jpnn.com, YANGON - Para pelajar Myanmar berjanji untuk melakukan unjuk rasa di pusat komersial Kota Yangon, dengan membawa buku teks yang mempromosikan pendidikan militer sehingga mereka dapat menghancurkannya saat aksi protes.
"Sejak kudeta, hidup kami menjadi tidak ada harapan, mimpi kami telah mati," kata Kaung Sat Wai (25), seorang pengunjuk rasa di luar kampus universitas di Kota Yangon.
BACA JUGA: Abaikan Perintah Pengadilan, Pemerintah Malaysia Deportasi Ribuan Warga Myanmar
"Kami tidak menerima sistem pendidikan yang mendukung kediktatoran."
Banyak profesional dan pekerja pemerintah juga telah bergabung dalam kampanye pembangkangan sipil untuk melawan kudeta, termasuk dokter-dokter yang akan mengadakan protes pada Kamis sebagai bagian dari apa yang disebut revolusi jas putih.
BACA JUGA: Myanmar Dilanda Krisis, Malaysia Tetap Pulangkan Ribuan Pendatang Ilegal
Unjuk rasa telah berlangsung setiap hari selama sekitar tiga minggu, sejak kudeta militer pada 1 Februari lalu.
Tentara merebut kekuasaan dari pemerintah sipil Myanmar setelah menuduh kecurangan dalam pemilu November 2020, yang dimenangi oleh partai Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD) pimpinan Aung San Suu Kyi. Militer kemudian menahan Suu Kyi dan sebagian besar pimpinan partai.
BACA JUGA: Terjadi Demonstrasi di depan KBRI Yangon Myanmar, Ini Penjelasan Kemenlu
Di sisi lain, sekitar 1.000 pendukung militer juga berkumpul untuk melakukan protes balasan di Yangon tengah. Warga memukuli panci dan wajan untuk menunjukkan ketidaksetujuan mereka dan beberapa bentrokan terjadi di antara kedua belah pihak, kata saksi mata.
Juru bicara dewan militer yang berkuasa tidak menanggapi panggilan telepon Reuters yang meminta komentar.
Kelompok HAM Asosiasi Bantuan Tahanan Politik (AAPP) mengatakan hingga Rabu (24/2), sebanyak 728 orang telah ditangkap, didakwa, atau dijatuhi hukuman sehubungan dengan protes pro demokrasi.
Pasukan keamanan telah menunjukkan lebih banyak upaya menahan diri dibandingkan dengan tindakan keras sebelumnya terhadap orang-orang yang memajukan demokrasi selama hampir setengah abad pemerintahan militer.
Panglima militer Jenderal Min Aung Hlaing mengatakan pihak berwenang mengikuti jalur demokrasi dalam menangani protes, dan polisi menggunakan kekuatan minimal, seperti peluru karet, berdasarkan laporan media pemerintah.
Meskipun demikian, tiga pengunjuk rasa dan satu polisi tewas dalam kekerasan selama demonstrasi. (ant/dil/jpnn)
Redaktur & Reporter : Adil