Mistis GMT: Dari Sembunyi di Kolong Ranjang, Sampai Memukul Panci

Senin, 07 Maret 2016 – 08:02 WIB
Ilustrasi. Foto: AFP

jpnn.com - DUA hari lagi, Rabu (9/3), gerhana matahari total (GMT) bakal menyapu wilayah Indonesia. Kenangan sejumlah warga saat GMT tahun 1983 lalu kembali muncul. Seperti yang dialami warga di Kendari, Sulawesi Tenggara.

Ketika itu, pengetahuan masyarakat masih terbatas. Imbauan pemerintah melarang rakyatnya keluar rumah menambah suasana semakin mencekam. 

BACA JUGA: Yang Mau Lihat Gerhana, Baca Ini Dulu

Ada yang bersembunyi di kolong ranjang, menggigil ketakutan, ada yang menjunjung wajan, menggendang panci dan berbagai aktivitas aneh lainnya dilakukan masyarakat. 

Sinar matahari siang itu (11 Juni 1983) langsung hilang. Layaknya Kota Kendari yang tiba-tiba terjadi pemadaman listrik di malam hari. Jarum jam menunjuk pukul 12.00 Wita.

BACA JUGA: Suami Istri Ditodong Pistol, Kawanan Perampok Sikat 11 Ekor Sapi

Namun, sebagian masyarakat dalam kondisi ketakutan. Terbatasnya pemahaman mereka tentang gerhana matahari membuat pikirannya berhalusinasi. Ada yang menyangka kiamat telah datang. Orang-orang di pedalaman bahkan bersembunyi di kolong ranjang. 

Berbagai cerita pun muncul dari kejadian tersebut. Bahkan, ada orang tua yang berpendapat jika matahari telah ditelan naga besar. Padahal, cerita keberadaan naga itu hanya dongeng pengantar tidur. Namun, ketidaktahuan masyarakat tentang gerhana matahari membuat mereka mempercayai berbagai cerita mistik yang muncul.

BACA JUGA: Lihatlah Foto Ini, Ular Sepanjang 3 Meter Terpanggang

Dulu, fenomena alam lebih seperti gerhana matahari atau gerhana bulan selalu dianggap sebagai pertanda akan datang bencana besar. Masyarakat memilih tak keluar rumah dan tidak mengabadikan momentum bersejarah ini lantaran takut mengalami kebutaan.

Kejadian gerhana matahari total di Kendari, masih teringat di benak Sekretaris Provinsi (Sekprov) Sultra, H Lukman Abunawas. Pada tanggal 11 Juni 1983, masyarakat diimbau tidak keluar rumah. Mereka dilarang menatap matahari saat gerhana. Melalui televisi dan radio, informasi itu disampaikan. Untuk mengetahui perkembangan, media pemerintah saat itu menyiarkan secara langsung situasi terjadinya gerhana pada beberapa kota di Indonesia.

"Masih banyak cerita-cerita mistis terkait gerhana matahari waktu itu. Makanya, suara ahli astronomi untuk berpikir logis dan realistis dalam menyikapi peristiwa itu masih kalah gaungnya cerita menyeramkan," kata mantan Bupati Konawe dua periode ini, seperti dikutip dari Kendari Pos, Senin (7/3).

Ia mengaku beruntung tinggal berdekatan dengan kawasan pesantren. Pondok-pondok pesantren kala itu masih berpikir logis. Daripada berdiam diri di rumah, ia bersama keluarga diajak mengikuti salat gerhana secara berjamaah. Nanti setelah matahari bersinar normal, ia bersama santri lainnya keluar dari masjid.

Cerita mistik mengenai gerhana matahari masih cukup melekat di Kendari. Tradisi dan petuah orang tua masih dipegang teguh. Para orang tua menyarankan untuk menghentikan sejenak segala aktivitas termasuk melaut. Warga diminta memukul belanga atau bunyi-bunyian. Ritual ini mirip dengan beberapa suku di Indonesia. 

Mereka beranggapan bunyi-bunyian ini agar mengusir ular raksasa yang akan menelan matahari. Pada gerhana tahun 1983, tradisi itu masih terlihat. Namun kalau anak-anak sekarang, sudah tidak terlalu mempercayai cerita itu. Banyak yang menyambut dan penasaran dengan fenomena alam langka ini. (amal fadly senga*/c/adk/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Dorr! Dorr! Curanmor Roboh Ditembak


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler