RIGA - Krisis finansial yang masih membayangi Yunani sampai sekarang membuat Latvia khawatir. Sebagai sesama negara anggota Uni Eropa (UE), mereka cemas krisis itu menular ke negara Eropa lainnya yang tergabung dalam organisasi terbesar Benua Biru tersebut. Khususnya 17 negara anggota UE yang menggunakan mata uang euro.
Kemarin (27/7) Menteri Keuangan Latvia Andris Vilks mengusulkan agar Yunani meninggalkan zona euro. "Kita harus menemukan cara untuk mengeluarkan Yunani dari zona euro sesegera mungkin dengan dampak kerugian seminimal mungkin. Menurut saya pribadi, lebih cepat (Yunani meninggalkan zona euro) akan jauh lebih baik," papar politikus 49 tahun tersebut dalam wawancara dengan stasiun radio LR1.
Saat ini, Latvia yang masuk UE sejak 2004 tersebut memang belum tergabung dalam zona euro. Sampai sekarang, mereka masih menggunakan mata uang lats sebagai alat transaksi. Rencananya, negara di kawasan Baltik tersebut baru menggunakan mata uang euro pada 2014. Karena itu, Vilks berharap krisis finansial Yunani tidak membuat perekonomian negara-negara pengguna euro melemah.
Agar bisa tergabung dalam zona 17 negara pengguna euro, Latvia berusaha memenuhi persyaratan Traktat Maastricht pada akhir tahun ini. Setidaknya ada empat syarat yang harus dipenuhi. Yakni, inflasi tidak boleh 1,5 persen di atas angka rata-rata inflasi UE, keuangan pemerintah yang stabil, pasar saham yang sehat, dan bunga kredit yang tidak boleh 2 persen lebih tinggi dari bunga kredit rata-rata UE.
Sebenarnya Latvia pun tidak luput dari krisis finansial yang membuat negara-negara Eropa terpuruk pada era 2008"2010. Sekitar dua tahun lalu, Latvia juga mendapat suntikan dana dari beberapa lembaga keuangan internasional supaya bisa keluar dari krisis. Di antaranya, pinjaman dari IMF, UE, dan Bank Dunia. Tapi, berbeda dari Yunani, Latvia jauh lebih cepat bangkit.
Tidak seperti Yunani yang sulit menerapkan berbagai persyaratan kredit demi mendapat kucuran dana, Latvia berhasil membenahi diri dan mampu menjalankan seluruh persyaratan dengan baik. Dengan cepat mereka mampu menggunakan dana talangan untuk menyelamatkan perekonomian dalam negeri. Sebab, selain memanfaatkan pinjaman dari luar, Latvia mereformasi ekonomi domestik.
Karena keberhasilan Latvia keluar dari krisis finansial pada 2010 tersebut, Direktur IMF Christine Lagarde menjadikan negeri berpenduduk sekitar 2,2 juta jiwa itu sebagai teladan. Setelah mengalami perlambatan ekonomi hingga 0,3 persen pada 2010, kini perekonomian Latvia tumbuh sekitar 5,5 persen. "Latvia adalah contoh negara yang sukses bangkit dari keterpurukan ekonomi," terang Lagarde.
Sementara itu, tim pengawas skema penghematan internasional kembali menekan Yunani. Kemarin mereka mendesak Perdana Menteri (PM) Antonis Samaras menerapkan kebijakan baru terkait dengan pemangkasan biaya dalam pemerintah. Jika pemerintahan Samaras gagal menerapkan kebijakan tersebut, Yunani terancam kembali kehilangan kesempatan untuk menerima kucuran dana segar.
UE, IMF, dan Bank Sentral Eropa (ECB) yang lebih dikenal sebagai troika, mendesak Athena segera menerapkan skema penghematan baru. September nanti, troika melakukan penilaian terhadap Yunani terkait dengan kebijakan penghematan baru tersebut. "Jika hasil penilaiannya buruk, Athena tidak akan menerima pinjaman lagi dan mengalami kebangkrutan," terang salah seorang pejabat UE.
Selanjutnya, jika bangkrut, Negeri Para Dewa itu terpaksa hengkang dari zona euro. Sejak menerima suntikan dana dari luar pada Mei 2010, Yunani memang bisa bertahan. Defisit yang pada 2009 tercatat 15,8 persen telah berhasil dikurangi menjadi 9,1 persen tahun lalu. Kendati demikian, performa Yunani tidak cukup baik untuk mendapat talangan dalam waktu lebih lama. (AFP/AP/hep/c5/ami)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Truk Masuk Jurang, 16 Nyawa Melayang
Redaktur : Tim Redaksi