Selain itu, MK juga memerintahkan pemerintah untuk segera menelusuri besaran kepemilikan saham lembaga penyiaran swasta, yang telah melakukan praktik monopoli dan pemindahantanganan frekwensi. Praktik-praktik seperti ini, menurut MK, bukan masalah konstitusi, melainkan karena gagalnya pemerintah menjalankan UU Penyiaran.
Persidangan yang dipimpin Ketua MK, Mahfud MD dan 8 hakim angota itu, MK dalam amar putusannya menilai, amanat pembatasan kepemilikan dan larangan pemindahtangan frekuensi yang diatur dalam Pasal 18 Ayat 1 dan Pasal 34 Ayat 4, yang implementasinya diatur melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 50 Tahun 2005 telah sesui dengan UUD 1945.
“Jika terjadi penyimpangan dalam tataran praktik, maka itu bukan masalah konstitusional, melainkan norma hukumnya dilanggar. Karena itu, pemerintah harus menegakkan UU Penyiaran dan aturan pelaksanaannya secara konsisten. Pemerintah juga harus menelusuri kepemilikan saham yang melanggar UU dan aturan pelakasanaanya,” kata Mahfud MD saat membacakan amar putusan.
Meski begitu, sebagian gugatan KIDP juga ditolak oleh mahkamah. Teruatama dalam hal anggapan kedua pasal diatas diangga multitafsir sebagaimana dalil yang menjadi dasar gugatan pihak pemohon KIDP. Mahkamah menilai bahwa karena kedua pasal tersebut sudah jelas dan tidak perlu ditafsir lagi.
Dalam uraian putusannya, MK menegaskan meski dalil gugatan KIDP ditolak, namun praktik pemusatan dan penguasaan frekwensi pada satu orang atau satu badan hukum serta pemindahtanganan frekwensi jelas melanggar amanat 2 pasal UU Penyiaran yang digugat KIDP.
"Dengan demikian, dalil multitafsir atas kedua pasal itu tidak dapat membenarkan praktik monopoli dan pemindatangan spektrum frekuensi," tegas Mahfud MD lagi.
Sementara itu, dua hakim MK yakni Achmad Sodiki dan Harjono memilih berbeda pendapat (dissenting opinion) dengan 7 hakim MK lainnya. Mereka berpendapat seharusnya gugatan KIDP dikabulkan, guna memberikan kepastian bila praktik monopoli dan pemindahan frekuensi yang dilakukan lembaga penyiaran swasta melanggarkonstitusi.
Hakim Harjono menilai, jika pemerintah selaku pelaksana UU tidak dapat mengatur kepemilikan dan membiarkan pemindahtangan frekwensi berarti mereka melawan perintah UU Penyiaran.
Dengan putusan MK tersebut berarti sejumlah praktik monopoli dan pemindahtangan frekwensi pada satu badan usaha, seperti kasus akusisi terakhir yang dilakukan PT EMTK atas Indosiar, menjadi bertentangan dengan hukum. Begitu juga Transcorp yang memiliki Trans TV dan Trans7, Vivanews yang memiliki ANTV dan TVONE, serta MNC grup yang memiliki RCTI, MNC TV dan Global TV. (fuz/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Gus Dur Ternyata Dekat Dengan Dunia Gaib
Redaktur : Tim Redaksi