kekerasan berdarah itu terjadi. Ikhwanul Muslimin menyatakan, tentara menggerebek aksi pendudukan sekitar pukul 04.00, ketika demonstran menunaikan salat Subuh.
"Kami melihat tentara, jumlahnya ribuan, mengepung kami dan melepaskan tembakan. Sementara dari seberang jalan polisi antihuru-hara menembakkan gas air mata," jelas Mohamed Hassan, seorang demonstran kepada Associated Press.
"Mereka (tentara) mengarahkan tembakan ke kepada dan dada kami. Saya menyaksikannya dengan mata kepala sendiri, 10 orang martir tewas," imbuhnya.
Dalam sebuah keterangan pers yang emosional, para anggota Ikhwanul Muslimin menyebut Panglima Militer Jenderal Abdul Fattah al-Sisi adalah seorang "pembantai sekaligus penjagal". Namun, dalam sebuah pernyataan resminya, pihak militer menyebut penembakan tersebut terjadi sebagai balasan terhadap upaya kelompok teroris bersenjata yang memaksa masuk ke barak tentara.
Ditambahkan, seorang tentara tewas dan sejumlah lainnya terluka. "Bahkan, beberapa di antara mereka kondisinya kritis," tandasnya.
Dalam pernyataan itu militer juga mengatakan, sekitar 200 orang ditangkap karena membawa senjata, amunisi, dan bom molotov. Jaksa setempat juga menginstruksikan penutupan markas FJP di Kairo, setelah polisi menemukan banyak senjata di dalamnya.
Militer menambahkan, dua tentara sempat disandera pendukung Mursi. Sejumlah pria bersenjata pistol dan pisau memaksa tentara tersebut masuk ke mobil dan menirukan pernyataan dukungan terhadap Mursi. Aksi tersebut kemudian direkam. Kedua tentara tersebut akhirnya bisa melarikan diri. (BBC/cak/c2/tia)
Ikhwanul Muslimin sendiri melakukan aksi pendudukan di dekat barak tentara, tempat Mursi diyakini ditahan sejak 3 Juli lalu. Mursi konon ditahan di Presidential Guard Club, di Kota Nasr, distrik ibu kota. Pendukungnya, sebagian dari mereka adalah simpatisan Ikhwanul Muslimin, melakukan aksi pendudukan di sana. Mereka menyebut tentara telah melakukan kudeta dan menuntut pemimpin mereka dikembalikan ke kursi presiden.
Partai Kebebasan dan Keadilan (FJP), sayap politik gerakan Ikhwanul Muslimin, yang meraih hampir separo kursi parlemen dalam pemilu demokratis pertama di Mesir akhir 2011 dan awal 2012, menyerukan kepada rakyat Mesir untuk melakukan perlawanan sebagai balasan terhadap kudeta. Mereka menyatakan, rakyat harus melawan mereka yang telah mencuri revolusi rakyat dengan tank. FJP juga mendesak adanya intervensi internasional untuk menghentikan pembantaian oleh pihak militer dan mencegah agar Mesir tidak menjadi "Syria baru".
Setelah aksi kekerasan yang terjadi kemarin pagi (8/7), partai Salafis garis keras, Nour, yang sebelumnya mendukung pelengseran Mursi, menyatakan mundur dari perundingan untuk memiliki perdana menteri interim. Mereka menggambarkan penembakan terhadap pendukung Ikhwanul Muslimin tersebut sebagai sebuah "pembantaian".
Mundurnya Partai Nour dari negosiasi proses transisi politik menjadi langkah mundur dalam upaya penunjukan perdana menteri baru. Juru bicara partai, Nadder Bakkar menyatakan, keputusan mundur tersebut diambil sebagai respons atas tindakan represif militer yang melampaui batas.
Kementerian Kesehatan menyatakan, sedikitnya 42 orang tewas terbunuh, termasuk seorang anggota militer. Sementara Ikhwanul Muslimin menyebut korban tewas mencapai 53 orang, termasuk di dalamnya anak-anak. Sekitar 300 orang dilaporkan terluka.
Namun, ada perbedaan keterangan tentang bagaimana kekerasan berdarah itu terjadi. Ikhwanul Muslimin menyatakan, tentara menggerebek aksi pendudukan sekitar pukul 04.00, ketika demonstran menunaikan salat Subuh.
"Kami melihat tentara, jumlahnya ribuan, mengepung kami dan melepaskan tembakan. Sementara dari seberang jalan polisi antihuru-hara menembakkan gas air mata," jelas Mohamed Hassan, seorang demonstran kepada Associated Press.
"Mereka (tentara) mengarahkan tembakan ke kepada dan dada kami. Saya menyaksikannya dengan mata kepala sendiri, 10 orang martir tewas," imbuhnya.
Dalam sebuah keterangan pers yang emosional, para anggota Ikhwanul Muslimin menyebut Panglima Militer Jenderal Abdul Fattah al-Sisi adalah seorang "pembantai sekaligus penjagal". Namun, dalam sebuah pernyataan resminya, pihak militer menyebut penembakan tersebut terjadi sebagai balasan terhadap upaya kelompok teroris bersenjata yang memaksa masuk ke barak tentara.
Ditambahkan, seorang tentara tewas dan sejumlah lainnya terluka. "Bahkan, beberapa di antara mereka kondisinya kritis," tandasnya.
Dalam pernyataan itu militer juga mengatakan, sekitar 200 orang ditangkap karena membawa senjata, amunisi, dan bom molotov. Jaksa setempat juga menginstruksikan penutupan markas FJP di Kairo, setelah polisi menemukan banyak senjata di dalamnya.
Militer menambahkan, dua tentara sempat disandera pendukung Mursi. Sejumlah pria bersenjata pistol dan pisau memaksa tentara tersebut masuk ke mobil dan menirukan pernyataan dukungan terhadap Mursi. Aksi tersebut kemudian direkam. Kedua tentara tersebut akhirnya bisa melarikan diri. (BBC/cak/c2/tia)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Tusuk Pemain, Wasit Dimutilasi
Redaktur : Tim Redaksi