Mobil Pribadi Dianggap jadi Biang Kemacetan di Bogor

Senin, 13 Mei 2013 – 00:44 WIB
BOGOR - Kemacetan di Kota Bogor seperti penyakit kronis yang tak bisa disembuhkan. Hampir semua kawasan macet setiap saat. Dinas Lalu lLintas dan Angkutan Jalan (DLLAJ) Kota Bogor pun angkat tangan. Mereka justru menunjuk kendaraan pribadi dan bus sebagai biang kerok kemacetan.   

Padahal, persoalan kemacetan merupakan salah satu prioritas Walikota Bogor, Diani Budiarto. Berdasarkan data Pemkot Bogor, kota ini dikunjungi 12 juta orang per tahun. Sebagian besar datang dari kawasan Jabodetabek (Jakarta, Bogor Depok, Tangerang). Sementara kapasitas jalan dalam beberapa tahun terakhir tidak bertambah, sekitar 620 km.
   
Selama ini, angkot selalu dijadikan sebagai bulan-bulanan penyebab macet di Kota Bogor. Namun, DLLAJ membantah anggapan bahwa angkot jadi biang kemacetan di Bogor.

Menurut DLLAJ, dilihat dari jumlah angkot yang ada sangat jauh dibandingkan kendaraan pribadi yang melintasi Kota Bogor.  Dari data terbaru DLLAJ Kota Bogor, jumlah angkutan kota dalam trayek hanya berjumlah 3.412 kendaraan. Jumlah itu terbagi ke dalam 23 trayek yang ada di Kota Bogor.

Sedangkan angkutan angkutan kota dalam provinsi (AKDP), seperti jurusan Sukasari-Cisarua dan mobil L-300 Bogor-Sukabumi, jumlahnya 4.644 yang dibagi menjadi sepuluh trayek.

"Selain itu, didominasi bus serta angkutan tidak dalam trayek seperti mobil travel pariwisata dan taxi. Kedua jenis ini hanya sedikit dan biasanya hanya ada di titik-titik tertentu dan mereka lebih banyak menggunakan akses tol," ungkap Kepala Seksi Angkutan Dalam Trayek DLLAJ Kota Bogor, Ari Priyono.
   
Menurutnya, angkot tidak bisa dijadikan satu-satunya aspek penyebab kemacetan. Sebab, jumlahnya kalah jauh dibandingkan kendaraan pribadi, baik mobil mau pun motor.
   
Berdasarkan data Samsat Kota Bogor, jumlah kendaraan umum baik roda dua maupun roda empat dalam tiga tahun terakhir meningkat cukup signifikan. Pada 2010 untuk kategori mobil penumpang jumlahnya mencapai 51.145 unit, mobil barang 11.295 unit, bus 836 unit, sepeda motor 206.845 unit dan kendaraan khusus 103 unit. Total keseluruhan 270.845 unit kendaraan.
   
Sedangkan pada 2011, jumlah mobil penumpang menjadi 57.688 unit,  mobil barang 11.971 unit, bus 1.028 unit, sepeda motor 230.316 unit dan kendaraan khusus 83 unit. Jadi pada 2011 terdapat 301.086 unit kendaraan.
   
Tapi pada 2012 kembali terjadi peningkatan. Terutama pada mobil penumpang yang jumlahnya mencapai 58.179 unit dan sepeda motor 234.611 unit. Sedangkan untuk mobil barang turun menjadi 11.721 unit, begitu juga kendaraan jenis bus turun menjadi 953 unit dan kendaraan khusus 76 unit.

Ada 16 kawasan ditetapkan sebagai titik macet. Yaitu, Jalan Raya Tajur-Ekalokasari, Cipaku dan sekitarnya, Simpang Batutulis-BNR, Jalan Empang-Mal BTM, Gunung Batu, Jalan Suryakencana-Otista, Jembatan Merah, Merdeka, Simpang Yasmin, Jalan Sholeh Iskandar, Warungjambu-Talang, Pasar Anyar-Stasiun Bogor, Baranangsiang, Pajajaran, Kebon Pedes, dan Jalan Manunggal.
   
Kepala Seksi Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas DLLAJ Kota Bogor, Dody Wahyudin menjelaskan, ke-16 kawasan itu merupakan jalur-jalur padat yang biasa dilalui kendaraan dari berbagai arah, baik yang berasal dari Kabupaten Bogor atau wilayah lainnya. Dia pun sepakat jika kondisi lalu lintas di Kota Hujan dikategorikan kronis.
   
Menurut Dody, posisi  sebagai penyangga ibu kota Jakarta serta ikon kota wisata dan kuliner sangat berpengaruh pada kondisi lalu lintas di Bogor. Banyak kendaraan dari luar kota yang berkeliaran di jalan-jalan Kota Bogor, terutama saat musim liburan.
   
Tak hanya itu, sarana prasarana penunjang jalan memberikan andil besar dalam kemacetan. Misalnya saja soal ketersediaan lampu lalu lintas yang kondisinya banyak yang rusak.

"Ya, kita akui lampu lalu lintas sering mati. Itu karena jenis lampunya AC sehingga rawan terkena petir, kini kami akan alihkan semuanya ke DC," katanya kepada Radar Bogor. (ram/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Pakai Batik, Gratis Masuk 10 Museum

Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler