JAKARTA - Direktur Pengembangan Air Bersih, Ditjen Cipta Karya, Kementrian Pekerjaan Umum, Danny Sutjiono mengatakan investasi pemerintah daerah, PDAM, maupun swasta terhadap ketersediaan air bersih masih minim.
Dia menyebutkan, penilaian ketersediaan air bersih yang aman dikonsumsi oleh masyarakat dilakukan di hilir, dalam hal ini di daerah. Bukan dari upaya-upaya di hulu yang dilakukan Kementrian PU.
"Kita bekerja di hulu sudah maksimal, sementara di hilir, dukungan investasi Pemda maupun swasta masih minim," kata Danny di Aula Pusat Komunikasi (Puskom) Kementrian PU, Jakarta, Senin (25/2).
Dia menjelaskanm, kebutuhan pendanaan air bersih untuk mencapai target MDG"s adalah Rp68 triliun, dengan sumber dari APBN Rp38 triliun termasuk dari Dana Alokas Khusus (DAK), sisanya Rp27 triliun perlu upaya dari berbagai altenatif sumber pendanaan.
Sementara itu, biaya yang berasal dari pemda/PDAM/swasta masih rendah. Data dari Kementrian keuangan mencatat, investasi pemda sebaga penyertaan modal pemerintah pada BUMD masih rendah, yakni 1,03 persen tahun 2012. Hal ini juga menjadi salah satu penyebab kurang sehatnya keberadaan PDAM.
"Padahal peran Pemda dalam PDAM sangat menonjol. Kenapa mereka kurang sehat? Karena tidak bisa menaikan tarif seenaknya tanpa persetujuan bupati. Kemudian ada peran politis, misalnya harus ada persetujuan DPRD," uujarnya.
Kemudian masih banyak daerah yang belum mengatur masalah air bawah tanah dengan peraturan daerah (perda). Padahal jika regulasi ini dibuat oleh daerah, akan sangat membantu PDAM mendapatkan suplai air bersih.
Selain itu, masih banyak PDAM yang belum memanfaatkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 29/2009 tentang pemberian jaminan dan subsidi bunga oleh pemerintah pusat dalam rangka percepatan penyediaan air minum. Karena dari pagu anggaran Rp4,6 triliun yang disediakan Perbankan, baru Rp200 miliar yang sudah dimanfaatkan.
Karena itu pihaknya meminta para kepala daerah agar melakukan inovasi-inovasi untuk menyehatkan PDAM di daerahnya.(fat/jpnn)
Dia menyebutkan, penilaian ketersediaan air bersih yang aman dikonsumsi oleh masyarakat dilakukan di hilir, dalam hal ini di daerah. Bukan dari upaya-upaya di hulu yang dilakukan Kementrian PU.
"Kita bekerja di hulu sudah maksimal, sementara di hilir, dukungan investasi Pemda maupun swasta masih minim," kata Danny di Aula Pusat Komunikasi (Puskom) Kementrian PU, Jakarta, Senin (25/2).
Dia menjelaskanm, kebutuhan pendanaan air bersih untuk mencapai target MDG"s adalah Rp68 triliun, dengan sumber dari APBN Rp38 triliun termasuk dari Dana Alokas Khusus (DAK), sisanya Rp27 triliun perlu upaya dari berbagai altenatif sumber pendanaan.
Sementara itu, biaya yang berasal dari pemda/PDAM/swasta masih rendah. Data dari Kementrian keuangan mencatat, investasi pemda sebaga penyertaan modal pemerintah pada BUMD masih rendah, yakni 1,03 persen tahun 2012. Hal ini juga menjadi salah satu penyebab kurang sehatnya keberadaan PDAM.
"Padahal peran Pemda dalam PDAM sangat menonjol. Kenapa mereka kurang sehat? Karena tidak bisa menaikan tarif seenaknya tanpa persetujuan bupati. Kemudian ada peran politis, misalnya harus ada persetujuan DPRD," uujarnya.
Kemudian masih banyak daerah yang belum mengatur masalah air bawah tanah dengan peraturan daerah (perda). Padahal jika regulasi ini dibuat oleh daerah, akan sangat membantu PDAM mendapatkan suplai air bersih.
Selain itu, masih banyak PDAM yang belum memanfaatkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 29/2009 tentang pemberian jaminan dan subsidi bunga oleh pemerintah pusat dalam rangka percepatan penyediaan air minum. Karena dari pagu anggaran Rp4,6 triliun yang disediakan Perbankan, baru Rp200 miliar yang sudah dimanfaatkan.
Karena itu pihaknya meminta para kepala daerah agar melakukan inovasi-inovasi untuk menyehatkan PDAM di daerahnya.(fat/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Jurus Pemerintah Stabilkan Harga Daging Sapi
Redaktur : Tim Redaksi