jpnn.com, JAKARTA - Ketua Umum Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia Anis Matta dan Wakil Ketua Umum Fahri Hamzah melaksanakan kunjungan ke Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Unit II Juwana, Kabupaten Pati, Jawa Tengah, Kamis kemarin.
Kedua tokoh melihat langsung proses pembongkaran ikan dari kapal dan berdialog dengan para nelayan dan ketua asosiasinya.
BACA JUGA: Rayakan HUT ke 2, Partai Gelora Fokus Cari Solusi untuk Masalah Ekonomi Warga
Beberapa keluhan diserap kedua tokoh Gelora itu, misalnya birokrasi perizinan yang berbelit-belit, pungutan dari pusat dan daerah, serta mahalnya harga BBM untuk melaut.
Anis Matta mengatakan nasib para nelayan sangat mengkhawatirkan, sehingga perlu diperhatikan lebih pemerintah dari pusat dan daerah.
BACA JUGA: Wuling Gelar Program Menarik Selama GIIAS 2021
Terlebih lagi, kata dia, nelayan ialah kelompok yang terdapak perubahan iklim dan punya potensi berdampak besar.
"Mereka bisa menjadi korban dari perubahan iklim, karena itu regulasi kita harus memperhatikan sisi kesulitan dari nelayan," kata Anis Matta.
BACA JUGA: AHM Meluncurkan Honda CB150X untuk Pencinta Motor Touring Adventure
Wakil Ketua DPR RI periode 2009-2013 itu menyebut regulasi yang dibuat pemerintah saat ini memberatkan nelayan, belum lagi adanya pungutan.
Selain itu, kata Anis Matta, harga BBM bagi nelayan masih tinggi yang semestinya memperoleh subsidi dari pemerintah.
"Insyaallah akan kami sampaikan ke pemerintah. Semua regulasi yang memberatkan mereka, sebaiknya dipikirkan kembali oleh pemerintah," ujarnya.
Sementara itu, Fahri menilai nasib para nelayan di Jawa saat ini sangat memprihatinkan karena mereka tidak punya pekerjaan lain.
Para nelayan itu masih dipersulit dengan segala perizinan dan pungutan pajak. Pemerintah juga kurang memberikan faslitas pelelangan dan pengolahan ikan di laut atau darat.
"Laut dipersusah, tetapi tambang dipermudah. Ini tidak adil buat rakyat. Kami akan bombardir, kami akan demo, teriakkan bahwa kekuasan itu harus melayani rakyat jangan dibalik," kata Fahri.
Ketua Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Pati Rasmijan mengatakan nasib nelayan mulai terpuruk sejak Menteri Kelautan dan Perikanan (KP) dijabat Susi Pudjiastuti
Nasib nelayan mulai ada perbaikan ketika dijabat Edhy Prabowo, tetapi politikus Gerindra itu terjerat kasus korupsi di KPK yang dinilai para nelayan berunsur 'politis'.
Penggantinya, Wahyu Sakti Trenggono, tidak melanjutkan perbaikan nasib nelayan yang telah dilakukan Menteri KKP sebelumnya. Namun, makin memberatkan nasib nelayan.
"Pungutan pajak dinaikkan jadi sepuluh persen, ditambah pungutan daerah juga naik, lalu surat perizinan harus dilengkapi semua ada 29 surat, masa berlakunya berbeda-beda," kata Rasmijan.
"Belum lagi yang operasi di laut ada lima institusi, kalau di darat, kan, jelas ada satu polisi. Kalau di laut ada lima yang bisa menangkap."
Rasmijan mengaku sudah bertemu Trenggono sebanyak dua kali dan dengan Ditjen Kementerian Kelautan dan Perikanan sebanyak tiga kali, tetapi tidak membuahkan hasil.
"Kami sudah mengajukan audiensi dengan Pak Jokowi (Presiden Joko Widodo, red) belum direspons. Penghasilan nelayan bukan dari gaji, tetapi bagi hasil," kata dia.
Nelayan Berpolitik
Anis Matta berharap para nelayan mulai terjun ke politik agar memberikan kesejahteran dan kemakmuran bagi kaum sendiri.
Nelayan bisa mengutus perwakilan duduk di kursi legislatif di pusat dan daerah.
"Kalau nelayan jadi Anggota DPR, DPRD maka nelayan sendiri yang bikin aturan, karena mereka yang lebih tahu nasib nelayan. Kami ingin nelayan mengutus perwakilanya di DPR, kami tidak ingin hanya dapat suara saja, tetapi kamj ingin ada perwakilan nelayan secara langsung," ujar Anis Matta.
Dalam kunjungan itu, Anis Matta dan Fahri didampingi Sekretaris Jenderal Partai Gelora Indonesia Mahfuz Sidik, Bendahara Umum Partai Gelora Indonesia Achmad Rilyadi, hingga Ketua Bidang Politik dan Pemerintahan Sutriyono. (ast/jpnn)
Yuk, Simak Juga Video ini!
BACA ARTIKEL LAINNYA... Ziarah ke Makam Bung Tomo, Anis Matta Singgung 3 Makna Penting Ini
Redaktur : Rasyid Ridha
Reporter : Aristo Setiawan