“Para pedagang lebih memilih produk impor ketimbang sapi lokal, karena sapi lokal tulangnya lebih besar, tapi dagingnya sedikit. Berbanding terbalik dengan daging sapi impor yang bebas antraks serta daging lebih banyak dan sehat,” katanya.
Robert memaparkan, kebutuhan daging impor di Kota Hujan cukup tinggi, sedangkan ketersediaan stok tak memadai untuk memenuhi permintaan. Sesuai hukum ekonomi pasar, hal itu yang kemudian menyebabkan harga daging sapi menjadi tinggi.
Menurutnya, kebutuhan warga Kota Bogor mencapai 10 juta ton daging sapi per tahun. Kuota tahun 2013, telah tersedia sebanyak 1.080 sapi siap potong, yang merupakan gabungan sapi lokal dan impor.
Pasokan lokal dikirim dari peternak sapi di Cicurug, Sukabumi dan Lampung, sementara impor berasal dari Sapi Australia. Selain itu, pemilihan sapi impor, karena harga sapi lokal terus melambung akibat mahalnya harga pangan.
Satu ekor sapi membutuhkan pakan hijauan sebanyak delapan kilogram perhari. Dengan harga Rp1.000 per kilogram, total biaya pakan untuk satu ekor sapi per satu periode atau 180 hari mencapai Rp1.440.000.
Tetapi, kata dia, sapi membutuhkan pakan konsentrat, sedikitnya lima kilogram setiap hari. Dengan kisaran harga Rp2.500 per kilogram, total biaya konsentrat per satu periode adalah Rp2.250.000.
Kemudian ada biaya pakan tambahan berupa garam dapur (NaCl), tepung tulang, kapur dan lainnya seharga Rp500 per ekor setiap hari atau Rp90 ribu dalam satu periode.
Sehingga, total biaya pakan keseluruhan mencapai kurang lebih Rp3.780.000 per ekor dalam satu periode ternak. Pemkot mencoba mencari solusi masalah ini dengan mengajak masyarakat agar tidak ketergantungan pada daging sapi.
“Bisa dialihkan dengan mengkonsumsi daging ayam dan ikan yang sama-sama memiliki gizi yang sama. Harus ada sosialisasi dan diversifikasi pangan,” pungkasnya. (ram/b)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Jokowi Relokasi Warga Korban Penggusuran Lahan KPK
Redaktur : Tim Redaksi