Monster Persidangan Minta Majelis Hakim untuk Bebaskan John Kei, Begini Alasannya

Minggu, 21 Maret 2021 – 15:40 WIB
John Kei. Foto: ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan/wsj

jpnn.com, JAKARTA - Sidang perkara penganiayaan yang diduga melibatkan John Refra alias John Kei, kembali digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Barat, Rabu (17/3). Sidang tersebut menghadirkan lima saksi dari jaksa penuntut umum (JPU).

Ketua tim kuasa hukum John Kei, Anton Sudanto menjelaskan dalam kesaksian tersebut terjawab jika pada saat penangkapan, kliennya sedang berada di kamar.

BACA JUGA: Ada Bos Kecil di Balik Perseteruan Nus dan John Kei, Uang Rp1 Miliar

“Tidak ada yang melakukan perlawanan, dan senjata tajam itu tidak ada satu pun di rumah klien kami akan tetapi di rumah-rumah yang lain sekitar Tytyan," kata Anton, Sabtu (19/3).

Anton menyebut semua senjata tajam seperti dikatakan para saksi dalam keadaan tidak bergerak dan tidak digunakan.

BACA JUGA: Kesaksian Nus Kei soal Tangan Angkie Dipotong, Daftar Nama Target Dibunuh, Respons John Kei

Selain itu, kata Anton setelah empat kali persidangan para saksi-saksi yang dihadirkan JPU, ataupun para saksi yang dihadirkan di bawah sumpah saling bertentangan.

Dia menilai keterangannya tidak saling mendukung sesuai fakta hukum yang ada.

BACA JUGA: Respons Sultan DPD RI Tentang Tunjangan Hari Raya Keagamaan

“Saksi korban yang tangannya terkena bacokan mengatakan ketika pertama kali dibacok, menggunakan helm dan masker. Sedangkan saksi yang berprofesi ojek online yang melihat dari jarak sekitar dua meter, menekankan bahwa korban itu tidak menggunakan helm,” tutur Anton.

Kemudian, menurut Anton, saksi Nus Kei mengatakan ada papan board yang ditulis target pembunuhan, akan tetapi saksi Yoseph yang mengakui anak buah John Kei dan pernah ikut rapat tentang pembunuhan, malah mengatakan sebaliknya yaitu tidak ada papan board yang ditulis target-target pembunuhan.

“Semua keterangan saksi tak saling mendukung, jadi bebaskan John Kei,” ujar Anton.

Lebih lanjut, Anton mengatakan para saksi yang kerap ditegur majelis hakim karena keterangannya tak konsisten dan berbelit-belit.

Anton menegaskan, hingga kini tak ada satu bukti apapun adanya keterlibatan John Kei dalam perkara ini.

“Ingat, ada tujuh teori pembuktian yang harus disajikan JPU untuk membuktikan minimal dua alat bukti dan menggoda keyakinan hakim apakah seseorang bisa dipidana,” tuturnya.

Teori pembuktian ini antara lain direct evidence yaitu bukti langsung, yang menurutnya bertentangan antar saksi dan tidak jelas atau kabur. Juga indirect evidence atau bukti tidak langsung, yang juga dianggap tidak jelas atau kabur.

"Bagaimana dengan teori pembuktian yang lain? Dalam hukum pidana itu, pembuktian harus lebih terang dari cahaya. Jangankan perkara besar yang menyedot perhatian publik, perkara kecil pun pembuktian harus jelas. Bahaya dipidana itu, karena ada hak konstitusional di sana. Ada orang yang akan dipenjara loh,” katanya.

Terlebih, kata Anton didapati fakta adanya kuasa dari John Kei ke seorang pengacara, untuk menagih uang Rp 2 miliar ke Nus Kei.

"Apa pidananya untuk John Kei? Bahkan sangat terang penagihannya dan keperdataannya," ucapnya.

Lebih lanjut, Anton berharap JPU datang ke persidangan bukan untuk menang, akan tetapi untuk membuka semua fakta hukum dan untuk mencari keadilan. Begitu pula pihaknya sebagai pengacara, yang juga tak zalim dengan siapa pun.

Jika memang ada perbuatan pidana, tutur Anton, pihaknya hadir bukan untuk meniadakan pidana tersebut. Tetapi hanya mengurangi agar efek jera dan membuat pelaku itu berubah menjadi baik.

“Dalam persidangan anak-anak John Kei di Tangerang, kami sebagai pengacara meminta katakan siapa yang menyerang, menggunakan apa dan apa alasannya. Mereka semua bicara jujur di pengadilan,” ujar Anton.

Dalam perkara di Jakarta Barat ini, menurut Anton, peristiwa Kosambi di mana mereka sebenarnya tidak tahu daerah Green Lake karena mobil mereka isi bensin sendiri. Kemudian menyusul dan menanyakan ke warga di mana perumahan Green Lake.

"Kemudian terjadilah pertemuan dengan anak-anaknya Nus di sana. Terjadilah keributan dan korban, para terdakwa bahkan mengakui dalam persidangan kemarin bahwa merekalah yang melakukan pembacokan tersebut," lanjut Anton.

Doktor hukum pidana ini meminta majelis hakim dapat melihat secara jernih perkara tersebut, sesuai pembuktian yang disajikan oleh JPU dan pengacara agar nantinya dapat memutus seadil-adilnya dan membebaskan John Kei.

Anton berharap majelis hakim memutuskan pisau belati kecil dari pemberian estafet dari leluhur John Kei dikembalikan ke kliennya.

“Karena klien kami akan melanjutkan pemberian pisau belati kecil itu ke anaknya kelak," tutur Anton.

Anton menyatakan percaya pada kredibilitas, integritas, objektivitas majelis hakim.

“Saya selalu mendoakan agar majelis hakim diberikan rahmat, kesehatan, rezeki yang berlimpah, berkah dan selalu dimudahkan pekerjaannya. Takbir!" tandas pengacara yang dijuluki Monster Persidangan ini.(fri/jpnn)

Simak! Video Pilihan Redaksi:


Redaktur & Reporter : Friederich

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler