Monopoli Kargo Ekspor Benih Lobster Rugikan Nelayan dan Pemerintah

Rabu, 05 Agustus 2020 – 18:10 WIB
Ilustrasi lobster. Foto: dok. KLHK

jpnn.com, JAKARTA - Ketua Asosiasi Budidaya Ikan Laut Indonesia (Abilindo) Wayan Sudja menilai, penunjukan tunggal satu perusahaan jasa angkutan pesawat (cargo/freight forwarders) untuk pengiriman benih lobster berpotensi menyalahi Undang-Undang Anti-Monopoli dan Persaingan Usaha yang Tidak Sehat Nomor 5 Tahun 1999.

Disebutkan dalam undang-undang tersebut baik pemberi maupun penerima monopoli diancam pidana maksimal 5 tahun plus denda maksimal Rp100 miliar.

BACA JUGA: KKP Diminta Evaluasi Tarif Logistik Ekspor Benih Lobster

Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) pada pertemuan Selasa (2/6), mengundang para eksportir benih lobster dan dipertemukan dengan perusahaan Freight Forwarder yang telah ditetapkan KKP khusus untuk jasa angkutan benih lobster ke Vietnam.

"Akibatnya kargo udara untuk ekspor benih lobster dimonopoli oleh hanya satu perusahaan Freight Forwarder saja, sehingga ongkos kirim benih lobster yang seharusnya hanya sebesar Rp 50.000/kg atau setara Rp 150 sampai 185/ekor, dipatok menjadi Rp 1.800/ekor," kata Wayan dalam keterangannya.

BACA JUGA: Pelarangan Ekspor Benih Lobster Dinilai Menguntungkan Mafia

Wayan menilai biaya kargo yang dikenakan perusahaan tersebut sangat tidak lazim karena dihitung per ekor tidak seperti umumnya per kilogram, sehingga biaya menjadi sangat tinggi yang jelas memberatkan eksportir.

Belum lagi, kata dia, eksportir harus menanggung resiko kematian benih lobster pada proses pengiriman serta menanggung resiko pembayaran yang baru akan ditransfer setelah benih lobster tiba di Vietnam.

Sedangkan masih ada beban lain, yakni PNBP yang harus dibayar di muka oleh eksportir sebesar Rp2.000-Rp3.000/ekor, bila ditambah biaya freight forwarder monopoli yang luar biasa tinggi sebesar Rp 1.800 per ekor (seharusnya hanya Rp 150 per ekor) maka beban eksportir dibayar dimuka menjadi Rp 3800-Rp4800.

Wayan menilai kebijakan tersebut kontra produktif terhadap usaha ekspor benih lobster yang telah dilakukan secara legal sehingga membuka peluang ekspor ilegal (penyelundupan) tetap ada dan kembali marak, karena dianggap dengan menyelundup biayanya jauh lebih murah dari pada melakukan dengan legal.

Karena eksportir legal kalah bersaing dengan eksportir ilegal (penyelundup), disebabkan harus menanggung beban biaya dari adanya monopoli kargo ekspor benih lobster dan adanya PNBP yang tarifnya memberatkan. Akibatnya pemerintah bisa kehilangan potensi penerimaan PNBP sekitar Rp150 miliar per tahun.

“Semestinya para penyusun regulasi dan sistem di KKP paham bahwa kehadiran pengusaha eksportir benih lobster berfungsi sebagai katalis kesejahteraan bagi nelayan penangkap benih lobster, karena sesungguhnya keuntungan eksportir itu sangat marginal, apalagi sekarang semakin banyak pesaing eksportir benih lobster,” ujarnya.

Terpisah, Juru Bicara Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), Guntur Saragih menekankan soal penentuan jasa logistik terkait kegiatan pelaku usaha seyogianya dilakukan dengan mekanisme persaingan usaha.

"Hal ini untuk memberikan ruang untuk menciptakan efisiensi kegiatan berusaha," ujarnya. (rhs/jpnn)

Jangan Sampai Ketinggalan Video Pilihan Redaksi ini:


Redaktur & Reporter : Rah Mahatma Sakti

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag
Benih Lobster   KKP   abilindo  

Terpopuler