Model Baru UN Diragukan Bisa Meminimalisir Kecurangan

Rabu, 27 Maret 2013 – 12:01 WIB
JAKARTA - Federasi Guru Independen Indonesia (FGII) memprediksi tingkat kelulusan ujian nasional (UN) 2013 akan tetap tinggi  walaupun Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan melakukan perubahan pelaksanaan UN dengan menambah variasi soal dan paket soal menggunakan barcode.

Hal ini dikatakan Sekretaris Jenderal (Sekjen) FGII, Iwan Hermawan, Rabu (27/3). Menurutnya, mengubah variasi soal UN menjadi 20 dan penggunaan barcode pada paket soal UN tidak akan mampu mengantisipasi kecurangan-kecurangan pelaksanaan UN.

"Karena kecurangan bukan hanya terjadi pada UN tapi pada ujian sekolah (US) pun terjadi dengan dalih konversi nilai US. Hampir setiap sekolah mematok nilai sekolah (NS) yang merupakan gabungan nilai rapot dan US minimal sesuai kriteria ketuntasan mininal (KKM)," ungkap Iwan saat berbincang dengan jpnn.com di Jakarta.

Dia menjelaskan, jika sekolah sudah memberi nilai NS 8 (40%), maka dengan nilai UN 3.8 (60%) saja, siswa sudah mendapatkan nilai 5.5 sesuai batas aman nilai kelulusan. Sehingga dia menilai upaya-upaya yang dilakukan Kemdikbud percuma kalau tidak ada perubahan total sistem UN.

"Jadi yang ada hanya penghamburan biaya saja. Selain tingkat intervensi pemerintah daerah yang sudah mentarget lulus 90 persen, sehingga mendorong sekolah melakukan mark up nilai sekolah," tegasnya.

Lantas apa solusi yang tepat agar kecurangan UN tidak terjadi lagi. "UN jangan dijadikan penentu kelulusan, tapi untuk pemetaan saja," pungkasnya.

Diketahui Kemdikbud meningkatkan sistem pelaksanaan UN dengan menambah variasi soal jadi 20 di setiap ruangan. Selain itu lembar soal dan jawaban menggunakan barcode. Mendikbud Mohammad Nuh beralasan penambahan variasi soal dilakukan agar siswa lebih fokus. (fat/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Mendikbud Terima Gelar Doktor HC dari Thailand

Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler